Dimana kau selama ini
Bidadari yang ku nanti
Kenapa baru sekarang
Kita dipertemukan
Jay lembut Jocelyn yang tengah duduk pada kursi di hadapannya, seakan tengah berbicara kepada Jocelyn dan mempertanyakan mengapa takdir baru mempertemukan mereka sekarang.
Sesal kan tiada arti
Karna semua tlah terjadi
Kini kau tlah menjalani, du du du du
Sisa hidup dengannya
Mungkin salahku melewatkanmu
Tak mencarimu sepenuh hati
Maafkan aku
Kesedihan terlihat jelas dalam sepasang mata milik lelaki itu. Mungkin, ini semua memang kesalahannya. Jika saja dulu ia mau menunggu Jocelyn lebih lama lagi, mungkin mereka berdua tidak akan terjebak dalam keadaan kini. Jika saja Jay mencari Jocelyn lebih awal, mungkin mereka berdua akan bahagia saat ini. Begitu banyak kata ‘jika’ yang terlintas dalam benaknya.
Kesalahanku melewatkanmu
Hingga kau kini dengan yang lain
Maafkan aku
Jay memejamkan mata. Semua ini terasa tidak benar untuknya, bagai mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Perlahan ia membuka mata dan berharap semua ini akan berakhir. Berharap mereka akan kembali ke masa lalu, saat di mana ia memiliki Jocelyn, kala tidak ada kata ‘orang lain’ di antara mereka. Namun sayang, semua itu hanyalah mimpi belaka karna kenyataan di depan mata meremukan hatinya yang sudah hancur. Kini ada ‘orang lain’ di sisi mereka berdua.
Jika berulang kembali
Kau tak akan terlewati
Segenap hati ku cari, du du du du
Dimana kau berada
Jocelyn tersenyum lirih, matanya terasa panas, sekuat hati ia menahan agar air mata tidak jatuh dan membasahi pipi. Baginya, Jay adalah satu-satunya cinta yang terlewatkan. Mendengarkan senandung Jay membuat Jocelyn merasa sangat bodoh. Jika saja dulu ia memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Jay, mungkin mereka berdua tidak akan terjebak di dalam situasi seperti sekarang.
Walau ku terlambat
Kau tetap yang terhebat
Melihatmu, mendengarmu
Kaulah yang terhebat
(Yang terlewatkan –Sheila on 7)
”I love you, Jo.” Ken berbisik pelan ke telinga Jocelyn, lalu menggenggam tangan Jocelyn dengan erat. Ken mengerti perasaan wanita itu kepada lelaki yang berada di panggung kecil di hadapan mereka. Jika boleh berkata jujur, Ken takut, takut wanita itu akan lebih memilih Jay dan meninggalkannya. Ia tidak siap melepaskan Jocelyn dan tidak akan pernah mampu melepaskan cintanya itu. Anggaplah dirinya lelaki egois, tetapi ia telah menunggu lama untuk bisa mendapatkan hati Jocelyn dan ia tidak ingin kehilangan wanitanya.
Jocelyn tersenyum tipis. “I will learn to love you, Ken.” Jocelyn menyandarkan kepala pada pundak Ken. Ken tersenyum manis dan mengusap puncak kepala Jocelyn, baginya mantra itu sudah lebih dari cukup. Dalam hati kecilnya, ia percaya bahwa suatu saat nanti Jocelyn akan membalas cintanya.
“Duh, romantisnya kalian berdua.” Margareth memandang iri kedua muda-mudi di hadapannya, ia tersenyum lebar melihat kemesraan yang ditunjukkan oleh Jocelyn dan Ken, walau bagi mereka berdua apa yang mereka lakukan itu jauh dari kata mesra.
Jocelyn dan Ken hanya bisa tersenyum manis menanggapi pujian dari Margareth. Jay turun dari panggung setelah bernyanyi untuk para pengunjung café miliknya. Ia berjalan ke arah meja yang ditempati oleh ketiga orang itu.
“Suara kamu bagus,” ujar Margareth, ia melingkarkan tangannya pada lengan Jay begitu lelaki itu duduk di sampingnya, “Kenapa dulu kamu selalu nolak kalau disuruh nyanyi?”
Jocelyn menenggelamkan wajah pada lengan Ken, ia tidak ingin melihat raut wajah Jay. Apalagi ia kehilangan seluruh oksigen yang dibutuhkannya, hinnga dirinya tidak dapat bernafas saat ini. Hatinya pedih saat melihat lelaki itu bermesraan dengan wanita lain. Belum cukupkah kamu menghancurkan hatiku?
“Karena menyanyi mengingatkanku pada seseorang yang ingin kulupakan,” ujar Jay sembari menatap tajam Jocelyn. Ia tidak suka melihat Jocelyn bergelayut manja di lengan lelaki lain selain dirinya, ia seakan kehilangan akal sehat saat melihat kemesraan kedua orang itu. Sungguh, hatinya pesih bukan main, hingga menyebabkan dadanya sesak. Ia tidak tahu mengapa mereka harus saling menyakiti seperti saat ini? Tidak tahu mengapa harus ada kata terlambat di antara mereka? Walaupun saat ini ia memiliki Margareth di sisi, tetapi hatinya masih dimiliki penuh oleh Jocelyn.
“Siapa?” Margareth berkata dengan nada tidak suka.
Jay tersenyum tipis. “Seseorang yang udah tidak penting lagi. Mari kita makan.”
Hati Jocelyn sakit saat mendengarkan perkataan lelaki itu, ia tidak tahu kemana perginya Jay yang hangat dan mencintainya. Kini yang berada di hadapannya adalah Jay yang dingin dan selalu menyakitinya dengan kata-kata setajam pisau.
“Aku permisi ke toilet dulu ya. Silahkan dilanjutkan makannya.” Jocelyn berusaha tersenyum semanis mungkin, sedang Ken menatapnya khawatir, “I’m okay, Ken.” Jocelyn berbisik pelan ke telinga lelaki itu, lalu mengecup pipi Ken sekilas.
“Mau gue anter?” Ken bertanya kepada Jocelyn, Jocelyn menggeleng pelan dan tersenyum menenangkan. Tanpa mereka sadari, Jay menatap keduanya tajam. Ingin rasanya Jay menarik Jocelyn dan pergi meninggalkan tempat itu, namun ia seakan kehilangan haknya.
Jay tidak menyangka bahwa ajakan double date yang direncanakannya malah membuatnya tersakiti dengan pemandangan yang tidak ingin ia saksikan. Semula, ia ingin melihat apakah wanita itu benar-benar tidak memiliki perasaan sedikitpun untuknya, dan setelah menjalani setengah hari bersama dengan mereka berdua, Jay tidak dapat membaca tatapan mata Jocelyn kepada Ken, tetapi sadar bahwa dirinya sudah terlambat. Jocelyn adalah cinta yang terlewatkan olehnya. Ia marah pada dirinya sendiri karena tidak sabar menunggu lebih lama lagi. Marah kepada takdir yang telah seenaknya mempertemukan mereka dengan keadaan seperti sekarang. Ia tahu bahwa tidak ada peraturan dalam percintaan dan ia akan melanggar peraturan apa pun untuk mendapatkan Jocelyn kembali. Walau kini Jocelyn mencintai lelaki bernama Ken itu, Jay akan melakukan apa pun untuk mendapatkan wanita. Karena ia sudah muak melihat wanita itu bermesraan bersama dengan lelaki lain.
“Aku mau ke toilet sebentar. Kalian lanjutkan aja makannya,” ujar Jay sembari berdiri meninggalkan meja.