Ahmad dan Salwa yang semula sedang tertawa kecil di bawah kerlip lampu angkringan, mendadak terdiam ketika suara berat namun dingin itu menyebut nama Salwa. Ahmad segera menoleh ke arah sumber suara, sementara Salwa terlihat mematung, sendok kecil di tangannya terhenti di atas piring nasi kucing yang belum habis ia makan. Di hadapan mereka berdiri seorang pria muda dengan postur tinggi, wajah tegas yang tampak keras, dan sorot mata yang tajam. Fathur. Ahmad tidak terlalu mengenalnya, tetapi jelas dari cara pria itu memandang Salwa bahwa ia bukan orang asing bagi istrinya. "Salwa," ulang Fathur, kali ini dengan nada yang lebih rendah, namun masih terdengar tegas. "Aku gak nyangka kita bakal ketemu di sini." Salwa menunduk, berusaha menghindari tatapan pria itu. Ahmad, yang awalnya mencob