BAB 3 -MEREKA MEMANG SAMPAH-

1087 Kata
Tiara yang kala itu sudah selesai dengan semua persiapannya memilih untuk bersantai di taman istana. Wanita itu mengamati bunga-bunga yang sedang mekar, ia juga berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Entah nasib seperti apa yang ada setelah ia selesai menjalani semuanya. Kemalangan? atau … sebuah keberuntungan? wanita itu meringis, hatinya sedikit sakit saat mengingat semuanya. Tak ia sangka Zulfa dan Ashen akan mengkhianatinya, menusuknya dan membuatnya merasakan banyak sekali rasa sakit. “Putri Tiara, ternyata ada di sini,” ujar seseorang. Tiara langsung saja menatap, ia terpaku kala melihat Ashen ada di taman pribadinya. Wanita itu kemudian mengulas senyuman, ia langsung berdiri dari tempatnya duduk. “Ada apa, Ashen?” “Tidak, aku hanya mendengar jika Putri tidak mengizinkan Zulfa mengikuti jamuan teh sore ini.” Tiara mengangguk, ia memang melakukan hal itu, dan ia rasa itu bukan masalah. Tiara hanya orang luar istana, dan bukan anggota inti kerajaan. “Ada apa? Apa kalian sedang bertengkar?” Tiara menghela napas, benar dugaannya, Ashen akan bertindak saat ia tidak memberikan Zulfa kuasa sebagai seorang bangsawan. Ck … sudah jelas mereka saling menyukai, kenapa harus bertunangan dengannya jika seperti ini? “Ah, maaf, sepertinya Putri tidak menyukai pertanyaanku.” Tiara hanya mengangguk, ia kemudian menatap ke arah lain, dan melihat Leo sedang duduk sambil mengamati keadaan sekitar. “Apa kau bisa mengamati keadaan di sekitar sini?” Ashen menatap bingung, apa yang Tiara katakan? “Apa kau melihat seseorang di sekitar sini selain kita? Ashen kemudian memerhatikan sekitar, ia tidak menemukan siapa pun. “Maaf, Putri. Sepertinya hanya kita yang ada di sini. Ada apa?” Tiara menghela napas. “Bukan apa-apa. Ayo, Ayahanda dan Ibunda sudah lama menunggu.” Ashen kemudian mengulurkan tangannya, dan Tiara memerhatikan peria itu. Kejadian yang sama seperti dulu, dan Tiara sekarang malah merasa mual dengan cara pria itu memperlakukannya. Wanita itu langsung berlalu, ia tidak menerima uluran tangan Ashen. Lebih baik menjaga jarak, lebih baik tidak peduli dengan cara pria itu, dan lebih baik tidak terjebak seperti dulu lagi. Ashen yang melihat kelakuan aneh Tiara merasa sedikit kesal. Ia menatap tangannya, dan mengepalkannya. Ada apa dengan Tiara? Kenapa berubah sejak malam pertunangan mereka? “Putri, apa terjadi sesuatu yang tidak Anda sukai dariku?” Ashen buru-buru menyusul langkah Tiara, ia menahan tangan wanita itu. “Putri, kenapa berubah? Apa ada sesuatu yang salah?” Tiara menatap, ia tersenyum. ‘Mungkin dulu aku akan melompat dan meminta semua perhatian itu. Tapi … Ashen … apa kau tahu? Masa depan yang sudah aku jalani sangat mengerikan.’ “Putri, kenapa hanya tersenyum?” Ashen terlihat semakin tak terima. “Tidak ada yang berubah, Ashen. Hanya aku yang merasakannya, tetapi tidak dengan yang lain.” “Apa ada masalah? Ada apa, Putri? Katakan … katakan jika ada yang salah.” Tiara menggeleng. “Tidak, kau tetap tidak akan mengerti. Ini masalah pribadiku, dan aku juga tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan masalah seperti ini.” Leo yang sejak tadi sibuk sendiri segera mendekat, ia menatap Ashen dan Tiara, lalu memerhatikan Tiara. “Tiara, apa kau tahu? Zulfa sedang menatap ke sini. Dia bersembunyi di sudut sebelah timur.” “Putri, saya mohon jelaskan.” Ashen terlihat agak mengemis. Ia memerhatikan Tiara dengan saksama, dan sedikit kaget saat wanita itu mendekat. Leo menatap ke arah lain, ia tahu jika Tiara ingin memanasi Zulfa. Pria itu kemudian menjentikkan jemarinya, dan saat itu pula gerimis turun. Tiara melirik Leo, dan Leo hanya bersiul-siul saja. Wanita itu kembali fokus pada tujuannya, ia meraih kerah baju Ashen, dan menariknya. Ashen langsung membungkuk, lalu Tiara tanpa permisi melumat bibirnya. Pria itu sangat kaget, tak menyangka jika Tiara akan berubah menjadi agresif. Tiara yang sudah puas dengan aksinya langsung melepaskan Ashen. “Aku suka bibirmu. Berhenti mengatakan apa pun, dan ayo kita ke perjamuan minum teh. Ashen masih sangat terkejut dengan kelakuan wanita itu. Ia sampai tak sadar saat Tiara meraih tangannya, dan membawanya keluar dari taman. Leo yang melihat kelakuan Tiara hanya bisa terkikik, matanya kembali mengamati Zulfa, wanita itu dibuat kesal setengah mati oleh Tiara. “Rasakan itu, Jalang.” Leo segera menyusul Tiara dan Ashen, ia sudah sangat puas karena Tiara secara tak langsung membuat Zulfa sakit hati, dan membalas sedikit trik kotor Zulfa selama ini. … Sementara Tiara bersama dengan Ashen, saat ini Zulfa sedang terlihat sangat kesal. Kejadian pagi tadi cukup membuatnya kaget, dan saat ini Tiara juga melakukan hal yang di luar batas. Bukankah ia sudah membuat Tiara berada dalam kendalinya? Tapi … kenapa Tiara tak bisa ia kendalikan dengan mudah sejak malam itu? Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Zulfa yang tak ingin semakin pusing segera meninggalkan tempat itu, ia sudah tak bisa bertahan, ada beberapa hal yang perli dihancurkan untuk menuntaskan kekesalannya. “Jalang kecil itu membuatku kesal!” oceh Zulfa. Ia melangkah dengan buru-buru, dan saat ada di persimpangan jalan seseorang langsung menarik tangannya. Zulfa dibawa masuk ke dalam ruangan yang sepi, dan dengan cepat orang itu melumat bibirnya. “Eum!” Zulfa mencoba untuk memberontak, ia kemudian mendorong, dan akhirnya terlepas. Plak … Syara tamparan itu menggema, dan orang yang ada di hadapan Zulfa dengan cepat memegangi pipi kirinya. “b******n! Kenapa kau tidak melawan saat dia akan menciummu?” Ya … orang yang menarik tangan Zulfa adalah Ashen. Pria itu tadi cepat-cepat meminta izin untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di kereta kudanya, dan meminta Tiara untuk pergi lebih dulu ke halaman belakang istana. “’Maafkan aku, Zulfa. Aku juga tak tahu jika itu akan terjadi. Tingkah Tiara sedikit menjengkelkan sejak malam itu, dan aku juga tak mengerti ada apa dengannya.” Zulfa membuang muka. “Ada apa? Bukankah Putri Sialan itu membawamu pergi?” Ashen tak menjawab, ia langsung menarik tangan Zulfa, memeluk wanita itu, dan mengecup keningnya. “Aku mengatakan jika ada beberapa hal yang tertinggal di kereta kuda. Dia sudah pergi ke halaman belakang istana, dan mungkin sedang duduk bersama Raja dan Ratu.” “Ashen, apa kau akan jatuh cinta padannya?” Ashen yang mendengar pertanyaan itu segera meraba d**a berisi Zulfa, ia meremasnya pelan, dan menciumi tengkuk wanita itu. “Hentikan, Ashen.” Zulfa mencoba untuk melawan. “Aku hanya menginginkanmu, Zulfa. Bukan dia, bukan pula wanita lain.” Suara Ashen begitu serak, lalu tangannya menyusup masuk ke dalam gaun Zulfa, dan mengelus paha wanita itu. “Per-gilah … ahhh … dia akan curiga dan mencarimu.” Zulfa memejamkan mata, rasanya begitu geli saat Ashen menyentuh inci demi inci kulitnya. “Hanya menyusu sebentar saja, aku mohon. Aku rindu desahanmu, Zulfa.” Wanita itu mengangguk, dan Ashen segera melepaskannya. Ia kemudian melepaskan gaunnya, dan membiarkan payudaranya terlihat begitu saja. Ashen tanpa permisi langsung menyusu pada Zulfa, ia menggunakan tangannya yang lain untuk memainkan p****g p******a Zulfa. “As-hen … aaahhh … kau nakal sekali.” Ashen tidak menjawab, ia memejamkan mata dan terus menerus menyusu seperti bayi yang kelaparan. Sedangkan Zulfa … wanita itu mendesah, ia sampai mencapai puncak hanya karena permainan Ashen pada p****g payudaranya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN