Tiara hanya bisa duduk dengan wajah masam, ia juga melirik ke arah pintu masuk taman belakang istana, tetapi Ashen juga belum datang. Pria itu mengatakan jika ada beberapa hal yang lupa pada kereta kudanya, dan akan kembali secepatnya juga.
“Sayang, ada apa dengan wajahmu?”
Tiara segera menatap pada ibunya. “Ibunda, aku hanya merasa ada beberapa hal yang janggal.”
Sang ratu yang mendengar ucapan putrinya mengangguk, ia kemudian tersenyum kala tahu jika putrinya sedang bosan.
“Apa kau sekarang benar-benar tak bisa berpisah dengan Ashen?”
Tiara yang mendengar ucapan sang raja melirik. “Ayahanda, apa kami bisa menikah dalam waktu dekat?”
Kedua orang itu menatap Tiara, mereka nyaris tidak percaya dengan ucapan sang putri.
“Apa kau yakin tentang hal itu?” tanya sang raja.
“Ayahanda, aku sangat yakin dengan pilihanku. Tapi, aku juga ingin Zulfa segera angkat kaki dari negeri ini. Aku ingin dia dikirim sejauh mungkin, tidak ada lagi di sini.” Tiara mengulum senyuman, ia bisa melihat kedua orang tuanya kaget..
Leo yang sedang berdiri di belakang Tiara hanya bisa tertawa, ia tidak menyangka jika Tiara akan melakukan hal itu. Sepertinya wanita itu benar-benar mengibarkan bendera peperangan kepada Zulfa, dan itu akan menjadi semakin seru.
“Tuan Putri, apa kau yakin?”
Tiara tidak memerhatikan, apalagi menjawab pertanyaan Leo, ia tidak ingin di cap gila. Leo tidak terlihat orang lain, dan hanya dia yang bisa berkomunikasi dengan pria berisik itu.
“Sayang, ada apa denganmu? Kau dulu sangat ingin Zulfa tinggal di istana, dan sekarang kau berubah pikiran. Apa kalian memiliki masalah?”
Tiara melihat jeli ibunya, ia kemudian tersenyum. “Kami tidak memiliki masalah. Hanya saja, aku sadar sudah melanggar aturan kerajaan. Seharusnya keluarga cabang tidak bisa tinggal bersama keluarga inti di istana. Jadi, ada baiknya dia juga mencari pengalaman ke negeri lain.”
Raja yang mendengar pendapat putrinya hanya mengangguk, apa yang Tiara katakan memanglah sebuah kebenaran. Mereka sudah melanggar aturan di kerajaan mereka sendiri, dan tidak ada yang berani bicara karena mereka juga penguasa, dan bisa melakukan apa saja.
Ketika ketiga orang itu sedang terdiam, merenungi pikiran masing-masing, tiba-tiba saja Ashen datang. “Yang Mulia, maafkan saya karena terlambat.”
Ketiganya kemudian menatap, bahkan Leo yang sedang berdiri di dekat Tiara juga ikut menatap. Malaikat itu menatap tak suka, ia mencium bau tak sedap dari tubuh Ashen.
Leo segera menyentuh pundak Tiara. “Dia berbau busuk, aku bisa melihat dengan jelas beberapa adegan kurang senonoh hanya dengan menatap matanya.”
Tiara menghela napas, ia melirik Leo..
“Dia baru saja melakukan percintaan panas dengan Zulfa,” ujar Leo secara gamblang.
“Ashen, kau bisa duduk. Kami juga menunggumu untuk merayakan jamuan teh hari ini,” ujar sang raja.
Ashen kemudian duduk di samping Tiara, ia tersenyum kala wanita itu menatapnya. “Maaf membuat Anda khawatir, Tuan Putri.”
Tiara yang mendengar hal itu ingin sekali mengatakan jika Ashen juga tidak membuatnya khawatir. Wanita itu kemudian tersenyum, ia harus bisa mengendalikan dirinya dengan baik, ia juga harus membuat Ashen terjebak dengannya, dan akan ia buat juga Zulfa hidup menanggung derita.
“Tidak masalah, aku sangat lega karena kau sudah datang.” Tiara mengulas senyuman semanis mungkin, dan Leo yang mendengar hal itu tertawa lantang.
“Kebetulan sekali, aku ingin membicarakan beberapa hal denganmu, Ashen.” Raja menatap seorang pelayan yang datang, pelayan itu juga segera menghidangkan teh hijau dan juga beberapa jenis camilan.
Ashen yang mendengar ucapan sang raja menundukkan kepala. “Yang Mulia, apa yang ingin Anda bicarakan?”
“Aku ingin kau dan Putri Tiara segera menikah. Ini mungkin terkesan buru-buru, tetapi aku juga sudah lama memikirkan ini.”
Ashen yang mendengar ucapan sang raja jelas saja langsung kaget, sedang Tiara yang tahu jika semuanya berubah dari masa lalunya merasa senang. Ia tahu, rencana Ashen dan Zulfa kini sudah sangat berantakan, dan ia akan semakin membuat rencana itu berantakan.
“Apa kau keberatan?” tanya sang ratu kala melihat Ashen yang bungkam.
Ashen menelan ludahnya kasar, ia kemudian melirik ke arah Tiara yang hanya diam. Dalam benaknya pria itu menyumpahi, ia memaki Tiara. Semua yang terjadi memang sangat berbeda dengan rencananya dan juga sang kekasih hati.
“Kenapa semuanya mendadak berubah?” tanya Ashen. Ia jelas sungguh kaget, sampai ia tidak bisa mengendalikan nada suaranya yang memang terdengar tidak setuju.
“Karena Putri Tiara yang mengusulkannya. Saat itu, dia juga ingin pernikahan kalian tidak terlalu cepat, tapi dia juga mulai berubah pikiran.” Sang raja yang tahu jika Ashen juga sangat kaget bisa memakluminya, ia juga sangat kaget, tetapi ia juga sangat setuju dengan keinginan putrinya.
Tiara tersenyum, ia menatap Ashen. “Bukankah lebih cepat akan menjadi lebih baik? Kau mencintaiku, dan aku mencintaimu.”
Ashen menahan diri, ia harus bersikap biasa saja. Benar ... jika dia lepas kendali maka semua yang ia dan Zulfa rencanakan akan semakin menjadi kacau. Ia harus merencanakan semuanya dengan cepat dan tepat.
“Apa kau keberatan?” tanya sang raja.
Ashen menggeleng. “Saya terlalu senang, sampai tak bisa mengucapkan apa pun. Yang Mulia, tentu saja saya sangat setuju.”
“Aku bahagia sekali, Ashen ... aku sungguh senang kau setuju dengan keinginanku.” Tiara dengan sengaja berpura-pura sangat senang, ia menatap Ashen dengan mata berkaca.
“Tentu, aku akan menyetujui apa pun demi kebahagiaan bersama Anda, Tuan Putri.”
Leo yang mendengar hal itu tertawa kencang, ia kemudian menatap wajah Tiara, dan melirik Ashen. “Dia merasa jengkel. Lihat ... lihat kupingnya memerah karena terlalu banyak berbohong.”
Tiara menghela napas, Leo sungguh berisik.
“Baiklah, mari kita bahas pernikahan kalian secara pelan-pelan,” ujar sang ratu..
Ashen dan Tiara mengangguk, mereka kemudian membahas banyak hal dan menentukan hari yang tepat.
Orang tua Ashen memang menyerahkan semua urusan pernikahan kepada Ashen, mereka ingin anaknya merasa lebih baik dan juga puas jika menanganinya sendiri.
Sementara Tiara dan Ashen sedang menikmati jamuan teh. Kini Zulfa hanya bisa diam, ia lagi dan lagi merasa kesal karena tidak bisa mengikuti jamuan teh. Ia merasa jika yang dirinya rencanakan selama ini sungguh tak terkendali lagi.
Dia sudah tak bisa memegang kendali pada sang putri, yang bisa ia lakukan sekarang hanya mengandalkan sang kekasih. Ia sangat berharap Ashen bisa memenuhi keinginannya, ia juga berharap karena rasa cintanya Tiara bisa dibuat yakin oleh Ashen.
Wanita itu kemudian menatap pantulan wajahnya pada cermin, ia kemudian mengulurkan tangan, dan mengelus permukaan cermin itu. “Aku akan segera mendapatkan semuanya, aku juga harus bersabar. Ashen mencintaiku, dan walau dia bersama Tiara sialan itu, hatinya akan tetap ada bersamaku.”
Zulfa segera mengakhiri ucapannya, ia menyentuh lehernya, dan memejamkan mata. “Ashen ... Ashen ... ingat, kau hanya milikku.”