Rasa Konyol

1039 Kata
Semenit kemudian, Jocelyn terpaku di ambang pintu toilet saat melihat Jay berdiri di hadapannya. Lelaki itu menatapnya intens tanpa berkata-kata, sama halnya di saat pertemuan mereka di rumah orang tua Jay, lelaki itu tidak banyak berkata-kata, lelaki itu bahkan tidak menceritakan apa pun yang telah dilaluinya selama sembilan tahun perpisahan mereka. “Ada apa, Kak?” Jocelyn memecahkan keheningan di antara mereka. Ia berjalan ke arah Jay dan berdiri di samping lelaki itu, ia berusaha terlihat sedatar mungkin, mencoba menutupi semua perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya. Berada di dekat Jay selalu membuat jantungnya tidak dapat berdetak normal. Jay tersenyum tipis. “Sampai kapan kita harus seperti ini?” Jocelyn menautkan kedua alisnya. “Maksudnya?” Jay menarik nafas panjang dan menghembuskannya. “Sampai kapan kita harus saling menyakiti? Sampai kapan rasa ini harus kita sembunyikan?”  Jay mencengkram kedua lengan Jocelyn dan menatap ke dalam manik mata wanita itu. Jocelyn terkejut dengan aksi Jay yang jauh dari kata lembut. “Lepasin, Kak!” “Nggak bakalan, sebelum kamu jawab pertanyaan aku. Sampai kapan kita harus seperti ini Jo? Tolong beritahu aku sampai kapan aku harus menahan rasa sakit ini?” Jocelyn terdiam dan menunduk. Ia tidak tahu jawaban dari pertanyaan Jay, ia bahkan tidak mengerti dengan hatinya sendiri. Jauh di lubuk hatinya cinta itu hanya untuk Jay, tetapi di satu pihak ia tidak bisa meninggalkan Ken. Apa yang mereka lalui selama ini tidak memungkinkan mereka untuk bersatu. Jay mengeraskan rahang, kesabarannya sudah habis saat ini. Dirinya bukanlah termasuk pria sabar. Ia hanyalah pria egois yang selalu menginginkan cinta dari wanitanya itu. “Tatap mataku, Jo!” Jay mengarahkan wajah Jocelyn untuk melihat ke arahnya. Pandangan mata mereka saling bertemu, “Katakan padaku kalau kamu nggak mencintaiku. Cinta itu nggak pernah ada untukku dan aku nggak perlu menunggu apa pun, karena di dalam hatimu nggak pernah ada namaku. Katakan, Jo!” Jay menguncangkan pundak Jocelyn. Air mata berhasil lolos begitu saja dari kedua mata Jocelyn, ia tidak bisa mengatakan semua itu, karena pada kenyataan semua yang dirasakannya adalah kebalikan dari semua perkataan Jay. Ia sangat mencintai Jay, walau tahu semuanya telah terlambat bagi mereka berdua. “Kak ... aku ...” Jocelyn berkata terbata-bata, ia tidak dapat melanjutkan perkataannya. Pada dasarnya, tidak ada perkataan yang dapat mengungkapkan rasa yang memenuhi hatinya. “Kamu mencintaiku bukan Jo? Kamu pasti mencintaiku. Aku mencintaimu, Jo. Dari dulu hingga saat ini, hanya ada kamu di dalam hatiku.” Jay memeluk erat tubuh Jocelyn, tubuh yang tidak berani untuk ia dekap saat pertemuan pertama mereka karena takut memeluk tubuh itu. Ia takut menunjukkan cinta dan rindunya pada wanita itu, tetapi saat ini ia tidak ingin membiarkan rasa takut itu menghalanginya lagi. Melihat semua kekalahannya selama beberapa hari pertemuan mereka, membuatnya sadar bahwa ia tidak bisa kehilangan Jocleyn. Ia menginginkan wanita itu dari dulu hingga saat ini. Cintanya tidak pernah berubah sedikitpun, hanya ada nama wanita itu di dalam hatinya hingga saat ini. “Hentikan ini, Kak!” Jocelyn mendorong tubuh Jay kasar. Jay tersenyum sinis. “Hentikan apa, Jo? Aku nggak bisa menahan perasaanku lagi!” Jocelyn menangis tersedu-sedu. “Aku mohon, Kak. Semuanya sudah terlambat dan nggak ada gunanya jika aku mengatakan cinta saat ini. Semuanya udah berakhir.” “Nggak ada kata terlambat, Jo. Margareth bukan siapa-siapa untukku, dan kamu bisa melepaskan Ken, lalu kita bisa bersama lagi.” Jocelyn menatap Jay sedu. Semua itu tidak semudah seperti yang Jay kataka. Ia tidak bisa meninggalkan Ken karena telah mengikat janji untuk selalu bersama dengan lelaki itu, ia tidak bisa meninggalkan Ken untuk kebahagiannya semata.  ”Maafkan aku, Kak,” ujar Jocelyn lirih. Jay tersenyum sinis. “Katakan bahwa kamu nggak mencintaiku!”   Jocelyn menunduk, mencoba menyembunyikan rasa yang bergejolak. “Aku nggak mencintaimu, Kak. Tidak pernah ada cinta untukmu dan nggak pernah ada namamu di dalam hatiku.” Jay tersenyum miris, hatinya seakan diremas. Ia tahu perkataan bisa saja bohong, tetapi tatapan mata dan gerakkan tubuh tidak. Ia tahu wanitanya itu berbohong.  Jay memegang dagu Jocelyn dan mengarahkan wajah wanita itu ke arahnya. “Kamu nggak pintar berbohong, Jo,” Jay mendekatkan bibirnya pada telinga Jocelyn, “Kamu mencintaiku!” Jay menatap ke dalam manik mata Jocelyn. Jocelyn menatap lurus ke depan, berusaha mengalihkan tatapannya dari lelaki itu. Jocelyn tahu cinta itu ada dan cinta telah tumbuh dengan baik di dalam hatinya. Ia menginginkan Jay sebagaimana lelaki itu menginginkannya. Namun sayang, kenyataan tak semudah pemikirannya. Jay mempertipis jarak di antara wajah mereka, lalu menangkup wajah Jocelyn dengan kedua tangan. Tanpa aba-aba, Tony melumat bibir mungil itu dengan rakus. Jocelyn meronta di dalam ciuman mereka, merasa penolakannya tidak berarti Jocelyn hanya bisa terdiam dan mencoba mengatur debaran jatungnya yang tidak dapat berdetak dengan normal. Hatinya seakan tahu siapa pemilik sebenarnya. “Baik, jika itu maumu Jo!” Jay memeluk erat tubuh Jocelyn. “Kak.” Jocelyn berkata lirih. Jay melepaskan pelukan mereka dan menatap Jocelyn tajam. “Aku akan menantangmu, Jo. Menikah dengan lelaki itu, kita akan menikah pada hari yang sama, dan kita akan hidup dengan pasangan yang tidak kita cintai. Kita akan saling menyakiti mulai saat ini. Kamu mau aku menjadi kejam, bukan? Aku akan mengabulkan keinginanmu.” Jocelyn melebarkan kedua mata dan menatap Jay dengan tidak percaya. “Kak, jangan lakukan ini.” “Jika kamu nggak mencintaiku, maka semua ini bukanlah masalah besar bagimu, ‘kan?” Jay mencengkran kedua pundak Jocelyn. “Kita lihat sampai kapan kita akan berhenti menyakiti dan sampai kapan kamu sanggup menyembunyikan perasaanmu? Dalam lima bulan ke depan kita harus sudah menikah, Jo. Kita akan lihat sampai mana perasaan ini membunuh kita berdua. Jika kamu belum menikah dengannya lima bulan ke depan, maka aku akan memaksamu meninggalkan lelaki itu dan menikah denganku!” Jay berlalu dan meninggalkan Jocelyn yang masih berdiri terpaku pada tempatnya. Jocelyn merasa sesak di dadanya, tubuhnya bergetar hebat saat mendengarkan tantangan dari Jay itu. Nggak, kita nggak bisa begini, Kak. Jangan lakukan ini padaku, Kak. Air mata kembali membasahi pipinya. Ia tidak bisa menikah dengan Ken dan tidak bisa membiarkan Jay menikah dengan Margareth. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Sebutlah dirinya egois. Terkadang di dalam percintaan, seseorang tidak dapat mengontrol perasaannya. Banyak dari antara pecinta yang menjadi egois demi cinta mereka. Kita akan lihat, Jo. Sampai kapan kamu mau menyangkal perasaanmu dan sampai kapan kamu mau kita saling menyakiti? Aku terlalu bodoh karena sudah melepaskanmu, tetapi dengan cara seperti ini aku bisa mendapatkanmu kembali. Saat hati sudah menentukan pilihannya, maka tidak akan ada apa pun atau siapapun yang dapat mengubah pilihan hati. Jay larut dalam pikirannya dan tidak membalikkan tubuhnya untuk menatap Jocelyn yang tengah menangis memandangi punggungnya. Kini, dua orang yang saling mencintai itu harus saling menyakiti, hanya demi hati yang tak lagi utuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN