Begitu aku berdiri, Serafine langsung merangkul pinggangku. Sambil melambai ke arah mamanya, dia pamit, "Pergi dulu, Ma!" Aku yakin tidak salah lihat. Mamanya memandang Serafine dengan tatapan puas. Entahlah, mungkin aku terlalu banyak berpikir, tapi tatapan mamanya seperti orang yang berkomplot. Aku hanya bisa memaki dalam hati. Di mobil, aku diam saja. Serafine terus mengoceh, kuabaikan. Pikiranku terlalu penuh dengan hal-hal yang baru saja terjadi. Pertemuan dengan Si Peledak Bom memang mengerikan. Cukup sekali saja aku bertemu dengan mamanya Serafine. "Joe, kita nonton aja, yuk? Aku pingin nonton Cinderella." Aku baru mau menolak, tapi Serafine sudah melanjutkan kata-katanya, "Aku punya jatah kencan 6 kali sama kamu, kan? Aku mau pakai satu hari ini." "Sera, Alice sudah tahu ten