Varrel terdiam dengan pertanyaan Rasha, haruskah dia menjelaskan siapa dirinya dan kaitannya dengan Lev organisasi yang selama ini dia cari.
Rasha semakin curiga dengan ekspresi Varrel, dia meyakini pasti ada hal yang dia sembunyikan dan jika seorang Varrel mengetahui urusan Lev itu artinya dia pernah terlibat dalam urusan organisasi yang sejenis.
“Apa kamu juga berkutat dengan bisnis yang sama?” tanya Rasha penuh curiga.
Varrel diam menatap Rasha sambil menelan ludah.
“Apa maksudmu bisnis yang sama?” tanya Varrel balik.
Rasha berdecak, “Tak banyak orang yang tahu soal Lev, terutama orang luar seperti dirimu dan itu cukup mencurigakan, kecuali jika kamu terlibat dalam urusan yang sama dengan mereka.”
Varrel tak bisa berkaa-kata atau membantah lagi dengan analisa Rasha. Untuk bos mafia sebesar Kogens, tentu Lev bukan nam yang asing apalagi pemimpin Lev saudaranya sendiri.
Dokter muda itu menghela napas, “Medros,” ucap Varrel. Rasha mengingat nama itu seperti tak asing tapi dia lupa dimana.
“Medros, organisasi yang menydiakan obat-obatan dan alat kesehatan dalam keadaan mendesak dari berbagai pasar di dunia. Aku tak mau menyebutnya sebagai mafia tapi kita bekerja di belakang layar untuk menyelamatkan banyak orang termasuk transplantasi organ,” jelas Varrel.
“Kita? Seakan kamu mengatakan jika kamu terlibat di dalamnya dan –“ ucapan Rasha terhenti karena dia baru menyadari sesuatu.
“Vanros, kaukah itu?” gumam Rasha dan Varrel tersenyum.
Rasha memijat keningnya, sekarang dia paham kenapa dokter ini tak memiliki rasa takut kepadanya karena sebelumnya Kakeknya juga pernah meminta bantuannya tapi mungkin dia yang lupa.
“Aku masih ingat Tuan Rumanov memintaku untuk melakukan operasi jantung agar dia bisa menyaksikan kepemimpinanmu, tapi sayangnya takdir berkata lain,” ucap Varrel sendu.
Memori Rasha kembali pada masa itu, dimana kakeknya bertekad ingin sembuh tapi raganya yang tak mampu melakukannya sampai akhirnya kakeknya menghembuskan napas terakhir dalam pelukannya.
“Kau nampak berbeda setelah beberapa than tidak bertemu,” komentar Rasha sambil menghela napas.
Varrel mengangguk, “Banyak ha yang terjadi dan itu membuatku harus mau berubah,” kekeh pria itu.
“Dan kaitannya sama Lev?” selidik Rasha.
Varrel menegang.
“Lev melakukan sabotase membuat orang-orang yang kena bencana di Haiti tak bisa menerima bantuan semestinya dan hal itu membuat aku juga kehilangan orang yang aku cintai karena nyawanya ditukar dengan satu container obat-obatan,” tangan Varrel mengepal erat saat mengatakannya membuat Rasha paham apa yang lelaki itu rasakan.
“Kenapa Lev melakukan itu? Maksudku apa kalian bersaing untuk mendapatkan obat itu?” desak Rasha dan dokter itu kembali menggeleng.
“Adrian meminta Elina menjadi istrinya untuk ditukar dengan obat yang dia sabotase, aku tak merasa memiliki dendam dengannya tapi seperti dia yang putus asa tak bisa mendapatkan Elina,” jelas Varrel.
“Elina menerimanya asalkan obat itu datang ke Haiti, dia berpikir akan menceraikan Adrian begitu urusannya selesai. Tapi Adrian mengingkari janjinya dan dia melecehkan Elina seperti wanita rendahan,” ucapan Varrel tersendat dan mukanya memerah menahan amarah mengingat hal itu.
Rasha menghela napas dan bisa merasakan apa yang dokter muda itu rasakan, berada dalam masa lalu yang sama dengan Varrel.
“Lain kali jika kau butuh bantuan minta tolong kepada Kogens, mereka juga ada di Denmark,” komentar Rasha yang sama sekali tak membantu meredakan amarah Varrel.
Varrel mengontrol emosinya dan menatap Rasha antara kesal tapi bersyukur masih ada yang menawarkan bantuan kepadanya.
“Masih ingin balas dendam dengan Lev?” tanya Rasha membuat Varrel terhenyak tapi tak lama dia menggelengkan kepalanya.
“Awalnya iya, tapi menyimpan dendam tak akan mengembalikan Elina kepadaku,” ucap Varrel bijak.
“Lupakan saja soal diriku dan Lev, kita kembali soal Abi. Kenapa kita tidak langsung datang ke markas Lev dan memancingnya keluar,” ucap Varrel.
Rasha menggeleng tak setuju. “Bukan gitu cara mainnya.” Varrel mengerutkan dahinya bingung.
“Adrian hanya bisa tergerak dengan dua hal, kekuasaan dan kekayaan. Jika kita menyerang apa yang menjadi lahan bisnisnya, itu pasti akan membuatnya keluar dengan sendiri dan mengatakan apa yang dia sembunyikan,” kata Rasha.
Varrel memicingkan matanya. “Kenapa aku merasa terlalu konyol dengan cara seperti itu,” helaan napas terdengar setelah dia mengucapkan hal itu.
Rasha tertawa, “Itulah kenapa aku bilang, jika ada apa-apa minta bantuan Kogens jangan minta Lev,” cela lelaki itu membuat Varrel berdecak keras.
“Adrian itu tidak pintar dalam urusan strategi dan pengaturan bisnis, yang dia tau mendapatkan uang yang banyak dan memiliki kekuasaan. Menurutmu kenapa dia mengambil resiko dipenjara hanya untuk menculik Abi,” jelas Rasha.
Varrel hanya mengangkat bahunya tak mengerti.
“Ayahku menjanjikan sebagian kekayaan Sandr kepadanya jika aku gagal memiliki anak dalam satu tahun. Orang serakah tidak aan diam berpangku tangan mendengar hal ini, meskipun dia tahu jika ini hanya gertakan tapi yang dijadikan bahan taruhan Sandr,” Rasha menjabarkan apa yang dia alami.
“Jadi maslaah yang kamu maksud soal ini,” selidik Varrel dan Rasha mengangguk yakin.
“Menculik Abi untuk menggagalkan rencanamu inseminasi, jika demikian berarti tempat yang mungkin adalah Denmark, karena di sana apapun kegiatan kita tak akan ada orang yang usil mengenai hal ini,” gumam Varrel.
Rasha ikut berpikir soal analisa Varrel. Jika Adrian masih ada di Denmark tempat apa yang paling mungkin bisa melakukan penyekapan yang mungkin dilakukan di sana.
Rasha hendak menanyakan beberapa tempat yang mungkin dijadikan tempat penahanan Abi tapi pintu ruangannya dibuka dengan kasar membuat keduanya kaget.
Rasha menaikkan satu alisnya melihaat siapa yang datang dan pria itu menghampirinya langsung mencengkram kerah baju Rasha.
Digga dan Sergy datng sedikit terlambat karena anak buah Adrian sempat menghalangi jalan mereka.
“Apa kamu pikir aku bakal menyerah begitu saja setelah kamu menyerang Amburst, haaahh!” bentak Adrian.
Rasha mencengkram tangan Adrian dan mendorongnya. Lelaki itu merapikan bajunya yang sempat kusut karena perlakuan Adrian.
“Apa kamu tidak memiliki sopan santun datang ke kantor bosmu dan membuat keributan saat aku memiliki tamu,” cela Rasha seolah tak peduli dengan apa yang diucapkan Adrian.
“Sialan!” geram Adrian kembali menyerang Rasha tapi kali ini Digga dan Sergy sudah memegangnya dan Rasha mengangguk membuat dua ornag kepercayaannya itu memaksa Adrian berlutut di hadapannya.
Adrian terus berontak karena dia merasa terhina berlutut di hadapan Rasha. Lelaki itu berdiri di hadapannya dengan tinggi menjulang.
“Begini seharusnya kau sejak dulu, bukan malah berdiri sejajar denganku,” desis Rasha sambil menekuk kakinya membuat hidung Adrian berdarah.
Varrel terdiam dengan kelakuan Rasha. Selama ini dia hanya mendengar soal kekuasaan yang dimiliki Rasha, meskipun dia tak banyak melakukan kekerasan, tapi semua orang takut kepadanya karena kekejaman yang dia lakukan. Apa seperti ini kekejaman itu?
“Apa kamu mengibarkan bendera perang kepadaku Yevara?!” sentak Adrian mendongakkan kepalanya.
Rasha jongkok dan menatap Adrian santai. “Kau yang memulainya dulu Vasiliev Hina!” seru Rasha tak kalah sengit.
Adrian kembali berontak ingin menghajar Rasha tapi dua orang kepercayaan Rasha sigap dengan menekuk lengannya membuat Adrian menjerit kesakitan.
“Kau tidak akan bisa melakukan inseminasi selama wanitamu itu ada di tanganku,” kekeh Adrian di sela rintihannya.
Rasha mendongak menatap Varrel yang terkejut dengan ucapan Adrian. Jadi benar pemikiran Rasha selama ini. Andai saja dia tahu soal ini lebih dulu, dia yakin Elina bisa selamat dari monster ini.
“Jadi dia ada bersamamu?” gumam Rasha mendongak menatap Sergy dan Digga. Sergy memegang kedua lengan Adrian, Digga mencari ponsel yang ada di kantong Adrian dan mencoba menghubungi nomor panggilan terakhir tapi
tidak aktif. Digga menggeleng kepada Rasha membuat Adrian tertawa puas.
“Kau kira aku kemari tanpa resiko, kita seharusnya saling memahami Brother,” kekeh Adrian menahan sakit karena lengannya ditekuk kuat oleh Sergy.
“Satu wanita tak akan membuatku menyerah Sepupu Bodoh, kamu pikir aku tak bisa mencari wanita lain yang membantuku dalam hal ini,” tantang Rasha.
Varrel terkejut dengan ucapan Rasha dan menatap tak percaya dengan ucapan lelaki itu. Dokter itu ingin membantahnya tapi dia membatalkannya setelah tahu ucapan Rasha selanjutnya.
“Kogens bisa mencarinya lebih cepat sebelum kamu menghabisinya dan aku bisa membawau ke penjara jika memang kamu menghabisinya sekarang sama seperti yang terjadi dengan Ileanor,” ancam Rasha dengan tatapan menghunus.
Adrian bungkam.
Digga mengangguk kepada Rasha membuat Sergy melepaskan cekalannya. Adrian bangun dan kembali menyerang Rasha tapi lelaki itu menghindar dengan cepat membuat Adrian jadi kesal dan menabrak beberapa benda yang ada di sana membabi buta.
“Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa melawanku Vasiliev, setelah Amburst aku bisa menghabisi Norten dan Gandiks,” ancam Rasha membuat Adrian makin brutal dan kesal karena tak bisa menghajar Rasha.
Adrian berhenti karena kelelahan, dia meluruh di lantai dan mengatur napasnya sambil menatap Rasha yang masih tegak berdiri.
“Bahkan menghadapaiku seorang diri saja kau tak mampu bagaimana kamu bisa menyaingi kekuatan Kogens, dimana anak buahmu yang setia kepadamu dan membantumu saat ini,” cela Rasha tanpa ampun.
Adrian mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan dia melihat tiga orang lelaki berdiri di sekitarnya, dia bersumpah akan membalas perbuatan Rasha yang berani mempermalukannya seperti sekarang.
“Atau sebenarnya kamu tidak memiliki orang kepercayaan dan setia kepadamu, mereka hanya manusia bayaran agar penampilanmu terlihat keren,” cacat Rasha sambil mendekati Adrian yang masih diam di sana.
“Biadab, aku bersumpah akan membalasmu lebih kejam daripada ini Yevara!” sumpah Adrian tapi Rasha malah tertawa keras tanpa takut.
Rasha mengangkat tangannya meminta ponsel miliknya yang ada di meja, Digga mengambil dan memberikan kepada bosnya.
“Apa pengiriman barang dari Norten sudah kamu terima?” tanya Rasha cepat membuat Adrian terbelak.
“Apa??” teriak Rasha dengan wajah dibuat pura-pura kaget.
Adrian berdiri berniat merebut ponsel Rasha tapi lelaki itu sudah menggantinya dalam mode pengeras suara.
“Tidak ada pengiriman dari Norten karena ekspedisi mereka tenggelam dan pihak Norten berjanji akan mengganti semua biaya perjanjian kita,” jelas suara pria di sana.
“b******k!” umpat Adrian dan dia mencari ponsel di kantongnya tapi tak menemukannya sampai dia melihat ponselnya teronggok di lantai. Pria itu cepat mengambilnya dan menghubungi Cedric.
Adrian menatap Rasha sengit, tak kenal takut Rasha berjalan ke sofa dan menyandarkan tubuhnya di sana menikmati pertunjukan di hadapannya.
“Yevara!” teriak Adrian menghampiri Rasha hendak memukul kepala lelaki itu dengan ponsel di tangannya tapi Sergy menghalanginya dan mendorong Adrian begitu saja sampai dia tersungkur di lantai.
Cedric muncul dari balik pintu dan menolong Adrian. Rasha melihat pemandangan itu dan tertawa.
“Aku sudah minta Sergy untuk memanggil satu kompi pasukan tapi yang muncul hanya satu orang ini,” kekeh Rasha.
Adrian berdiri bersiap menyerang Rasha lagi tapi Cedric menahannya dan menggelengkan kepala.
“Dua kali 24 jam kembalikan Abi kepadaku atau semua lini bisnismu akan habis!” ancam Rasha.
*****