Nasib yang Sama

1136 Kata
Aliana sudah membalik arah jalannya, satu langkah akan pergi dari pemberhentian bus tempat ia berdiri sebelumnya dan akan pergi mencari toko penjual makanan di sekitar jalan utama itu. Baru saja satu langkah, Aliana mengingat sesuatu. “Ah, astaga aku tidak bisa lama-lama berada di luar dan aku juga tidak boleh berkeliaran sendirian mana tau orang-orang yang mengintaiku berkeliaran di sekitar sini,” monolog Aliana pada dirinya. Ia kesal karena ia lapar dan ia harus berjalan dengan perut kosong selama 15 menit sendirian tanpa ada teman mengobrol, menurut Aliana itu menyiksanya. “Ini,” seru seseorang menyodorkan sekantong roti pada Aliana dari  arah belakang Aliana. Aliana menatap horror kantong berisi roti tersebut. Dengan reflex Aliana berbalik badan dan menjauh. Pertama kali yang ia lihat sesaat setelah berbalik badan adalah wajah Andrean dengan raut bingungnya, di tangannya juga terdapat satu kota s**u pisang yang sedang ia minum. Kemudian Aliana melihat ke arah kantong plastik yang disodorkan Andrean, berisi 2 roti abon dan satu kotak s**u strawberry. “Aaaa! Andrean kau kembali,” teriak Aliana, ia melompot senang karena Andrean kembali dengan kantong plastic berisi makanan. “Ambillah, jika tidak mau aku akan memakannya sendiri,” ujar Andrean dengan wajah acuhnya. Mendengar perkataan Andrean, Aliana langsung mengambil alih kantong plastic berisi roti dan s**u itu. “Terimakasih, aku kira kau pergi begitu saja,” ucap Aliana dengan cemberutan di wajahnya. “Ternyata kau memikirkan perut kelaparanku,” ujar Aliana senang, “Suara teriakan perutmu sampai ke telingaku tadi,” ejek Andrean pada Aliana. “Perutku berbunyi saat kau sudah jauh! Bagaimana bisa kau mendengarnya!” kesal Aliana karena Andrean mengejeknya. “Berarti benar tadi perutmu benar-benar berbunyi, tidak kusangka orang kurus seperti ini tidak kuat menahan lapar,” celetuk Andrean dengan wajah mengejeknya. “Karena aku kurus makanya aku harus selalu makan, aku makan banyak tetapi tidak bisa gemuk. Aku tidak mengerti kenapa bisa begitu,” jelas Aliana. “Itu karena kau cacingan,” celetuk Andrean. Ucapan Andrean tadi membuat Aliana ingin menjitak kepala Andrean dengan tangannya. Tetapi Andrean berjalan terlebih dahulu meninggalkan Aliana yang kesal dikatai cacingan oleh Andrean. “Hey kau mau kemana?” tanya Aliana saat melihat Andrean berjalan berlawanan arah dari arah ia datang tadi lagi-lagi meninggalkannya. “Kau tidak ingin pulang? Ingin bermalam di halte itu? Jika benar aku tidak ingin menemanimu di sana, aku akan memberitahu Papamu terlebih dahulu,” ucap Andrean sembarangan. Aliana yang mendengar ucapan Andrean tadi bukannya marah atau kesal tetapi ia senang, karena ia mengerti maksud Andrean adalah ia ingin mengantar dirinya sampai Ke rumah. Aliana kemudian langsung berlari menyamakan langkahnya dengan langkah Andrean. Aliana tersenyum tanpa diketahui oleh Andrean karena keadaan sudah malam hanya ada lampu jalan troroar dan mobil yang masih berlalu lalang. “Terimakasih,” ucap Aliana tiba-tiba. Kemudian Aliana dengan senyumnya ia membuka satu roti abon yang diberikan oleh Andrean. Ia memakannya dengan senang. “Akhirnya, perut ini makanan untukmu,” ucap Aliana sendiri dengan makanan yang sudah berada di depan mulutnya. Andrean melihat kelakukan gadis 17 tahun yang sedang bertingkah konyol di sampingnya tersebut. Andrean tertawa kecil melihat Aliana memakan dengan gigitan pertama yang sangat besar pada roti yang ai belikan tadi. “Kau sangat hebat And, kau membelikan makanan kesukaanku. Aku memang biasa mengganjal perut dengan memakan roti rasa apa saja asal jangan selai durian, hahaha” seru Andrean dengan tawa diakhirnya. “Kenapa? Kau tidak menyukainya?” tanya Andrean mendengar Aliana tidak ingin memakan roti dengan selai durian. “Bukan aku tidak suka, tapi aku punya alergi pernapasan jadi aku tidak terlalu menerima makanan yang berbau menyengat atau udara yang sudah terkontabinasi dengan parfume yang banyak dan juga asap,” jelas Aliana menjelaskan jika ia memiliki alergi pernapasan terhadap bau yang menyengat. Sambil menggigit satu gigitan lagi pada roti di tangannya. “Jadi aku tidak bisa memakan apapun peri durian atau apapun yang memiliki bau menyengat. Pernah aku mencoba memakannya karena aku penasaran, yang terjadi adalah aku sesak nafas dengan batuk yang tidak berhenti, membuat wajahku membiru karena kesulitan bernafas, hahaha… padahal rasa durian itu enak menurutku saat pertama kali lidahku mencecap rasa itu,” tutur Aliana lagi, menjelaskan ia menyukai durian tetapi ia tidak bisa memakannya. “Walau kau menyukainya, tidak bisa kau makan sembarangan kalau begitu,” ujar Andrean, memberitahukan Aliana untuk tidak boleh lagi memakan makanan yang membuatnya dalam bahaya. “Kau mengkhawatirkanku?” tanya Aliana dengan senyum manisnya yang membuat matanya juga membentuk senyum menyipit. “Bukan, karena itu bisa saja membuatmu mati dengan sangat konyol,” balas Andrean. Ucapan Andrean itu membuat senyum Aliana lenyap begitu saja berganting dengan wajah datar Aliana, kemudian Aliana kembali pada rotinya, mengigitnya pelan dan mengunyahnya. “Kau ini, membuatku kesal lagi,” kata Aliana. Andrean tidak membalas ucapan Aliana. Mereka berjalan beriringan menelusuri trotoar. Kemudian Aliana melangkahkan kakinya berjalan melewati pagar bunga di tepi jalan tersebut dan melanjutkan langkah kakinya berjalan di depan pertokoan, dan butik. Tepat di muka jalan yang mengarah ke atas bukit, terdapat sebuah minimarket besar dan disebelahnya adalah jalan kompleks perumahan kediamana Aliana. Andrean yang melakukan hal yang sama kini mengiringi langkah Aliana. “Ini jalan menuju rumahmu?” tanya Andrean. “Iya, ini jalan utamanya dan bukan satu-satunya. Karena dari balik arah bukit ini juga ada jalan untuk mesuk ke kompleks ini, tapi jalan ini yang biasa aku gunakan,” jelas Aliana. Andrean tidak membalas ucapan Aliana, ia hanya berjalan mengikuti kemana langkah kaki Aliana yang berjalan sambil memakan roti miliknya. Kemudian Aliana tiba-tiba berhenti dan berbalik. Melihat Aliana berhenti dan berbalik menghadapnya membuat Andrean menatap bingung Aliana. “Kenapa? Ada yang menghadang?” tanya Andrean sambil menatap Aliana di depannya. Raut wajah Aliana tidak menunjukkan ia sedang ketakutan, lalu Andrean memiringkan dirinya untuk melihat ke jalan lurus mendaki di belakang Aliana. Kemudian Andrean mendengar kekehan dari mulut Aliana. “Hehehe… aku hanya ingin memberikanmu satu roti ini, jadi kau makan juga,” ujar Aliana sambil tersenyum memberikan satu-satunya roti yang ada di plastik yang ada di tangannya. Sedangkan dirinya mengambil kotak s**u strawberry yang juga dibelikan oleh Andrean tadi. “Kau makan saja,” tolak Andrean. “Tidak, kau makan juga, aku tau kau juga tidak ada makan seharian ini,” ucap Aliana memaksa Andrean untuk menerima roti di tangannya. Andrean akhirnya menerima roti yang kini sudah berada di tangannya karena Aliana menaruhnya di tangan Andrean. Andrean menghela nafas berat. “Begini seperti menjaga anak kecil saja,” ucap Andrean. “Aku mendengarnya,” sahut Aliana yang sudah melanjutkan langkahnya untuk mendaki menelururi jalan menuju kediamannya. Andrean pun sama, kini ia melangkahkan kakinya sambil memakan roti yang Aliana berikan padanya tadi. Perjalanan tidak terasa lama karena Aliana terus mengajak Andrean berbicara dan Andrean mau-mau saja menjawab pertanyaan atau merespon ucapan Aliana yang bercerita tentang ia yang tidak bisa lagi bersekolah karena kondisinya seperti tidak memungkinkan untuk menetap disatu daerah begitu. (b) ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN