Mereka telah menyelesaikan kegiatan makan-makan mereka dan saat ini mereka masih di meja makan yang telah di bereskan dalam artian sudah kosong dari alat bekas makan malam tadi.
“Kapan kalian bertemu?” tanya Brian tiba-tiba, saat ini hanya ada lima orang di meja makan panjang itu sedangkan kedua orang tua di rumah itu pergi yang katanya sebentar.
Aliana mengalihkan perhatiannya yang tadinya sibuk bermain dengan mengetuk-ngetukan jari telunjuknya di atas meja yang menimbulkan bunyi tuk setiap sekali ketukan jari Aliana. Sedangkan Andrean dia sengaja masih di rumah itu, bisa dikatakan dia sedang mengawasi Aliana dan mempelajari setiap sudut rumah yang menjadi tempat tinggal Aliana sejak lama itu.
Rumah yang nyaman luas dan sangat modern. Tapi perhatiannya dalam diam tadi teralihkan saat mendengar pertanyaan dari mulut pria selain dirinya di ruangan itu. Andrean menoleh pada Brian yang menatap lekat Aliana yang berwajah datar tampak seseorang yang tidak mengerti situasi.
“Kau bicara pada siapa?” tanya Andrean angkat suara.
“Pada dia.” Brian menunjukkan seseorang yang ada di seberangnya dengan dagunya, tepatnya orang yang ada di samping Andrean. Ruangan itu bisu beberapa saat setelah mendengar tunjuk Brian tadi. Lalu Andrean pun menoleh pada Aliana yang hanya bungkam tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Brian tadi.
“Kau kenapa Al?” tanya Andrean dengan suara pelan malah terdengar sedikit berbisik.
Aliana menoleh menatap Andrean sebentar, tatapan itu masih sama, wajahnya masih tanpa senyum dan mata besarnya bergerak dengan malas.
“Tidak ada,” jawab singkat Aliana. Kemudian Aliana kembali menatap ke depan, lalu telihat senyum kecil dari dua bibir terkatup Aliana. “Mungkin bisa dibilang beberapa hari yang lalu saat di sekolah, dia menguntitku.” Aliana menjawab dengan santai tapi respon Salsa dan Erisa tidak santai.
“APA?!” kompak, mereka bersamaan berteriak memekakkan telinga.
“JADI DIA SEBENARNYA PENGUNTIT?!” jerit Salsa seperti tidak terima Aliana membawa orang yang dikatainya penguntit itu di rumah tinggal.
“HEY?! KAMU MAU APA?!” tunjuk Erisa dengan sadis. Sungguh Aliana seakan terharu melihat adegan di depannya saat ini, dua wanita yang lebih tua dari Aliana mencoba melindungi Aliana, mungkin. “Al…. Kenapa tidak kamu bilang dari tadi kalau dia penguntit…? Seharusnya kamu kasih tau Papa dan Mama agar dia diusir, Kakak tidak mau nanti kamu seperti kemarin lagi.”
Aliana mendengarkan celotehan Erisa, hanya menatap dengan sedikit kekehan tapi hanya sebentar.
“Kalau aku bilang dia baru saja memulangkanku setelah dia menculikku bagaimana?” Aliana mengucapkan kalimat pancingan, karena Aliana yakin dari mereka memang tidak ada yang sadar bahwa Aliana diculik dulu sebelumnya, setelah itu barulah dia bisa berada di rumah itu lagi.
Aliana benar saat melihat raut terkejut ketiga orang yang ada di seberang meja makan mereka.
“Kenapa kamu biarkan dia masuk ke rumah ini?!” Brian akhirnya bersuara tapi dengan nada menekan Aliana.
Aliana membalas tatapan Brian lalu tersenyum kembali.
“Dia tidak akan mencelakaiku, dia malah akan melindungiku. Seperti yang dia katakan sebelumnya saat makan tadi,” jawab Aliana dengan nada sedikit menyindir di sana.
Brian merasa? Tidak dia tidak merasakan apapun dari ucapan Aliana tadi.
Sedangkan Andrean, dia tidak menyangkal ucapan Aliana tadi karena sudah dari beberapa waktu sebelumnya Andrean memutuskan untuk melindungi Aliana dari orang yang akan menjadikan Aliana sebagai alat untuk kekayaannya. Sebenernya bukan alat karena sesungguhnya mereka hanya menginginkan apa yang Aliana miliki yaitu kekayaan orang tuanya.
Lalu dalam kesuyian setelah Aliana berbicara tadi, derit kursi terdengar dan terlihat Brian berdiri dari duduknya. Tanpa melihat kearah Aliana atau Andrean, dia berlalu pergi begitu saja, menyisakan Andrean yang menatap punggung lebar yang menjauh itu dnegan tatapan bingung. Tidak lama dari itu satu kursi kembali berderit, ternyata Erisa pun turut berdiri dan hendak meninggalkan meja makan.
“Kakak ke depan dulu ya.” Erisa berpamitan beranjak dari tempat duduknya. “Kak Salsa, aku ke Brian dulu,” pamitnya pada Salsa yang masih setia duduk di kursi meja makan itu.
Salsa menganggukkan kepalanya sambil tersenyum pada Erisa.
Setelah punggung Erisa menjauh pergi dari ruang makan. Salsa mendengar suara menyebut namanya.
“Kak Salsa tidak ikut mereka?” tanya Aliana dengan wajah sungguh-sungguh bertanya, membuat Salsa menatap sedih membalas pertanyaan Aliana.
“Kamu mau bikin Kakak jadi obat nyamuk mereka atau menjadi panitia dokumentasi untuk kemesraan mereka,” balas Salsa dengan nada tidak rela. Kemudian dia mendelik kearah Andrean yang duduk di samping Aliana dan menatapnya dengan sinis. “Dan Kakak di sini berguna untuk mengawasi kalian selama Paman dan Bibi belum kembali,” ucapnya.
Aliana melihat ke samping dan dia hampir saja tertawa lepas melihat wajah tidak rela Andrean yang seakan dia memang penjahat di sini.
“Apa aku terlihat seperti penjahat? Padahal aku sangat tampan aku tau itu, tampang anak baik-baik begini malah ditujuh penjahat itu sangat menyakitkan,” lirih Andrean tapi masih bisa didengar oleh Aliana.
“Percaya diri sendiri,” balas Aliana dengan suara pelan.
“Kalian malah bisik-bisik seperti itu?! Kalian mengatai Kakak ya?!” ucap Salsa tidak terima karena dua orang di depannya itu berbicara dengan suara yang pelan.
Andrean langsung mendelik tidak terima, dan Aliana menatap Salsa biasa.
“Tidak Kak, sepertinya aku harus ke kamar dulu.” Aliana langsung berdiri hendak beranjak. Tapi sebelum melangkah Aliana menoleh pada Andrean yang menatapnya juga. “Kalau mau pulang, pulang saja jangan menunggu Papa dan Mama, tapi kalau masih ada yang ingin dikatakan pada mereka kamu tunggu saja sebentar lagi. Aku ke kamar sebentar nanti aku kembali.” Aliana pergi setelah mengucapkan itu dan tinggallah Andrean dan Salsa yang menatap pungguh menjauh Aliana.
Saat setelah sampai di kamar Aliana di lantai dua, Aliana mendudukan dirinya di kasurnya. Kemudian Aliana beranjak membuka pintu kaca penghubung balkon kamarnya yang bisa melihat ke taman tempat di samping rumah yang terdapat meja dan kursi taman dan di sana ada sepasang manusia yang sedang bercanda tawa tapi kemudian Aliana menegang karena melihat mereka berciuman.
Aliana mengira itu hanya akan ciuman tapi bukan sampai di sana, karena berikutnya mereka saling melumat. d**a Aliana sesak, dia ingin menangis, jatuh cinta yang mebuatnya merasa salah. Salah telah jatuh cinta terlalu lama dan terlalu dalam pada anak tetangganya itu.
“Aku masih belum bisa ikhlas sepenuhnya,” ucap lirih Aliana. Kemudian Aliana tersenyum, “jangankan ikhlas, lupa saja aku sulit.”
Tok tok tok
“Aliana?! Papa meminta kamu turun!” tersengar suara panggilan dari suara wanita, Aliana yakin itu suara Annie. Aliana pun masuk kembali ke dalam kamar, menggeser pintu kaca untuk menutup kembali pintu penghubung itu.
“Baik….” Sahutan Aliana terdengar oleh Annie, tidak lama setelah mendengar sahutan itu suara pintu dibuka pun terdengar, muncullah Aliana dengan senyuman lembut pada sang mama.
“Mama….” Aliana langsung memeluk sang mama dengan erat, dia membenamkan wajahnya diceruk leher Annie yang hangat.
“Kamu kenapa huemm?” tanya Annie yang sedikit aneh dengan tingkah putrinya itu, karena sifat ini adalah sifat tidak biasa Aliana. Aliana itu tipe orang yang tidak menyukai sentuhan atau interaksi langsung dengan kulit orang lain. Dia sangat menghindari itu, tapi kali ini Aliana tampak aneh menurut Annie maka dari itulah Annie bertanya padanya.
“Aku lelah,” gumam Aliana yang masih membenamkan wajahnya.
“Kamu pasti bisa melewati semuanya,” balas Annie memberikan semangat pada putrinya yang tampak lesu itu.
(c)
....