Tiara kini sudah kembali ke kamarnya, ia merasa napasnya sesak kala mengingat Ashen dan Zulfa melakukan hal yang tidak pantas di belakangnya.
Wanita itu sudah mengusahakan perasaannya tetap terkendali, tetapi tetap saja ia tak bisa. Tidak semudah itu membunuh cintanya kepada Ashen, tidak sesimpel itu untuk memberikan kebencian kepada pria tersebut.
Ashen yang mendengar pernikahan mereka akan dipercepat juga terlihat tidak senang. Ia bisa merasakan penolakan pria itu, ia juga tahu jika Ashen sangat ingin menolak semuanya tetapi takut kepada status ayah dan juga ibunya.
Wanita itu membaringkan tubuhnya, ia berada tatap dengan Leo yang kini melayang di udara dan menatapnya juga. Kenapa dengan pria cerewet itu? Kenapa kelihatannya sedang memikirkan sesuatu?
“Kau masih mencintainya,” ujar Leo secara langsung. Ia kemudian menghilang, dan muncul di samping Tiara. “Jika kau menginginkannya, maka kau harus merebutnya.”
Tiara langsung menatap ke samping. “Kau membaca pikiranku?”
“Ayolah, pikiran kita itu terhubung.”
Tiara segera mencorong Leo agar menjauh darinya. “Jangan berbaring terlalu dekat denganku!”
Leo yang mendapat perlakuan seperti itu dari Tiara hanya diam, tetapi ia juga tidak marah. Ia malah merasa senang karena bisa menggoda Tiara, dan selalu saja berhasil.
Tiara yang melihat tingkah Leo hanya diam, ia kemudian kembali diam, dan memikirkan tentang banyak hal. Ada rasa penasaran tentang apa yang akan dilakukan Ashen dan juga Zulfa, dan ia juga berharap keduanya tidak melakukan hal gila untuknya atau kedua orang tuanya.
“Kau tak perlu khawatir masalah itu, Raja dan Ratu tidak akan pernah mendapatkan luka dari mereka berdua.”
Tiara menatap Leo lagi. “Kau sudah banyak tahu, tapi kau sama sekali tidak ingin mengatakannya padaku.”
“Karena jika aku mengatakannya, maka aku akan mati.”
Tiara menghela napas. “Lebih baik kau mati, dan aku bisa bebas dari kesialan karena mereka.”
Leo segera mendekati Tiara, dalam sekejap ia sudah menindih tubuh Tiara. “Hum ... kau sepertinya sangat senang jika aku mati.”
Tiara kaget dengan tingkah Leo. “Kenapa kau menindihku?”
“Karena aku ingin,” balas Leo. Ia mendekatkan wajahnya pada Tiara, ia menyeringai kala melihat wajah Tiara yang pucat.
“Menyingkir!” Tiara berusaha mendorong tubuh Leo, tetapi ia tidak mampu. Tubuh pria itu begitu berat, bahkan ia tak mengerti bagaimana bisa seperti itu.
“Kenapa?” tanya Leo.
“Tubuhmu berat sekali,” balas Tiara.
“Kau tidak memiliki tenaga. Dasar lemah, dasar payah!”
“Apa?” Tiara terlihat tidak terima.
“Kau lemah, kau juga payah.”
Tiara menatap datar. “Apa maumu?”
“Bagaimana jika aku mengatakan ingin mencuri ciumanmu?”
“MALAIKAT m***m!” Tiara tanpa sadar sudah mengucapkan itu dengan suara yang sangat nyaring. Ia kemudian menutup bibirnya, lalu menatap ke arah pintu yang juga segera terbuka.
“Yang Mulia, apa yang terjadi?” tanya dua orang pengawal.
Tiara menata Leo, pria itu masih menindih tubuhnya. Ia menarik napas, lalu tersenyum.
“Bukan apa-apa, keluar, dan jangan masuk tanpa izin dariku.”
“Kami mengerti, Yang Mulia.”
Keduanya segera keluar, lalu pintu kembali tertutup. Sedangkan Leo hanya tersenyum senang, tentu saja ia bisa melakukan apa saja karena tidak ada yang melihat kehadirannya.
“Menyingkir!” Tiara menatap Leo tajam.
Tetapi percuma, pria itu sama sekali tidak mendengarkan Tiara. Ia hanya menatap, dan membuat wanita itu merasa sangat tidak nyaman. Entah apa yang Leo pikirkan, yang pasti itu bukan hal buruk.
Tiara yang sudah tak ingin berdebat segera menutup mata, ia lebih baik tidur, menganggap Leo tak ada. Itu semua demi kebaikan hati dan juga hidupnya yang saat ini, agar ia tidak merasa stres karena tingkah Leo.
Leo tersebut senang, ia kemudian melambaikan tangannya di depan wajah Tiara, dan wanita itu langsung saja terlelap.
“Manusia sungguh merepotkan, mereka juga penuh dengan perasaan.” Leo yang sudah puas mempermainkan Tiara segera menghilang, ia kembali berbaring di dekat Tiara, dan menjentikkan jemarinya.
Ruangan kamar itu menjadi gelap, dan Leo juga tidur. Lebih tepatnya Leo hanya menutup mata, ia sama sekali tidak bisa tidur.
Leo yang sedang menjaga Tiara tiba-tiba saja ingat tentang kali pertama diberikan tugas untuk menjaga Tiara, ia tersenyum, dan menghela napas.
“Aku hanya malaikat yang menjadi ari-ari, dan hidup bersama dengannya selama ini. Aku pergi dan terpisah sewaktu dia lahir, Tiara ... jangan sia-sia apa yang sudah aku lakukan untukmu ini. Kau tahu ... melanggar aturan, dan mengubah warna menjadi hitam sudah membuatku menjadi malaikat jatuh.”
…
Keesokan harinya Tiara bangun dengan tubuh yang begitu segar. Wanita itu juga merasa hari baru akan semakin baik dan bisa ia nikmati. Hari ini salju sudah hilang dari setiap sudut negeri, musim semu datang, dan membuatnya begitu senang.
Wanita itu menggeliat, ia kemudian menatap ke kiri dan juga kanan, dan tidak menemukan Leo. Entah ke mana pria itu, yang pasti Tiara berharap Leo memang menghilang selamanya.
Tiara baru saja ingin kembali berbaring, tetapi ada seseorang yang mengetuk kamarnya. Ia segera menghentikan niatnya, dan menatap pintu kamar.
“Masuk!”
Pintu kamar kemudian terbuka, dan Tiara melihat Zulfa yang datang mengunjunginya. Ada apa dengan wanita itu? Kenapa harus menemuinya?
“Maaf jika aku mengganggu pagimu, Tuan Putri.”
Tiara menyeringai, ia sangat tahu jika Zulfa sedang bersikap formal dan akan membicarakan beberapa hal dengannya. Wanita itu terlihat memendam sesuatu, dan ia hanya bisa berharap jika Zulfa akan membuat masalah besar dengannya.
“Ada apa?” tanya Tiara kemudian.
Zulfa yang mendengar pertanyaan Tiara menarik napas, ia kemudian menutup pintu, dan melangkah lebih cepat ke arah Tiara.
“Apa maksudnya ini? Kenapa kau mengeluarkan aku dari istana?” Wanita itu menahan diri agar tidak bertindak kasar.
Tiara yang mendengar hal itu menatap dengan tatapan tanpa dosa, ia juga tersenyum manis. “Bukankah wajar aku melakukan hal itu? Kau bukan keluarga inti, dan sejak awal keberadaanmu adalah di luar istana.”
“Tiara!” Zulfa berusaha untuk menahan dirinya, ia menghela napas. “Tatap mataku, dan turuti semua keinginanku.”
Tiara tanpa takut langsung menatap mata Zulfa, ia bisa melihat mata sepupunya perlahan-;ahan berubah.
“Jangan menatap matanya,” ujar Leo yang tiba-tiba saja datang. Ia kemudian menutup mata Tiara, dan Tiara tidak melihat manik mata Zulfa.
Leo menatap Zulfa, ia bisa merasakan kekuatan sihir yang digunakan wanita itu begitu kuat. Bersyukur saja dia sekarang selalu ada di dekat Tiara, dan dia bisa membuat kejadian yang dulu ada tidak terulang lagi.
“Dengarkan aku, jika dia memintamu untuk menatap matanya, jangan pernah lakukan itu. Dia menggunakan sihir, dan itu semua yang digunakan untuk memperdaya dirimu.”
Tiara hanya mengangguk, ia kemudian membiarkan Leo tetap melakukan hal itu. Sedangkan Zulfa yang merasa dirinya berhasil segera menyeringai.
“Dengarkan aku, Tiara. Kau sekarang budakku, kau bonekaku. Apa kau mengerti?”
“Ya … aku mengerti.”
“Bagus,” balas Tiara.
“Tapi aku berbohong padamu. Siapa kau berani mengatakan Putri ini sebagai b***k? Sunggu tidak tahu diuntung, rakyat jelata tidak berguna.”
Zulfa yang mendengar ucapan Tiara sungguh tak menyangka, ia kemudian kembali menatap tiara, mencari apa yang sebenarnya terjadi. Dalam pandangan Zulfa Tiara menatap matanya, tetapi pada kenyataannya mata Tiara sudah ditutup oleh Leo dengan tangannya.
“Bagaimana bisa?” gumam Zulfa.
Tiara yang mendengar hal itu tertawa. “Kau ingin keluar dengan terhormat, atau diseret oleh pengawal?”
Zulfa segera meninggalkan Tiara, ia keluar dengan rasa kesal yang memuncak. Sedangkan Tiara yang kini hanya sendirian bersama Leo menghela napas.
Leo kemudian menyudahi aksinya. “Dia hanya bisa menggunakan sihir itu padamu. Tapi tidak dengan orang lain.”
“Berarti Ashen juga dengan tulus mencintainya?”
“Kenapa kau masih memikirkan pria itu?”
Tiara hanya diam, dan Leo segera menghilang dari sekitar wanita itu. Entah apa yang Leo lakukan, yang jelas ia sedang berjaga.