Ahmad
"Kepalaaa reguuuuu!"
Lelaki itu memanggil menggunakan mikrofon yang terhubung pada speaker portable yang digantung dibahunya. Mendadak ia menjadi pusat perhatian. Lelaki manis, kulit agak kecoklatan, tampak cool, anehnya berwajah ganteng dengan logat bicara yang sedikit Jawa, lebih tepatnya Jogja. Membuatnya tampak seperti lelaki baik-baik, perawakan sempurna dengan senyuman yang manis. Tipikal mahasiswa yang fisiknya jarang ditemui di kalangan mahasiswa Jakarta. Yeah, dia adalah gambaran lelaki yang tampak sederhana, cool, berkarisma, namun ramah. Almamater sebuah kampus ternama yang dikenakannya mulai membuat mahasiswi-mahasiswi dari kampus lain bertanya-tanya. Siapakah lelaki yang sibuk memanggil teman-temannya yang datang jauh dengan kereta dari Yogyakarta menuju ke Senayan untuk ikut demo mahasiswa?
"Maaaad! Yang lain pada gagal fokus coba! Mentang-mentang di Jogja gak ada tampang yang kayak artis Korea!" seru Ino yang membuat Ahmad terkekeh. Tawanya kontan makin membius para perempuan. Lesung pipinya yang tampak sedikit itu benar-benar membuat siapapun terpesona. "Oooi! Gaeeess! Fokus! Fokus! Kita ini datang jauh-jauh yo untuk ikutan demo bukan nyari jodoh!"
Teman-temannya terbahak. Rombongan UGM, yeah Universitas Gadjah Mada. Warna almamaternya selalu menjadi perdebatan. Ada yang bilang hijau, ada yang bilang cokelat muda, ada yang bilang warna khaki. Mahasiswanya sendiri saja bingung dengan warna almamater yang mereka kenakan. Kadang iri melihat warna-warni almamater kampus lain yang menurut mereka lebih jelas. Misalnya? Jaket kuning. Yeah, kalau menyebut jaket kuning pasti ingatan siapapun akan tertuju pada si kampus kuning, Universitas Indonesia. Atau mungkin almamater biru. Banyak sekali kampus yang memakai warna ini sebagai warna almamaternya, termasuk rombongan di sebekah mereka. Yeah Trisakti. Cewek-cewek ini masih menatap ke arah Ahmad yang tertawa dengan tingkah teman-temannya. Ia yang bertugas sebagai komando lapangan hari ini, memimpin perdemoan kampus mereka yang sengaja datang jauh-jauh dari Jogja. Katanya bosan kalau hanya demo di sana. Sekali-kali datang ke Senayan. Padahal alasan busuk lain yang dilontarkan teman-temannya adalah mencari jodoh dari kampus lain. Hihihi. Apalagi banyak anak UI yang datang kan. Almamater berwarna kuning yang sangat nyentrik itu tentu saja langsung menyita perhatian. Wajah-wajah mahasiswanya seperti para pemain sinetron yang sedang terkenal saat ini. Keren-keren dan ganteng-ganteng.
"Kok beda yo sama cowok-cowok di kampus kita?" celetuk salah satu mahasiswi UGM usai melirik ke arah rombongan UI. Teman-temannya terkikik-kikik mengiyakan.
"Temen-temen kita iki butek-butek yo?"
Mereka makin terpingkal lagi.
"Wes-wes! Ndak semua yo! Yang di depan sana! Emangnya butek? Manis dan ganteng gitu! Ndak kalah sama anak-anak Jakarta! Iyo ndak, Zah?"
Zahra terkekeh kecil. Kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Ahmad yang sedang memberikan arahan. Tadi juga sudah diberitahu tapi barangkali ada yang lupa. Biasanya kan ingatan suka meleng kalau sudah melihat cowok-cowok atau cewek-cewek yang cakep abis. Wajah-wajah anak UI dan Trisakti laris manis hari ini.
"Kalau anak UI yang jalan, itu kayak jalanan itu berubah jadi area pemotretan yo. Tapi kalo kita-kita yang jalan kenapa jalanannya berubah jadi jalanan perkebunan?"
Mereka terpingkal lagi. Husna memang tak berhenti mengoceh. Kalau bertemu Ino pasti akan ditoyor habis-habisan. Hahaha.
"Kita ini kampus kerakyatan. Jadi efeknya juga beda. Jadi lebih merakyat!"
Mereka masih heboh membanding-bandingkan wajah anak-anak Trisakti dan UI dengan para lelaki dari kampus mereka. Hahaha.
Sementara Ahmad, baru saja turun dari gerobak usai memberikan komando. Ia dihampiri beberapa komando lapangan dari kampus lain. Mereka hanya berkenalan melalui telepon dan berbagai media sosial. Belum bertemu secara langsung.
@@@
Lagu Totalitas Perjuangan menggema di seputaran Senayan. Mahasiswa kompak menyanyikan sekaligus mengingatkan orang-orang yang bersembunyi dibalik gedung DPR bahwa mereka juga pernah berada di posisi mereka. Menjadi mahasiswa dan memperjuangkan nurani rakyat. Maka ketika telah bertahta, ke mana kah nurani yang mereka gunakan dulu? Apakah sudah mati karena nafsu menikmati uang?
"Teman-teman! Kita baru saja mengikrarkan diri untuk melawan ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh oknum-oknum pemerintah yang tak bertanggung jawab, yang tak bermoral, yang tak tau diri, yang tak tahu akan peran dan fungsinya! Mereka yang mengaku wakil rakyat tapi tak pernah mendengarkan suara rakyat! Coba teriakan teman-teman! Siapa yang mendadak bahas RUU KPK tengah malam?"
Sebagian besar dari mereka tertawa dulu kemudian berseru bersama.
"DEEEE-PEEEE-EEEEERR!"
Mereka terkikik-kikik.
"Udah kayak mahasiswa aja yang suka bikin tugas SKS! Ye gak sih?"
Teman-temannya kembali berseru. Itu gaya anak Trisakti berorasi. Khas gaya anak gaul metropolitan. Berbeda lagi dengan kampus yang dipisahkan wilayah administratif Jakarta Selatan dan Depok. Si kampus kuning yang perpustakaannya sangat terkenal.
"Sahabat-sahabat seperjuangan yang saya hormati,
Telah kita ketahui bahawa keberadaan pemerintahan adalah sebagai bentuk amanah yang telah dimandatkan dari rakyat kepada mereka. Mereka yang duduk dikursi pemerintahan itu tiada lain dan tiada bukan adalah menjadi wakil-wakil rakyat yang telah berjanji untuk melindungi, dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat biasa seperti kita. Tapi lihat apa yang mereka lakukan hari ini? Bukan hanya KPK yang diamputasi tapi sumber daya alam negeri ini ingin digadai demi memperkaya diri!"
Semarak tepuk tangan menggema. Gayanya santun, sopan, dan gagah. Ia tampak keren dengan jaket kuning dan berbagai atribut mahasiswa yang khas ketika demo. Banyak ikatan kain di lengan dan juga kepala. Kulitnya putih mulus. Lebih mirip aktor ganteng yang sering bermain peran dengan karakter bad boy alih-alih mahasiswa kece dari kampus ternama. Jenis wajah yang sangat jarang terlihat di kampus Ahmad dan kawan-kawan.
Ketika akhirnya ketua BEM UGM maju, potret sederhana menyita perhatian. Mungkin karena kesederhanaannya yang berbeda dengan rata-rata anak metropolitan yang datang ke sini. Tentu saja bukan Ahmad. Lelaki itu sedang menyimak orasi dari pimpinannya. Meski nama Ahmad yang paling sering melambung ketika demo. Mungkin karena persoalan referensi ketertarikan para perempuan yang berbeda. Mereka lebih menyukai tampang ramah Ahmad yang manis, ganteng, soleh, cool tapi berwibawa itu. Meski kalau persoalan tampang masih kalah dengan mahasiswa-mahasiswa metropolitan di sini. Tapi ia memiliki pesonanya tersendiri.
Saat Ahmad maju ke atas mobil dan mulai berorasi. Wajahnya yang khas itu selalu berhasil membuatnya menjadi pusat perhatian. Ia memang salah satu cowok keren di kampus yang dikagumi bukan karena fisik tapi karena pemikiran dan akhlak yang dipertontonkan. Gayanya berorasi jauh lebih mirip ustad yang berdakwah tapi dengan semangat muda. Membuatnya jelas berbeda. Meski teman-temannya kerap meledeknya dengan memanggilnya ustad karena apa-apa yang ia sampaikan. Sikapnya yang santun dan akhlaknya yang menakjubkan itu jelas membuat banyak perempuan jatuh hati. Ternyata bukan hanya anak-anak UGM yang jatuh hati tapi juga gadis-gadis metropolitan yang ada di sini.
"Maaaad! Orasi ya Maaad! Jangan ceramah!" ingat Ino mengundang tawa. Ahmad hanya geleng-geleng kepala. Ia mengambil mikrofon dan memulai orasinya. Tidak seperti biasanya yang lembut kalau berdakwah, ia lebih semangat. Lebih menunjukan wajah perjuangan khas mahasiswa reformasi yang puluhan tahun silam juga berdiri seperti mereka di depan Senayan.
"Mereka yang kita percaya kini kembali mempermainkan kepercayaan kita. Mereka yang menjadi teman baik kita, kini telah berpaling dan menginjak-injak kepala kita. Di atas bumi pertiwi ini, anak yang baru lahir pun seakan tahu tentang budaya korupsi yang tak pernah terselesaikan. Ditambah lagi dengan sumber daya alam yang hendak dicuri dan dirusak atas nama investasi. Lalu ditambah lagi dengan hak-hak demokrasi yang ingin dirampas agar tak ada yang berani menyuarakan nurani! Yang menjadi pertanyaan saya, apakah kita berdiri di sini karena negara ini sedang baik-baik saja?"
"TIDAAAAAAAK!"
"Dari Sabang sampai Merauke, kita sama-sama berdiri meski berasal dari berbagai daerah yang berbeda juga almater kampus yang berbeda. Namun jelas kalau tujuan kita sama, yaitu untuk kemajuan negeri! Bayangkan teman-teman! Kebijakan terkini yang mereka buat akan merugikan masyarakat dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Kita sebagai mahasiswa wajib menolak pengesahan rancangan undang-undang ini. UU KPK yang baru bakal melemahkan pemberantasan korupsi di tanah air. Sebab, sejumlah 'kelebihan' KPK dipreteli, seperti penyadapan, operasi tangkap tangan yang harus meminta izin Dewan Pengawas, dan lainnya. Itu baru sebagian kecilnya. Selain itu, pengesahan RUU KUHP bakal membawa mundur demokrasi di Indonesia. Sebab, sejumlah pasal di RUU KUHP bertentangan dengan kebebasan berpendapat dan demokrasi. Maka itu, kami berdiri di sini ingin menyampaikan tuntutan kepada pemerintah dan DPR!"
Tujuh ketua BEM sudah berdiri di kiri dan kanannya untuk bersiap menyampaikan tuntutan. Para wartawan sudah berkerumun di sekeliling mobil yang mereka jadikan pijakan.
"Pertama, kami mendesak penundaan dan pembahasan ulang pasal-pasal yang bermasalah dalam RUU KUHP, RUU KPK dan juga Cipta Kerja yang dinilai akan memundurkan demokrasi juga merugikan rakyat."
Ketua BEM dari UIN Jakarta yang memulai menyampaikan poin-poin tuntutan mereka kemudian diakhiri oleh ketua BEM UGM, Fatahilah Ramadhan. Poin-poin tuntutan itu tentunya berisikan mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka juga menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Indonesia. Karena seperti yang diketahui, dalang yang membuat RUU lingkungan itu sendiri masih memiliki hubungan dengan kepemilikan perusahaan-perusahaan tambang besar batu bara yang secara nyata telah menyokong polusi tinggi terhadap lingkungan yang bisa merusak paru-paru masyarakat. Mereka juga menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja. Juga menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan k*******n s*****l (PKS). Yang terakhir, mereka juga mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.
Kemudian Ahmad menutup orasinya dengan....
"Jika UU ini disahkan maka mereka sudah berhasil merampas hak hidup seluruh rakyat Indonesia karena dengan pemberlakuan UU itu justru lebih banyak menguntungkan penguasa dan oligarki. HIDUP MAHASISWA!"
"HIDUUUUUUUUPPP!"
"HIDUUUP RAKYAT INDONESIAAA!"
@@@