"Udah-udah... ayo makan malam sama-sama, baru bicara lagi." Ucap ibu Ila yang sampai saat itu belum tahu nama dari calon suami Ila. Ke empatnya pun makan malam sama-sama. Hingga usai dan ayah Ila memgajak anak serta calon menantunya menuju ke ruang keluarga. Sembari menikmati acar televisi malam itu. Sedangkan ibu Ila tengah memotong buah melon kesukaan sang putri. Ibu membawa buah yang sudah di potong itu ke meja ruang keluarga.
"Ayo, silahkan nak dinikmati buah yang ibu potong. Ini adalah buah kesukaan Ila. Dan... ibu selalu membelinya ketika Ila pulang. Dan... terakhir dia pulang adalah tiga bulan yang lalu." Ucap ibu Ila pada calon menantunya. Samudra pun segera mengambil irisan itu dengan garpu kue kecil yang sudah di siapkan di tempatnya. Sembari menikmati buah dan acara televisi. Ayah mulai bertanya pada lelaki yang saat itu tengah duduk di samping sang putri, namun tidak begitu dekat.
"Kamu namanya siapa?" tanya ayah Ila. Yang seketika membuat Samudra terkejut.
"Akh, ayah, ibu, maaf... Mudra belum mengenalkan diri dengan benar. Perkenalkan nama saya Samudra. Saya anak sebatang kara dari seorang ibu tunggal. Pekerjaan saya biasa saja, dan ibu saja pemilik butik di Kota temoat tinggalnya. Saya berada di Kota berbeda dari bunda saya." Ucap Samudra jujur pada kedua orang tua Ila. Membuat ayah dan ibu Ila terbengong sesaat. Karena lelaki itu sudah mengatakan panjang lebar melebihi apa yang kedua orang tua Ila inginkan.
"Nak Samudra!" ucap ibu Ila. Membuat lelaki itu menatap kearah ibu.
"Nak, apa Ila mengancam mu? akh... atau mungkin... dia membayarmu? persis seperti yang ada di film dan cerita n****+ yang sering ia baca? pasti nggak! ibu yakin... dia nggak akan mampu bayar kamu. Atau jangan-jangan.dia bayar pakai..." ucap ibu Ila sembari menatap kearah sang anak gadisnya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Membuat Ila melongo sembari bersuara.
"Ibu! apa-apaan sih?" dengus kesal Ila disana.
"Nak! bilang ke ibu dan ayah! apa kamu sudah hamil duluan?" tanya ibu yang membuat Ila kianerasa ingin mengeluarkan suara kerasnya. Namun seketika itu juga Samudra meraih salah satu jemari gadis itu dan menggenggamnya. Seakan memberi tahu gadis itu agar memberi giliran bicara padanya. Ila pun hanya bisa menolehbdan menatap Samudra sekilas saja. Lalu mendengus.
"Saya tidak menjadi suami Ila karena bayaran. Dan saya juga tidak menghamili Ila. Jangankan menghamili dia. Menyentuhpun saya tidak lebih dari genggaman tangan. Benar Ila sudah pindah ke rumah saya. Tetapi kita tidur di kamar yang terpisah. Tidak bersama. Dan kami secara sadar untuk melakukan pernikahan ini." Ucap Samudra dengan penjabarannya.
"Ibu... ayah... memang pertama kalinya aku menyetujui menikah dengan mas Mudra karena tidak ingin membuat ayah dan ibu kecewa. Apa lagi sampai ayah dan ibu kena hujat semua anggota keluarga ayah. Ila tahu mereka seakan mengolok jika ada sesuatu yang menyedihkan di keluarga ini. Ila nggak mau ayah, ibu, tapi... setelah tinggal dengan mas Mudra... Ila perlahan jadi menyukainya beneran. Jadi... bukankan semuanya menjadi mudah?" ucap Ila yang seketika membuat Samudra menatap wajah cantik di sampingnya itu. Bahwa Samudra jelas tahu. Dibalik wajah yang sumringah berseri dan menampakkan binar kebahagiaan itu terdapat sosok yang setiap malam menangis terisak tanpa suara.
"Baiklah nak, ibu setuju. Ayah kamu pasti juga. Dan apa nak Mudra tahu jika pernikahan yang akan kalian laksanakan itu dua minggu lagi?" tanya ibu Ila pada keduanya. Dan Ila serta Samudra mengangguk mengerti.
"Lalu... apakah kamu sudah memperkenalkan Ila demgan keluargamu? apa tanggapan mereka?" tanya ibu Ila pada Samudra. lelaki itu menggeleng.
"Belum bu, tapi Mudra sudah bisa memastikan jika bunda pasti akan setuju." Ucap Samudra pada kedua calon mertuanya.
"Berarti... kalian akan menginap disini selama dua hari kan? Ila kemarin memberi tahu ibu begitu. Apa kalian punya rencana lain?" tanya Ibu Ila pada keduanya. Dan Samudra serta Ila hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Berarti... Mudra malam ini tidur di sofa ya?" ucap Ibu Ila lagi. Dan Samudra segera mengangguk sebagai jawabannya.
"Iya bu, Saya bisa tidur di mana saja." Ucap lelaki itu lagi. Ayah Ila malam itu tidak bertanya banyak. Ia sangat bersyukur Ila mendapatkan lelaki baik di titik terendahnya saat gadis itu di tinggal Tunangannya. Bahkan ayah Ila mengutuk mantan tunangan putrinya karena hanya memuruskan hubungan melalui telpon. Tidak ada iktikad baik dari keluarga mereka untum menjelaskan apa masalahnya.
"Yaudah... biar mereka istirahat bu... ayo kita istirahat juga." Ucap ayah dengan senyum ramahnya pada anak.gadis serta calon menantunya. Akhirnya ayah dan ibu Ila pun masuk.kedalam kamar. Sengaja Samudra masih duduk disana dengan menyaksikan acara berita malam. Sedangkan lampu terang di setiap ruangan sudah di matikan dan tinggal lampu duduk yang ada di atas meja dan lampu tempel kuning di beberapa tempat sebagai penerang ruangan. Nampak Ila datang kearah Samudra dengan membawa selimut tebal yang terlipat di tangannya. Serta satu bantal besar yang ada diatas selimut tersebut. Ila membawanya dengan kedua tangan. Dan saat ia sudah sampai di dekat sofa yang Mudra duduki. Salah satu kakinya terantuk kaki meja. Sontak gadis itu pun terjungkal kedepan dengan tubuh yang menekan dan menghimpit Samudra pada tepian sofa. Sedangkan selimut dan bantal yang di bawanya terjatuh berserakan di lantai.
"Cup." Kecupan ringan di bibir Samudra karena ciuman Ila yang tidak sengaja, tidak bisa Damudra hindari. Mata keduanya saling menatap satu sama lain. Membuat Ila membelalakan kedua matanya disana. Namun saat Ila akan beringsut dari tempatnya, Samudra segera meraih punggung gadis itu dan menahannya.
"Apa kamu sengaja menggodaku?" bisik lelaki itu tepat di depan bibir Ila. Hanya berjarak tiga centi saja bibir keduanya saling bersentuhan. Ila menggeleng sebagai jawabannya. Karena memang ia tidak sengaja.
"Tapi aku sudah tergoda. Dan kamu harus bertanggung jawab." Ucap lelaki itu lagi. Dan saat Ila membuka bibirnya akan bersuara. Samudra sudah mengalihkan salah satu tangannya dan menekan tengkuk gadis itu. Membuat kepala Ila tidak bisa bergerak dari sana. Samudra pun meraih bibir di depannya dan mengecup ujung bibir bagian bawah gadis itu yang sudah terbuka. Kecupan lembutnya membuat Ila seakan ingin merasakannya lagi. Dan Samudra segera tahu akan hal itu. Hingga lelaki itu pun melanjutkan kecupannya. Kecupan demi kecupan lelaki itu daratkan sampai menggiring bibir Ila untuk meminta lebih. Dan akhirnya keduanya saling membalas ciuman. Pagutan demi pagutan. Seolah Ila ingin merasakan lebih lagi. Dan berakhir dengan satu jari telunjuk Samudra yang menghalangi disela bibirnya dan bibir Ila. Senyum lelaki itu tersungging yang seketika menghilangkan buaian yang masih Ila rasakan di ujung bibirnya. Mudra bisa merasakan jika bibir Ila yang menempel pada satu jarinya itu nampak masih bergetar halus saat itu.