21 - Orang Tua Ragendra Datang

1357 Kata
Bab 21 - Orang Tua Ragendra Datang “Sayang? Ish.” Kirana mendengus dan buang muka ke arah lain, menyembunyikan rona merah di wajahnya. Ragendra terkekeh melihat tingkah menggemaskan Kirana. “Jangan panggil sayang, membuatku geli saja,” ketus Kirana. “Kok jadi galakan kamu dibanding Aku sih,” kekeh Ragendra. “Karena kamu bukan Bos ku lagi,” sahut Kirana. Ragendra tergelak mendengar jawaban Kirana. “Serius mau menikahiku? Kenapa?” tanya Kirana. Embusan angin malam mulai menusuk kulit. Kirana menggosok-gosok lengannya, karena kedinginan. “Mau Aku peluk?” tanya Ragendra dengan seulas senyuman. “Modus,” sahut Kirana cepat. “Modus? Siapa yang modus tujuh tahun yang lalu sampai jadi Arsha?” kekeh Ragendra. Kirana ingin rasanya membekap mulut Ragendra yang masih saja mengungkit hal itu. Dia mengembuskan nafas gusar dan menatap Ragendra dengan gelisah. “Tolong bisakah kamu untuk tidak mengungkit hal itu terus.” Ragendra tersenyum kecil. “Okey, tapi panggil dulu sayang,” godanya. “Tak mau!” ketus Kirana. Ragendra memberengut.”Memang susah ya kamu ini,” ujarnya. “Apa kamu serius?” Kirana mengulang pertanyaan sebelumnya. Sekarang, dia lebih santai dalam memanggil Ragendra, tidak formal lagi. Sesuai permintaan Ragendra tadi. Meski sebenarnya, Kirana masih merasa canggung. Ragendra mulai menatap Kirana intens penuh kesungguhan. Mereka saling tatap dengan intens sekarang, tak ada lagi candaan. “Aku serius mau menikahi kamu. Alasanku ada satu awalnya, tapi sekarang ada dua,” ujarnya, senyuman tipis tak lepas dari bibirnya saat berbicara. Membuatnya semakin tampan saja. Kirana mengerjapkan mata beberapa kali, karena Ragendra telah mengalihkan perhatiannya. “Tampan sekali!” jeritnya dalam hati. Bahkan, telinganya seakan mendadak tuli, hanya terlihat wajah tampan dengan bibir yang bergerak s*****l,tapi tak terdengar suaranya. Ah, dia merasa sudah gila! “Kamu bicara apa?” tanya Kirana yang berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdebar sangat keras seakan mau melompat ke luar saja. “Aku dari tadi mengoceh masa nggak kedengeran? Fokusmu di mana sih?” Ragendra menatap Kirana penuh selidik. Matanya menyipit merasa sangat heran. Kirana menyengir seperti kuda. “Fokus ku? tentu saja disini,” jawabnya tak mau ketahuan kalau sedang salah tingkah. Ragendra menghela napas. “Sabar, sabar,” cibirnya jengkel. Kirana pura-pura memasang wajah kesal juga, untuk menutupi agar tak ketahuan kalau tadi fokusnya ada pada wajah tampan Ragendra. “Alasanku ingin menikah denganmu, karena setelah malam itu, aku…” menjeda perkataannya, dengan mata yang menatap Kirana lekat. Hati Kirana sudah berdebar keras, sudah menduga yang akan Ragendra katakan. Yaitu, mengungkit masa lalu mereka. “Setelah malam panas dan menyenangkan itu, Aku tak bisa melupakanmu. Aku ingat terus sama kamu. Entahlah, tapi sepertinya, Aku mendadak cinta sama kamu.” Ragendra berkata dengan lembut, dan sorot mata penuh kilauan rasa cinta yang menyala-nyala. Kirana tak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Ragendra. Mendadak Cinta katanya? Ah dasar bocah, gitu aja langsung jatuh cinta? Kirana tertawa geli dalam hati. “Kamu mungkin salah, itu bukan cinta.” Kirana menimpali. “Aku yakin ini cinta! Cinta pertama, dan Aku mencarimu terus. Tapi, kamu sudah pindah dari rumah kontrakan itu!” Ragendra tak mau dibantah. “Ah mana mungkin ada perasaan cinta hanya karena semalam saja!” Kirana tetap tak percaya. “Ada! Dan itu perasaanku sama Kamu!” nada suara Ragendra mulai meninggi dan penuh penekanan. “kenapa kamu tidak percaya sih,” sekarang sudah berubah dengan nada merajuk seperti balita. “Dasar bocah!” cibir Kirana, yang merasa sikap Ragendra seperti anak kecil, manja dan mudah sekali merajuk. “Bocah ini sudah pandai bikin bocah loh,” kekeh Ragendra sambil mengerlingkan mata menggoda. “Ish, ngomong sama kamu bikin kepala pusing!” desah Kirana. “Kakak menikahlah denganku,” suara Ragendra terdengar serius tapi manja, seperti tokoh unyu di drama korea. Kirana tak bisa menahan tawa. “Labil!” “Besok ayah dan Ibu pasti datang, Aku sudah memberitahukannya.” Ragendra mengganti topik pembicaraan. Kirana menatap gusar Ragendra, jemari tangannya saling meremas. “Mereka itu galak, terutama ibuku. Ibu akan menggigitmu Kirana!” canda Ragendra, yang membuat Kirana semakin takut. “Jangan menakutiku!” rengek Kirana, dengan nada kesal. Ragendra tergelak dengan renyahnya. “Mereka orang tua yang baik, kalau kamu bisa mengambil hati mereka. Percayalah, mereka akan menerimamu sebagai menantu, jangan cemas begitu.” Perkataan terakhir Ragendra terus terngiang di benak Kirana. Saat ini, dia dan Ragendra sudah kembali ke kamar masing-masing. Dia jadi kesulitan tidur, hingga akhirnya dia tidur lewat tengah malam, dan bangun nyaris kesiangan. Saat terbangun, dia dikejutkan dengan suara berisik. Saat mengintip, ternyata keluarga dan tetangga dekat sedang menata berbagai hidangan untuk acara pernikahan hari ini. “Apa Aku sedang bermimpi ya?” gumamnya. Kirana mencari Arsha, rupanya anak itu sudah bangun dan membantu orang tuanya beres-beres. Kirana bergegas membersihkan diri, kemudian melaksanakan ibadah wajib subuh. Jam menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit saat ini. Tidak lama kemudian, dua orang wanita tampak menghampirinya. “Kami MUA yang akan merias Anda,” dan dua orang wanita itu memperkenalkan diri. Kirana hanya pasrah untuk dirias, meski merasa heran, bisa–bisanya ada MUA segala. Ah, pasti ini ulah Ragendra dan Deri, pikirnya. Waktu merangkak siang. Kirana belum bertemu Ragendra sama sekali, bahkan saat makan pun, dia makan di kamar bersama Arsha. “Serasa pengantin beneran,” kekehnya. Kring kring, terdengar suara bunyi nada dering dari ponselnya. “Bu, Om Dimas.” Arsha menyerahkan ponsel kepada Kirana. Kirana menatap ponselnya. “Kak Dimas,” panggilan itu rupanya panggilan video. Kirana tak langsung menerima, tapi berpikir sejenak, sebelum akhirnya menerima panggilan video tersebut. “Kirana! Ini kamu?” dari seberang sana, Dimas menatapnya penuh keterpesonaan. “Emh, iya kakak,” sahut Kirana sedikit tak enak hati. “Apa kamu akan…” Dimas tak sanggup meneruskan kata-katanya. “Iya, Aku akan menikah hari ini dengan Ragendra.” Kirana meneruskan kata-kata Dimas. Dimas terkekeh masam.” Aku pikir, Aku masih ada kesempatan,” dari nada suaranya terdengar sekali kalau dia kecewa. Kirana diam, tak tahu harus menanggapi apa. “Aku menunggumu, tapi ternyata kamu…” lagi-lagi, Dimas tertawa penuh kesedihan. “Maaf,” hanya itu yang bisa Kirana katakan. Dimas menatap Kirana lewat ponselnya. Bibirnya berkedut samar dengan raut sedih. “Semoga kamu bahagia ya.” Tut tut tut Panggilan Video berakhir. Kirana menggenggam ponselnya dengan tak tenang,dia merasa sudah menyakiti Dimas. Apalagi, pria itu selama ini selalu baik kepadanya. “Apa Om Dimas akan datang kemari Bu?” tanya Arsha. Kirana terjengkit kaget, sampai lupa kalau ada putra kecilnya di sampingnya. Kirana menggelengkan kepala. “Om Dimas sedang sibuk, dia harus kerja,” jawabnya. “Kenapa Om Dimas tak bicara sama Aku dulu Bu?” lanjut Arsha bertanya, dia merasa tak seperti biasanya Dimas seperti itu. “Mungkin sibuk, setelah tidak sibuk, pasti akan segera menemui Arsha,” jawab Kirana dengan lembut, meski dia tak yakin. Arsha mengangguk dengan senyuman cerianya. “Aku nggak sabar ketemu Om Dimas!” pekiknya, lalu keluar dari kamar. Kirana termenung, hingga ia dikejutkan dengan suara deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya, diiringi suara kegaduhan dari luar. “Ragendra! Ini Ibu!” Mendengar suara yang lantang dengan nada ketus itu, nyalinya menjadi ciut, tangannya mulai gemetar. “Apa itu suara calon Mama Mertua?” Sementara itu di luar rumah “Mah jangan teriak teriak malu,” bisik suaminya. “Biarin!” ketus sang istri, yaitu Ibu Ragendra. Tapi, seketika mulutnya diam saat melihat seorang anak kecil laki-laki keluar dari rumah. Wajahnya polos, tampan dengan cara menatap tajam dan gaya yang sangat mirip dengan Ragendra anaknya. “Pah kepala Mama mendadak pusing,” ujar wanita paruh baya dengan gaya sosialita itu. “Mah tenang Mah,” bisik suaminya sambil memeluk sang istri. “Itu!” Ibu Ragendra menunjuk ke arah Arsha berdiri. Suaminya mengikuti arah yang ditunjuk istrinya, dia baru ngeh. “Hah,” matanya mengerjap beberapa kali. “Ragendra junior! Tidak mungkin sudah sebesar ini!” geleng-geleng kepala tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kakek, Nenek mau ketemu Siapa?” Arsha bertanya saat sudah mendekat. Tak lama kemudian, Ragendra muncul bersama Deri dan kedua orang tua Kirana. “Gendra b******k kamu! Anakmu sudah sebesar ini kenapa tak pernah memberitahu kami!” ucap Ibu Ragendra dengan kepala berdenyut. Brukk
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN