B.40 Awkward

1916 Kata
Abi mulai merasakan sekujur tubuhnya hangat berbeda dengan sebelumnya. Perlahan dia menggerakkan kelopak matanya dan mengedarkan pandangan. Helaan napas terdengar, dia yakin jika ada seseorang yang menolong dan membawanya keluar dari bak mandi itu. “Aku kira kamu wanita yang kuat dan pintar, tapi melihatmu melakukan percobaan bunuh diri membuatku ragu,” suara serak yang pertama kali Abi dengar membuat moodnya kembali buruk. “Aku tidak ingin mati di tanganmu seperti Varrel, jadi sepertinya bunuh diri jalan yang terbaik,” balas Abi asal. Rasha mengerutkan dahinya, apa wanita yang terbaring di hadapannya ini berpikir jika dia menghabisi nyawa Varrel. “Aku akan minta Maria untuk membawakan makanan,” kata Rasha enggan berdebat. “Aku tidak lapar,” seru Abi cepat. Rasha menghembuskan napas kasar, “Ingat kamu masih punya utang rahim kepadaku jadi jangan memutuskan sepihak,” sahut Rasha berbalik sambil menatap Abi tak suka. Lelaki itu keluar kamar dan membanting pintu membuat Abi terlonjak kaget. “Aish, kenapa dia jadi emosional seperti itu, kan aku juga ga jadi mati,” omel Abi seorang diri. Tak sampai satu jam Maria masuk kamar Abi dengan membawa satu troli makanan mulai dari appetizer sampai dessert. “Nona, senang melihat Anda sudah sadar setidaknya mansion ini bisa kembali tenang,” celetuk Maria sambil menggenggam tangan Abi lembut. “Apa terjadi sesuatu?” tanya Abi bingung sambil menyamankan posisinya untuk duduk. Maria menghela napas, “Entahlah, aku seharusnya cerita atau tidak tapi suasana mansion mengerikan karena Nona tak sadar sepenuhnya selama dua hari dan itu membuat Tuan Rasha harus bekerja di sini,” ujar Maria sembari menyajikan sup hangat. Abi langsung tersedak begitu mendengar ucapan Maria. Pelayan itu menyodorkan air mineral dan Abi meneguknya sekaligus. “Bekerja di sini maksudnya di mansion ini?” tanya Abi dan Maria melirik satu meja kecil di pojok ruangan membuat Abi baru menyadari jika ada meja di sana. Apa maksudnya Rasha bekerja di kamar ini saat dia tak sadar dan itu artinya dia yang menunggunya selama ini, benarkah seperti itu? “Jadi, maksudmu selama ini Rasha yang menungguku di sini?” tanya Abi memastikan dan Maria mengangguk. “Bukan kamu?” tanya Abi lagi dan Maria menggeleng. Abi menggigit bibirnya dan membuat rasa bersalah muncul dalam dirinya tiba-tiba. “Dan dimana Rasha tidur?” tanya Abi dan Maria melirik satu sofa di dekat balkon kamarnya. Abi menatap Maria dengan tatapan tak percaya tapi Maria mengangguk yakin. Abi hanya bisa diam mengunyah makanan yang disajikan Maria tanpa bertanya lebih jauh. Semenjak hari itu Abi tak pernah melihat Rasha di mansion. Dia bangun lebih pagi berharap bisa melihat Rasha sebelum pergi dan tidur lebih malam dengan harapan bisa menemui Rasha untuk sekedar mengucapkan terima kasih, tapi sayangnya nihil. “Apa kamu sedang menunggu seseorang?” sapa Varrel ketika melihat Abi berdiri di dekat pintu utama mansion. Abi berbalik dan membulatkan matanya melihat seseorang yang ada di hadapannya membuat Varrel bingung. “Apa ada yang aneh denganku kenapa Nona terlihat terkejut?” tanya Varrel penasaran. “Apa dokter tidak jadi mati?” gumam Abi membuatnya menggeleng menyadari kekeliruan ucapannya. “Maksudku apa dokter baik-baik saja?” tanya Abi. Varrel tertawa pelan dan memahami apa yang membuat Abi terkejut. “Cukup shock tapi aku masih hidup dan selamat,” ucap Varrel santai. Abi menghembuskan napas lega tapi tak lama dia menyadari jika selama ini dia salah menuduh Rasha membunuh Varrel. Apa karena ucapannya itu membuatnya tak pernah ada di mansion? Perasaan cemas dan rasa bersalah semakin menghantui Abi membuat ekspresinya kembali murung. Varrel menyadari perubahan ekspresi itu semakin penasaran. “Apa telah terjadi sesuatu?” tanya Varrel membuat lamunan Abi buyar dan menggeleng cepat. “Apa Rasha yang memintamu kemari?” tanya Abi tapi kepalanya masih celingukan mencari sosok yang ingin dia temui. Varrel mengangguk, “Iya ini jadwalmu periksa sebelum inseminasi berikutnya tapi karena kejadian kemarin jadi Rasha memintaku datang kemari,” ujar Varrel. “Rasha kemana?” tanya Abi cepat membuat Varrel curiga. Abi menggigit bibirnya menyadari ucapannya. “Lupakan saja, jadi apa yang harus dokter periksa kali ini?” tanya Abi kembali ceria tapi Varrel tahu jika wanita ini menyembunyikan perasaannya. Keduanya duduk di taman belakang dan Maria menemaninya. Varrel mengedarkan pandangan ke sekitar dan melirik Maria yang tampak cuek tapi dia tahu jika pelayan itu diminta mengawasinya. “Tidak ada hal serius, tapi Nona tetap harus menjaga kesehatan. Jangan lupa katakan kepadaku hari pertama haid Anda nanti,” ucap Varrel dan Abi mengangguk tanpa bantahan. Dokter itu menatap Abi lama membuat wanita itu tak nyaman. “Apa ada yang aneh dengan diriku?” tanya Abi pelan. Varrel menggeleng dan menghela napas, “Apa kamu berusaha untuk bunuh diri?” tanya Varrel to the point membuat Maria menaruh perhatian kepada dokter itu. Abi terhenyak tapi tak lama dia menunduk setelah mendengar pertanyaan Varrel. “Tak ada niat tapi mungkin itu bisa jadi pelarian saja,” ucap Abi polos. “Kenapa kamu tak mengatakan sejujurnya kepada Rasha jika istana ini membuatmu tak nyaman,” Varrel melupakan apa yang sudah Rasha pesan kepadanya karena melihat kondisi Abi yang seperti ini membuatnya ingin membawa Abi pergi dari sini. Abi tersenyum, “Aku hanya perlu beradaptasi dengan kondisi ini,” ujarnya lembut. Varrel berdecak keras, “Kenapa kamu selalu membelanya, apa yang sudah dia berikan kepadamu,” nada Varrel mulai meninggi membuat Abi kaget. “Varrel,” gumam Abi. Varrel menyadari jika dia sudah melampaui batas dan memijat keningnya untuk menurunkan emosinya. “Maafkan aku,” ucap Varrel pelan. Abi menggeleng, “Terima kasih,” jawabnya lembut. Varrel dibuat bingung dengna ucapann terima kasih Abi. “Untuk apa?” tanya Varrel tak mengerti. “Sudah merepotkanmu dengan khawatir padaku,” kata ABi jujur. Varrel melihat sorot mata itu membuatnya tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti kemauan Abi sebagai bantuan yang terjebak dalam dunia Rasha. Varrel mencondongkan tubuhnya dan menatap wajah Abi serius. “Kalau begitu, bantu aku memahami situasinya agar aku tahu dimana batasanku diantara kalian,” pinta Varrel membuat Abi kaget. “Bukankah Rasha sudah mengatakan semuanya kepadamu?” tanya Abi balik dan Varrel hanya mengangkat bahu. “Tujuan inseminasi ini, sudah,” kata Varrel singkat. “Lalu,” selidik Abi. “Hubungan diantara kalian, belum,” balas Varrel cepat. Abi terdiam. “Bahkan sampai kamu berani melakukan percobaan bunuh diri dimana setiap wanita justru menginginkan posisimu sekarang,” ujar Varrel. Abi masih diam. “Meskipun aku tahu sejak pertama kali bertemu denganmu, kamu termasuk wnaita yang berbeda dengan yang lain, tapi depresi yang kamu alami ini pasti tak biasa Abi,” cecar Varrel. Hening. “Bercerita dengan seseorang bukan berarti mengumbar aib, tapi meringankan beban pikiran yang tak tahu kita harus meletakkannya dimana,” Varrel kembali bersuara karena menunggu Abi yang tak kunjung bicara. “Percobaan bunuh diri, bahkan hanya untuk memikirkannya itu sudah bentuk depresi dari seseorang karena tekanan dalam dirinya yang tak bisa dia ungkapkan kepada siapapun terutama seseorang yang membuatnya depresi,” urai Varrel. Abi menghembuskan napas kasar. “Maaf Rel, tapi aku memang tak bisa mengatakan semuanya,” ucap Abi membuat Varrel diam menatapnya. “Bagiku ini bukan hanya depresi atau mungkin aku tak merasa di titik seperti itu, hanya saja,” Abi tak bisa melanjutkan ucapannya. “Hanya saja?” lanjut Varrel penasaran karena Abi tak kunjung melanjutkan ucapannya. “Ada satu rasa yang tak bisa aku mengerti sampai sekarang dan tinggal di sini membuatku mengetahui sisi lain kehidupannya,” ucap Abi sambil menatap Varrel. Varrel mengerutkan dahinya, “Aku ga ngerti,” balas Varrel. Abi menyandarkan tubuhnya dan mulai bersikap santai. “Memang susah menjelaskannya,” ucapnya. “Aku bilang masih adaptasi karena aku tak pernah disakiti oleh Rasha meskipun dia sering mengatakan hal yang buruk atau bicara seenaknya saja dan terkesan menyeramkan,” ucap Abi perlahan. “Namun, dibalik semua ucapan dan mungkin sikap dinginnya itu sebenarnya dia melakukan hal yang tak pernah orang lain tahu dan itu dalam arti kebaikan,” jelas Abi berharap Varrel memahaminya. Varrel mencerna ucapan Abi dan dia menghela napas pelan. “Jadi maksudmu sebenarnya Rasha itu baik tapi dia sengaja terlihat buruk untuk membuat image dalam dirinya, entah tujuannya apa,” tebak Varrel dan Abi mengangguk tanpa ragu. Varrel menggaruk pelipisnya, “Dan karena itu pula kamu tak bisa meninggalkan dia begitu saja,” kembali Varrel menebak apa yang ada dalam pikiran Abi. Wanita dengan bulu mata lentik itu mengerjapkan matanya nampak menggemaskan dan menggangguk pelan. “Bukan karena hal lain?” selidik Varrel. Abi gantian mengerutkan dahinya, “Hal lain gimana?” tanya Abi balik. Varrel mengangkat bahunya santai, “Entahlah mungkin ada hal lain yang kamu rasakan selain apa yang kamu jelaskan tadi,” ucapnya. Abi masih diam mencerna maksud Varrel. “Seperti perasaanmu padanya,” lanjut Varrel membuat Abi terhenyak. Abi terdiam. Apa perasaan yang dimaksud Varrel semacam rasa suka atau sayang layaknya seorang wanita dan pria. Helaan napas terdengar dari mulut Abi, rasanya perasaan itu tak mungkin ada diantara mereka dengan kondisi seperti ini. “Tidak ada perasaan apa-apa hanya urusan bisnis diantara kita,” ucap Abi tak ingin membahasnya lebih jauh. “Apa masih ada yang harus kamu periksa?” tanya Abi membuat Varrel sadar jika Abi tak nyaman dengan pembicaran ini. “Aku permisi jika tidak ada hal lain yang ingin dokter bicarakan,” pamit Abi sambil berdiri. Cekalan tangan Varrel dan menarik lengan Abi yang cepat membuat wanita itu hilang keseimbangan dan memegang pundak Varrel. Kondisi itu membuat Maria terkejut dan terdiam melihat keduanya. Abi menatap Varrel dengan tatapan kaget sedangkan Varrel menyelami pikiran Abi melalui manik matanya. “Entah kenapa aku tak rela jika kamu mencintainya,” desis Varrel membuat Abi membulatkan matanya. “Nona Abi,” panggil Maria pelan membuat Abi sadar dan mendorong Varrel sampai tubuhnya oleng. “Tolong jaga sikap Anda dokter,” seru Abi dan berlalu dari sana. Rasha yang melihat semua kejadian itu melalui layar tablet miliknya membuatnya kesal langsung keluar dari ruangan begitu saja. Lelaki itu melajukan mobilnya cepat sampai ke mansion. Maria terkejut melihat kedatangan Rasha yang lebih awal dari biasanya, karena hari belum gelap tapi majikannya sudah ada di rumah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. “Selamat datang Tuan,” sapa Maria tiba-tiba. “Dimana Abi?” tanya Rasha cepat. “Nona ada di –“ “Apa Varrel sudah pulang?” tanya Rasha cepat sebelum Maria menyelesaikan ucapannya membuat pelayan senior itu menyadari sesuatu. “Apa dokter Varrel kemari tanpa ijin dari Tuan?” tanya Maria membuat Rasha menatapnya tajam. “Aku memberinya ijin tapi bukan untuk berlaku kurang ajar kepada Abi,” tekan Rasha membuat Maria paham apa yang membuat tuannya pulang cepat. “Maria, tolong buatkan aku es –“ suara ceria seorang wanita dari tangga membuat keduanya menoleh. “Rasha,” lirih Abi yang terkejut melihat lelaki yang dinantikannya beberapa hari ini muncul tiba-tiba. Rasha menatap Abi lekat dengan balutan Tshirt tipis warna putih dan celana pendek yang tak pernah dia lihat sebelumnya bahkan dia lupa pernah membeli baju seperti itu untuk Abi. Maria pergi dari sana begitu melihat reaksi keduanya. Rasha menyadari jika dia terlalu lama memandang Abi dan berlalu dari sana. Abi hanya diam menatap kepergian Rasha entah kemana. Wanita itu turun dari tangga dengan langkah gontai dan berjalan ke dapur. Dia membuka kulkas dan mencari air dingin. “Kenapa situasinya begitu rumit, aku ingin melihatnya beberapa hari lalu tapi sekarang dia muncul tiba-tiba malah membuatku bingung harus bagaimana,” curhat Abi sambil menatap gelas di hadapannya. Helaan napas Abi terdengar berat. “Bahkan air dingin saja tak sedingin sikap Rasha kepadaku,” keluh Abi. “Dan kamu menikmatinya.” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN