“Jadi gimana kuliahmu di Paris, Sayang? Mama pernah melihatmu di majalah fashion, kamu sudah mengadakan fashion show di Paris dan karyamu menjadi salah satu hot topic di Eropa maupun Asia. Kamu hebat, Sayang!” Cora tersenyum lebar ke arah Jocelyn yang sedari tadi mendadak menjadi seorang pendiam yang sibuk dengan makanan di hadapannya.
“Baik, Ma. Aku lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Iya, itu acara fashion show pertamaku dan semuanya berjalan dengan sangat baik.” Jocelyn tersenyum manis.
“Mama senang mendengarnya, jadi apa kamu akan menjadi seorang designer di sini? Apa kamu akan menetap di Jakarta, Sayang? Menetaplah di Jakarta. Temani Mama dan Mamamu, kami sudah tua, Sayang.” Cora menghujani Jocelyn dengan begitu banya pertanyaan dan menatap wanita itu dengan tatapan memelas.
“Aku akan kembali ke Paris, Ma. Aku sudah mengirimkan lamaran ke sebuah perusahaan fashion terbesar di sana,” dusta Jocelyn. Ia tidak ingin menetap di kota yang sama dengan Jay. Ia tidak sanggup untuk menahan perasaannya, ia tidak akan sanggup untuk terus berada di dekat lelaki itu, ia takut suatu hari nanti pertahanannya runtuh dan akhirnya ia akan semakin tersakiti dengan perasaannya sendiri.
Dari seberangnya Jay menatap Jocelyn dengan intens dan menikmati pembicaraan wanitanya itu dengan ibunya. Ada rasa kecewa di dalam hatinya saat mendengarkan rencana wanita itu yang tidak ingin menetap di Jakarta.
“Bagaimana denganmu, Jay?” Angel menatap lembut ke arah Jay.
“Aku dan teman-teman kuliahku membangun perusahaan kontraktor di Inggris dan perusahaan itu sudah cukup maju saat ini. Kami akan membuat cabang di Jakarta dan aku akan mengurus anak cabang kami itu di Jakarta, jadi aku akan menetap di sini.”
“Wow … luar biasa anak muda yang satu ini.” Jhon menepuk pundak pelan Jay dan tersenyum bangga, “Tampaknya Perusahaan Tony punya pesaing berat.”
Tony terkekeh pelan.” Aku selalu siap dengan yang namanya persaingan.”
Mereka semua tertawa, bahagia, kecuali Jocelyn. Ia hanya bisa tersenyum tipis mendengarkan kabar lelaki itu, walau sesungguhnya hatinya bahagia. Selama sembilan tahun tidak mengetahui apa pun tentang lelaki dan kini bisa mencari tahu apa yang telah ia lewatkan dari kehidupan lelaki itu membuatnya gembira. Ia ingin mendengarkan banyak hal tentang lelaki itu, ingin mengetahui peristiwa apa saja yang dialami oleh lelaki itu selama sembilan tahun ini. Rasanya ia ingin menarik Jay dan mengintrogasinya saat ini juga, tetapi ia tidak mungkin melakukan semua itu. Ada jarak tak kasat mata yang telah memisahkan mereka. Saat ini mereka bukanlah dua orang yang saling mengenal, melainkan dua orang asing.
Mereka semua menyantap makanan di hadapan mereka dengan bahagia, sesekali makan malam mereka itu dihiasi oleh canda tawa. Sesekali Jocelyn mencuri pandang ke arah Jay, begitupun sebaliknya, Jay sesekali mencuri pandang ke arah Jocelyn. Jocelyn memegang d**a dan merasakan detak jantungnya yang berdetak dengan irama yang tidak beraturan. Baginya, Jay tampak dingin dan tidak sehangat dulu lagi. Jay yang sekarang ibarat gunung es yang tak dapat disentuh. Jocelyn tersenyum lirih sembari menikmati wajah tampan lelaki yang sangat dirindukannya.
Mereka hanya berjarak beberapa meter, tetapi mereka merasa seakan ada jarak tak kasat mata yang telah memisahkan mereka. Jay menatap Jocelyn yang tengah tersenyum manis ke arah Cora. Inikah yang disebut cinta tanpa bisa memiliki? walaupun wanita itu berada di hadapannya, tetapi tangannya tak akan pernah bisa menggapai bayangan wanita itu. Cinta yang tak bisa memiliki ini terasa begitu menyiksa, dadanya terasa begitu sesak saat menyadari bahwa tangannya tidak akan pernah bisa untuk menggapai Jocelyn. Wanita itu sudah berdiri di atas puncak gunung yang takkan bisa untuk ia gapai.
***
“Jocelyn Enid, silahkan bernyanyi untuk kami.” Tony menatap Jocelyn dengan mata yang berbinar-binar, Angel, Jhon dan Cora turut menatap Jocelyn dengan tatapan penuh harap.
“Nyanyi, Pa? Nyanyi apa?” Jocelyn mengerutkan keningnya.
“Apa aja, Sayang,” ujar Cora, “Bukannya dulu kalau kumpul-kumpul gini kamu suka bermain gitar dan bernyanyi untuk kami semua? Mama rindu masa itu, Sayang.” Cora melanjutkan perkataannya. Jocelyn tersenyum manis dan mengangguk.
“Jay, ambilkan gitar untuk Jo.” Tony meminta Jay untuk mengambilkan gitar untuk Jocelyn. Tidak lama lelaki itu pergi, ia kembali membawa gitar, lalu mengulurkannya kepada Jocelyn. Jocelyn menerima gitar pemberian Jay dan mengucapkan terima kasih sembari tersenyum manis. Saat tangan mereka tidak sengaja bersentuhan, Jocelyn dapat merasakan perasaan yang aneh di dalam hatinya, sedangkan Jay tampak tak acuh, seakan ia tidak merasakan getaran yang sama. Jay kembali duduk di kursinya dan mulai memperhatikan Jocelyn yang akan memulai penampilannya. Ia merindukan saat-saat seperti ini, tak bisa ia pungkiri lagi bahwa ia merindukan Jocelyn, sangat merindukan wanitanya itu.
Jocelyn mengusap gitar tua itu dengan lembut. Gitar itu menyimpan banyak kenangan antara dirinya dengan Jay, gitar itu selalu menemaninya bersenandung, gitar yang selalu digunakan Jay untuk bersenandung kata hatinya kepada Jocelyn. Gitar yang selama ini menjadi saksi bisu akan cinta kedua anak manusia itu.
Jocelyn tersenyum kepada semua orang di hadapannya, perlahan jemari lentiknya mulai memetik senar gitar yang berada di pangkuannya. Alunan musik mulai memenuhi indera pendengaran semua orang yang berada di tempat itu.
Sendiri, sendiri ku diam, diam dan merenung
Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi
Pergi tuk menjauh, menjauh darimu
Darimu yang mulai berhenti
Berhenti mencoba, mencoba bertahan
Bertahan untuk terus bersamaku
Pandangan mata Jocelyn bertemu dengan pandangan mata Jay, ia tidak melepaskan pandangan matanya dari Jay, seakan ingin memberitahu lelaki itu bahwa lagu ini adalah kata hatinya untuk lelaki itu.
Ku berlari kau terdiam
Ku menangis kau tersenyum
Ku berduka kau bahagia
Ku pergi kau kembali
Ku coba meraih mimpi
Kau coba, tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Jay tersenyum miris, lagu itu benar-benar cocok untuk mereka. Selama ini Jay selalu mengejar Jocelyn dan wanita itu hanya terdiam tanpa membalas perasaannya. Mereka tidak akan pernah bisa bersatu. Baginya, Jocelyn tidak akan pernah bisa memiliki perasaan yang sama dengannya. Cintanya tidak pernah berbalas.
Bayangkan... bayangkan ku hilang, hilang tak kembali
Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta
Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti
Berarti untuk ku rindukan
Jocelyn menatap Jay dengan sendu, ia sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana jika suatu hari nanti Jay menghilang dan tak kembali. Bagaimana jika suatu hari nanti bahkan bayangan lelaki itu pun tidak dapat ia temukan. Tetapi mungkin saat ini ia yang akan menghilang dari hidup lelaki itu, ia akan menghilang dan tak kembali lagi untuk mempertanyakan cinta lelaki itu kepadanya. Cinta yang mungkin sudah tak memiliki arti apapun di dalam hati lelaki itu.
Ku berlari kau terdiam
Ku menangis kau tersenyum
Ku berduka kau bahagia
Ku pergi kau kembali
Ku coba meraih mimpi
Kau coba, tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Ini harusnya kita coba saling melupakan
Lupakan, lupakan kita pernah saling bersama
(Harus terpisah- Cakra Khan)
Jocelyn memejamkan matanya, ia seakan menguatkan hatinya untuk mencoba saling melupakan. Melupakan kenangan mereka selama ini, melupakan bahwa selama ini mereka selalu bersama. Ia ingin menguatkan hatinya untuk melupakan Jay karena sampai kapanpun mereka adalah dua orang yang harus terpisah, selamanya mereka adalah dua orang yang tidak mungkin untuk bersama.
“Kok lagunya sedih, Sayang? Jika saling mencintai mengapa harus terpisah?” Cora bertanya dengan lirih sembari menatap Jocelyn dengan sendu.
“Itu cuma lagu, Ma,” ujar Jocelyn sembari tersenyum manis.
Karena nggak semua orang yang saling mencintai dapat bersama, Ma. Apalagi jarak dan waktu yang selama ini telah memisahkan kami, membuat cinta itu tidak akan pernah mungkin untuk bersatu kembali' Jocelyn menatap Jay sendu.