Diskusi

1199 Kata
“Kalian bertemu? Ka-ka-lian benar ber-temu?” ucap Annie terbata karena ia tidak percaya dua anak satu-satunya dari dua keluarga tersebut bertemu.  “Iya. Lebih tepatnya aku yang sudah lama mengintainya dan mencoba melindunginya secara diam-diam,” jelas Andrean sambil tersenyum pada Annie. Annie menatap tidak percaya ada orang lain yang mengetahui dan menyadari indentitas dari Aliana yang sebenarnya. Belum Annie mengucapkan kalimatnya lagi, karena sebuah suara. “Aliana?!” suara yang berat tetapi juga keras berasal dari tangga ke dua dari empat tangga rendah ruang pertama menuju ruang makan. Suara Hasbie yang menyuarakan nama anak bungsunya. “Papa… Maaf aku baru pulang dan tadi baru menghubungimu, dan kau pasti sibuk mencarikukan, maafkan Alia…” rengek Aliana takut Hasbie akan memarahinya karena ia lambat menghubungi Hasbie dan membuat Hasbie sibuk mencari Aliana. Hasbie bukannya memarahi tetapi malah berjalan mendekat dan memeluk erat putri bungsunya tersebut. “Papa benar-benar mengkhawatrikanmu Nak,” ujar Hasbie.   Aliana sekarang duduk bersama Andrean, Annie, dan Hasbie yang baru saja datang, sempat ada drama karena Hasbie memarahi Andrean yang menculik Aliana seenaknya. Hasbie menatap tajam ke arah laki-laki yang duduk di samping Aliana. “Kau yang menculik putriku!?” tanya Hasbie tegas. Andrean yang merasa tidak salah dan tidak merasa bersalah pun hanya mengangguk mengiyakan. “Iya saya, eum… lebih tepatnya saya tidak menculik tetapi meminjam Aliana sebentar,” jelas Andrean. Ucapan Andrean membuat Hasbie geram dan sangat ingin mencapit mulut Andrean saat itu juga. “Kau bilang meminjam?! Kau menculiknya, tanpa izin dariku!” kesal Hasbie sampai ia mengucapkan kalimat yang konyol. Annie yang mendengar ucapan konyol dari suaminya pun akhirny ikut turun tangan dengan memberikan pukulan di punggung suaminya tersebut. “Kau kira menculik itu butuh izin dulu? Jadi jika kau ingin mencuri kau juga akan izin dulu begitu?!” tanya Annie pada suaminya. Hasbie yang mendengar pertanyaan-pertanyaan dari istrinya itu pun akhrinya menyadari bahwa kalimatnya tadi salah. “Astaga aku lupa, ya sudah yang penting kau sudah memulangkan anak bungsuku dengan selamat, awas jika kau berbuat macam-macam lagi pada putriku…” ucap Hasbie sambil menatap sedikik pada Andrean. Andrean tersenyum pada Hasbie. “Sekarang dia sudah mau berbicara padaku, jadi aku tidak akan menculiknya lagi. Aku hanya ingin berbicara padanya, tetapi karena ia tidak mau keluar dari pagar saat di sekolah wanita dulu jadilah aku memutuskan untuk menculiknya saat ada kesempatan. Maafkan aku Paman,” ucap Andrean menyebut Hasbie dengan sebutan paman. “Jadi kau jugalah pelaku pengintaian di gerbang sekolah Alia? Kau kurang kerjaan atau bagaimana?” tanya Annie yang baru mengetahui bahwa Andreanlah yang menguntit Aliana sampai ke sekolahnya. “Aku ingin berbicara pada Aliana, tetapi dia selalu pergi begitu saja saat aku melambaikan tangan dari luar gerbang sekolah,” jelas Andrean karena tujuannya tidaklah berbuat jahat. “Apa yang ingin kau bicarakan pada Alia?” tanya Hasbie kemudian dengan nada bicara yang serius. “Aku sudah mengatakannya pada Aliana langsung, dan tujuanku datang ke sini bukan hanya mengantar Aliana tetapi juga untuk mengatakan sesuatu pada Paman dan juga Bibi. Kumohon untuk seterusnya berhati-hati dalam bertindak karena apa mata-mata yang mengintai kalian, mereka adalah orang yang suruhan dari dalang pembantaian 17 tahun lalu,” tutur Andrean dengan serius. Hasbie dan Annie terkejut hingga mereka tertegun karena ucapan dari Andrean tadi, mereka tidak menyangka ada seorang anak muda yang mengetahui tragedy masa lalu tepat 17 tahun lalu. Sedangkan Aliana sendiri ia tidak bereaksi apapun karena ia sudah mengetahui semuanya. “Kau siapa? Apa hubunganmu dengan tragedy itu hingga kau juga tau ada mata-mata di sekitar kami?” tanya Hasbie dengan nada bicara yang rendah. “Dia Darmian, Pa,” jawab Annie yang sudah mengetahui bahwa Andrean adalah bagian dari Darmian. Keluarga demawan dan tidak lain adalah anggota depertemen yang sangat di elukan masyarakat pada masanya tetapi ia terbunuh oleh sebuah pembantaian yang juga membunuh istrinya. Saat ini mereka sedang makan, tidak ada yang akan suara untuk membahas atau membicarakan tentang masa lalu Aliana ataupun siapa Andrean karena mereka semua sudah mengetahuinya. Mereka tidak ingin membahas tentang apa pun tentang Aliana saat itu karena kedatangan Brian bersama Erisa. Brian datang bukan karena ia ingin menyambut kepulangan Aliana melainkan karena seretan yang kakak dan juga kakak dari Aliana yaitu Erisa yang merindukan adik kecilnya katanya. Salsa juga ada bersama mereka karena Salsa pun baru sadar jika Aliana baru saja pulang karena katanya sempat hilang. Ia sangat antusias saat bertemu dengan Aliana, begitu juga dengan Erisa tetapi tidak dengan Brian. Ia sangat enggan untuk sekedar tersenyum melihat Aliana tersenyum ramah padanya. Jujur dari lubuk hati Aliana ia tidak lagi menyimpan perasaan pada Brian karena Brian selalu mendorongnya menjauh dengan sikap dingin dan menolaknya. “Alia, kamu itu tidak akan sekolah di sekolah itukan?” tanya Salsa untuk yang kesekian kalinya bertanya dengan pertanyaan yang sama pada Aliana disela-sela makan mereka. “Tidak kak, aku akan kerja saja,” jawab Aliana seadanya karena setelah ini ia bahkan tidak pernah memikirkan bagaimana hari esoknya, terlalu mendadak dan semua serta cepat dalam waktu yang sebentar. Ia tidak dapat berencana dan tidak ingin berencana karena akan percuma saja, semua akan berubah mendadak saat sesuatu jika sesuatu tiba-tiba terjadi pada dirinya atau salah satu dari anggota keluarganya itu. Semuanya tidak ada yang bisa menjamin mereka akan baik-baik saja terutama untuk dirinya, ia akan selalu waspada sejak saat ini karena ia sudah mengetahui titik terang tentang masa lalu dan terror yang menghantuinya. Yang Aliana tidak inginkan terjadi berikutnya adalah ada korban lain hanya karena dirinya penyebabnya. “Kau yakin akan kerja lagi Dek?” tanya Erisa pada akhirnya, ia duduk di seberang Aliana duduk di meja makan itu dan di sampingnya ada Brian tepat di depan Andrean. Andrean tetap santai memakan-makanan di depannya, dia mengawasi Aliana. Tapi tampak sejauh ini Aliana terlihat santai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang yang lebih tua dari Aliana itu. “Aku yakin, saat ini aku sudah bersama Andrean, dan Andrean akan membantu menjagaku,” jawab Aliana, ia sengaja menyeret Andrean di dalam pembicaraannya karena sejak tadi Andrean sangat tenang dengan makanannya tanpa perduli dengan perbincangan mereka setelah ia berbincang panjang dengan Hasbie dan Annie sebelum Brian, Salsa, dan Erisa datang. “Benarkan Kak?” tanya Aliana pada Andrean yang berada di sampingnya sengaja memanggil Andrean dengan sebutan kakak. “Ya tentu saja, aku akan menjagamu mulia sekarang,” jawab Andrean tenang. Aliana bersyukur untuk Andrean mau ikut di dalam perbincangan dan mengikuti alur permainan yang dimulai oleh Aliana. “Kau sudah mengantongi izin dar-/” ucapan Erisa terpotong karena Andrean menyelanya duluan. “Mengantongi izin dari Paman dan Bibi? Tentu saja mereka sudah mengizinkanku bahkan mereka juga yang mempercayakan aku untuk menjaga Aliana mulai sekarang,” jelas Andrean tenang. Ia melihat sorot tidak suka dari Brian yang ada di depannya. Andrean pun menyadari jika Aliana sedang berlari dengan hatinya sendiri untuk menghindari tatapan mengerikan dari Brian yang ada di sebelah Erisa. “Ehmg Brian, bagaimana dengan kuliahmu akhir-akhir ini?” tanya Hasbie tiba-tiba, karena walaupun mereka bertetangga dan Erisa anaknya selalu bersama dengan anak laki-laki dari tetangganya itu, tetap saja mereka jarang berkumpul karena kesibukan masing-masing dari mereka. “Baik Om, akhir-akhir ini aku hanya semakin sibuk dengan tugas-tugas yang semakin banyak saja jumlahnya,” jawab Brian dengan sopan. (b) ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN