Jay tersenyum tipis mendengarkan persetujuan Margareth, rencananya berhasil, mulai saat ini ia akan mulai menyakiti Jocelyn sebagaimana wanita itu menyakitinya. Ia mungkin tidak bisa mendapatkan Jocelyn dengan cara baik-baik, ia akan mencoba cara ini untuk mendapatkan Jocelyn kembali, ia akan membuat Jocelyn sadar bahwa hanya Jay lah yang dicintainya, ia akan membuat wanita itu sadar bahwa hanya Jay lah yang akan mencintainya dengan tulus dan membahagiakannya, ia akan membuat Jocelyn sadar bahwa Jocelyn terlahir ke dunia ini hanya untuk Jay seorang.
***
Jay dan Jocelyn saling berpandangan dalam diam, pandangan mata mereka terkunci seakan dunia mereka hening dan tidak berpenghuni, menyisakan mereka berdua di dunia yang besar ini.
“Jadi kalian berdua akan segera menikah?” Jhon mencairkan suasana hening di sekitarnya.
Jay tersenyum manis, “Iya pa, aku akan menikah dengan Margareth dan Jo akan menikah dengan Ken. Aku ingin kami bertunangan secara bersamaan, buat satu pesta pertunangan untuk kami berdua.”
Cora menggenggam tangan Angel dengan erat, mereka saling menguatkan saat ini. Kedua ibu itu tahu ada cinta di antara kedua anak mereka, tapi Angel dan Cora tidak mengerti mengapa kedua insan yang saling mencintai itu lebih memilih untuk saling menjauh dan menyakiti.
“Apa tidak dipikirkan dulu Jay? Menikah itu bukanlah sebuah permainan yang bisa kamu akhiri jika kamu sudah mulai jenuh,” ujar Tony, ia menatap puteranya dengan frustasi.
“Ma... Pa... Jo mengerti arti sebuah pernikahan, Jo ingin menikah dengan Ken, Jo sayang sama Ken dan Jo nggak mau menikah dengan lelaki lain selain Ken,” ujar Jocelyn dengan lirih.
Tony dan Jhon menghembuskan nafas gusar secara bersamaan. Mereka saling berpandangan, mereka tidak mengerti mengapa kedua anak mereka bisa saling menyakiti seperti sekarang ini.
“Kami para orang tua tidak bisa menolak lagi, walau bagaimanapun ini adalah hidup kalian, kalian yang berhak menentukan pilihan yang tepat untuk hidup kalian masing-masing, papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian,” Jhon tersenyum tipis.
“Pesta pertunangan kalian nanti diadakan di hotel papa saja, di hari yang sama dan tempat yang sama seperti yang kalian inginkan,” ujar Tony dengan lirih.
Para istri Jhon dan Tony hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan saling berpandangan dengan sedih. Mereka tidak bisa melakukan apapun saat ini, ego kedua anak mereka terlalu besar sehingga rasa ego itu telah mengalahkan rasa cinta yang menghiasi hati mereka. Sebagai orang tua, mereka hanya bisa mendukung keputusan putera-puteri mereka dan berharap pilihan mereka adalah yang terbaik.
***
“Duduk sini Jo,” ujar Jay sembari menepuk-nepuk bagian kosong bangku taman di sampingnya. Jocelyn dengan ragu duduk di samping Jay.
Berada di dekat lelaki itu cukup membuatnya susah bernafas, jantungnya berdebar dengan kencang dan hatinya menjadi tidak tenang.
“Kamu menerima tantanganku Jo,” ujar Jay dengan sarkastis, “Jadi kamu lebih memilih menikah dengan lelaki yang tidak kamu cintai itu, kamu lebih memilih untuk kita saling menyakiti.” Jay tersenyum sinis.
Jocelyn menatap Jay dengan sedih. Ia sedih karena waktu dengan seenaknya telah merubah hubungan mereka menjadi seburuk ini, ia sedih karena ia lebih memilih egonya daripada cintanya untuk Jay, ia sedih karena tanpa ia sadari ia tidak akan pernah bisa mencintai lelaki lain sebagaimana ia mencintai Jay.
“Hentikan semua ini kak, aku menikah bukan karena aku menerima tantanganmu.”
Jay terkekeh pelan, “Lalu untuk apa? Untuk membuktikan bahwa kamu tidak mencintaiku? Jika itu tujuanmu, maaf kamu gagal membuktikan itu, sampai kapanpun aku tahu bahwa hanya akulah yang kamu cintai Jo.”
“Kamu berubah kak!”
Jay tersenyum sinis.”Semua ini berkatmu Jo.”
Jocelyn merasakan matanya yang memanas. Sekuat hati ia menahan air matanya, ia tidak tahu mengapa ia berubah menjadi seorang wanita lemah dan cenggeng. “Kak... Maafkan aku kak... Aku mohon jangan sejahat ini padaku,” ujar Jocelyn dengan lirih.
“Aku tidak akan seperti ini jika saja kamu mau jujur padaku Jo, aku tidak akan seperti ini jika saja kamu menerimaku, aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkanmu jika saja kamu tidak terus menyakitiku dengan semua perkataanmu, kamu yang membuatku seperti ini Jo.” Jay berkata dengan sarkastis, ia menatap Jocelyn dengan tajam.
Jocelyn menundukkan wajahnya, ia tidak kuasa menatap mata yang penuh amarah itu. “Maaf...” Hanya satu kata itu yang mampu keluar dari mulutnya.
“Maaf tidak akan pernah cukup, Jocelyn Enid.” Jay menangkup wajah Jocelyn dengan kedua tangannya, ia menatap ke dalam manik mata Jocelyn, hatinya sesak dan sakit karena telah membuat wanita yang dicintainya untuk bersedih, tetapi ia tidak boleh lemah saat ini, ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan Jocelyn.
“Kak... aku merindukanmu yang dulu,” Jocelyn tersenyum lirih, “Andai aku bisa memutar balikkan waktu, aku tidak akan membiarkan waktu merubahmu kak.” Jocelyn menatap Jay dengan sedu.
Jay melepaskan tangannya dari wajah Jocelyn. “Kamu tahu Jo?cinta itu dapat membuat seseorang menjadi gila, cinta itu benar-benar tak ada logika, dan lebih gilanya lagi, sampai saat ini cinta itu masih tersimpan baik untukmu Jo,” ujar Jay dengan lembut.
Air mata Jocelyn mengalir begitu saja saat ia mendengarkan perkataan Jay, semarah apapun lelaki itu padanya, tetapi lelaki itu tidak pernah mengatakan benci padanya. Lelaki itu selalu mengatakan kata cinta untuknya, walaupun saat ini lelaki itu tidak mengucapkan cinta dengan cara yang romantis dan lembut, tetapi bagi Jocelyn terlihat jelas ketulusan cinta dari mata lelaki di hadapannya.
“Lupakan aku kak...” Jocelyn hendak berdiri dan meninggalkan Jay, gerakannya terhenti oleh tangan Jay yang mencegah kepergiannya. Jay menarik Jocelyn dan menipiskan jarak antara wajahnya dengan wajah wanitanya itu. Ia melumat bibir Jocelyn dengan lembut dan ciuman itu membuat Jantung Jocelyn berdebar tak menentu, jantungnya bahkan terasa ingin lepas dari tempatnya.
Jay melepaskan ciuman mereka dan menatap ke dalam manik mata Jocelyn. “Melupakanmu tidak semudah membalikkan telapak tangan Jo. Aku sudah mencoba melupakanmu, tetapi cinta itu tak kunjung pergi dari hatiku. Jika kamu ingin kita saling menyakiti di atas nama cinta, maka aku akan melakukannya. Biarlah cinta yang biasanya indah itu terasa menyakitkan bagi kita berdua. Pada akhirnya kamu akan tahu bahwa hanya akulah yang ditakdirkan untukmu.” Jay berkata dengan lirih, Jocelyn menepis tangan Jay dengan kasar dan berlari pelan meninggalkan Jay yang masih duduk terpaku pada tempatnya.