Rasha dan Abi sarapan dalam diam, Maria dan dua orang kepercayaan Rasha saling melempar kode melihat kelakuan keduanya. Sesekali Rasha melirik cara makan Abi yang tak bersemangat tapi lelaki itu menahannya agar tidak berkomentar.
Namun, Abi yang terlihat tidak selera makan membuat Rasha terganggu. Lelaki itu berdehem sampai meletakkan alat makannya keras sengaja untuk memecah perhatian Abi.
“Katakan saja kepada Maria jika kamu ingin makan sesuatu, jangan mengacaukannya seperti itu,” komentar Rasha membuat Abi mendongak tapi tak lama dia hanya minum s**u dan berniat pergi.
“Makan dulu sarapanmu Abisha,” sentak Rasha membuat Abi terdiam.
Selama berbulan-bulan mereka tinggal bersama, Rasha tak pernah menyebutkan namanya tapi baru kali ini dia berani menyebutkan namanya dan itu nama kecilnya dulu.
Abi menyendok makannya cepat sampai dia tersedak membuat Rasha menggelengkan kepalanya. Maria segera memberikan Abi minum dan air mineral itu habis dalam sekali teguk.
“Aku sudah selesai,” ucap Abi dan berdiri berniat pergi dari sana.
“Jangan lupa minum obatmu bukan meletakkannya begitu saja di meja,” perintah Rasha membuat Abi terbelak dan menatap tajam Rasha.
“Bagaimana kamu-“
“Jadi selama ini kamu memasang cctv di kamarku?” tanya Abi dengan napas memburu.
Rasha menaikkan satu sudut bibirnya, “Jika kamu lupa mansion ini milikku jadi aku bebas melakukan apapun di sini,” ucap pria tanpa sungkan.
Abi menghentak-hentakkan kakinya kesal, ingin sekali dia menampar lelaki di hadapannya ini karena mengganggu privasinya.
“Dasar lelaki menyebalkan!” umpat Abi dan pergi begitu saja dengan perasaan dongkol.
Jika yang lainnya terdiam dengan segala umpatan Abi tapi tidka bagi Rasha yang justru menyunggingkan senyum melihat kelakuan wanita itu. Reaksi ini tak ayal menimbulkan kecurigaan bagi semua orang yang ada di sana.
Baru saja Rasha menikmati momen membuat Abi jengkel muncul pria lain yang membuatnya kesal.
“Selamat pagi semuanya,” sapa Varrel lama tapi kepalanya celingukan seperti sedang mencari seseorang.
“Aku lapar, boleh ya aku numpang sarapan di sini,” pinta Varrel langsung duduk begitu saja sebelum Rasha mengucapkan sepatah kata apapun.
Varrel sadar jika lelaki di sampingnya ini tak pernah menyukainya tapi dia bersikap cuek karena dia tahu lelakiitu masih membutuhkan jasanya dan tidak mungkin membuangnya begitu saja karena dia yang membantu Rasha di masa depan.
“Dimana Abi? Apa dia baik-baik saja kenapa aku tak melihatnya pagi ini?” tanya Varrel polos.
Rasha berdehem, “Dia sudah kembali ke kamarnya setelah sarapan,” jawabnya datar.
Varrel mengangguk paham, “Aku harus memeriksa kondisinya sebelum inseminasi lusa,” ucap Varrel yang mendapat tatapan tak menyenangkan dari Rasha.
“Kau bisa menugaskan orang kepercayaanmu jika tak percaya kepadaku atau kau ikut bersamaku jika perlu,” ucap Varrel santai.
Rasha tak menjawab lebih memilih menyeruput kopinya. Varrel melanjutkan sarapannya sampai lima belas menit kemudian mereka berdua menuju kamar Abi bersama dengan Maria.
Maria mengetuk pintu dan memanggil Abi tapi tak ada sahutan. Rasha cemas dengan kondisi ini dan membuka kamar Abi tapi tak menemukan wanita itu dimanapun.
“Di taman belakang,” celetuk Rasha membuat ketiganya pergi ke sana.
Sesampainya di taman belakang mereka tak melihat siapaun di sana sampai sebuah kepala menyembul dari kolam renang. Kedua pria itu terkejut dengan pemandangan yang tersaji di hadapan mereka.
Kulit putih itu nampak berkilau dengan tetesan air yang mengalir di setiap lekukan tubuh Abi. Baju renang yang hanya menutupi tubuh bagian atas dan bawah berwarna merah menyala semakin membuat kedua pria itu menelan ludah dan menahan gejolak dalam diri mereka karena kemolekan tubuh Abi.
Rasha menyadari jika ada pria lain yang menikmatinya membuat lelaki itu mendorong Varrel keras keluar dari area taman belakang. Adu fisik terjadi diantara keduanya sampai suara melengking Rasha menghentikan tindakan Varrel.
“Abi itu milikku! Tidak ada seorangpun bole melihat tubuhnya!” sentak Rasha.
Varrel terkejut dengan ucapan Rasha tapi tak lama dia tersenyum. “Sejak kapan kamu mengklaim dia jadi milikmu, sedangkan dia saja masih berusaha lari darimu,” kekeh Varrel.
Buugghh..
Pukulan di wajah Varrel membuat lelaki itu menyerah dan melambaikan tangannya. Rasha menghentikan aksinya yang sudah siap dengan pukulan selanjutnya. Varrel merasakan ngilu di rahangnya karena kelakuan Rasha.
“Kalian sedang apa?” sebuah suara lembut memecah pertengkaran keduanya.
Rasha berbalik dan melihat Abi sudah mengenakan jubah mandi di belakangnya ada Maria bersamanya, membuat lelaki itu menormalkan ekspresinya.
“Dokter Varrel,” lirih Abi yang terkejut karena pipi dokter itu terluka. Abi berjaan mendekati Varrel untuk memeriksa lukanya tapi Rasha mencekal tangannya dan menempatkan dia di sampingnya.
“Itu hanya luka kecil jangan berlebihan,” celetuk Rasha.
Komentar itu mendapat tatapan kesal dari Abi, wanita itu berusaha melepaskan cekalan Rasha tapi sayangnya tak bisa tangan kekar itu mencengkram lengannya kuat.
“Rasha, sakit, lepaskan tanganmu,” rengek Abi.
Rasha menggeleng, “Aku akan lepaskan kalau kamu tetap di sini biarkan Maria yang menolongnya,” kata Rasha membuat Abi menggerutu kesal tapi pada akhirnya dia mengangguk setuju.
“Aku akan mengantarmu ke kamar untuk ganti baju, aku tak suka kamu menemui Varrel dengan pakaian seperti ini,” perintah Rasha kembali menarik Abi ke kamarnya.
Sepanjang jalan menuju kamarnya Abi mencecar Rasha dengan berbagai pertanyaan tapi lelaki itu bergeming. Rasha mendorong Abi ke kamar dan mengunci pintu kamarnya membuat Abi panik dan membulatkan matanya.
“Siapa yang menyuruhmu berenang di cuaca seperti ini di pagi hari,” desak Rasha sambil berjalan mendekati Abi membuat dia menjawab dengan gelengan.
“Besok minta Maria menemanimu berenang dan tutup pintu belakang jika kamu ingin berenang. Aku tak suka pria lain melihat tubuh indahmu,” ucap Rasha penuh penekanan dan tangannya sudah menggenggam tali jubah mandi yang Abi kenakan.
Abi memegang tangan Rasha agar tak menarik tali itu yang membuat tubuhnya terekspos di hadapannya. Wanita itu itu menatap Rasha dengan tatapan memohon.
Rasha menghimpit Abi di tembok dan menghentakkan tangan Abi membuat tali itu lepas dan mengekspos tubuh Abi. Wanita itu lekas menarik jubah itu untuk menutupi tubuhnya tapi tangan kekar Rasha menghalangi dan menekannya di dinding.
“Karena semua ini hanya milikku,” bisik Rasha membuat Abi meremang dan memejamkan matanya.
Rasha menurunkan kepalanya, dia mengecup dan menjilat pundak Abi lembut membuat Abi menggigit bibirnya karena tak ingin desahannya terdengar oleh Rasha.
Rasha memundurkan tubuhnya karena mulai merasakan ada yang bergerak di bawah sana. Tatapannya yang sayu perlahan membuatnya melepaskan cekalan tangan Abi.
“Sebentar lagi Varrel akan memeriksamu, gunakan pakaian yang layak kecuali jika kamu sengaja menggodaku untuk melemparmu di kasur,” ucap Rasha berlalu dari hadapan Abi begitu saja.
Abi meluruh begitu Rasha pergi, ada bulir bening mengalir dari pelupuk matanya. Dia tak mengerti kenapa dia menangis dan untuk apa dia menangis. Rasha menyandarkan tubuhnya di pintu dan mengatur napasnya setelah tergoda untuk mengecup pundak menggoda milik Abi.
‘Dia benar-benar membuatku gila,’ pikir Rasha sambil memijat keningnya.
Satu jam kemudian Varrel memeriksa kondisi Abi dan dia mengatakan tidak ada masalah. Dokter itu memeriksa obat yang dia berikan dan dia terkejut karena obat itu masih utuh. Varrel menatap Maria dan Rasha bergantian.
“Kenapa kamu tidak meminum obat ini?” tanya Varrel lembut.
“Tidak ada seorang pun di rumah ini yang menjelaskan untuk apa aku minum obat itu,” ucap Abi apa adanya membuat Varrel menggeram dan menatap Rasha sengit.
“Aku harus memeriksa sesuatu,” ucap Varrel tegas dan meminta Abi untuk berbaring dan membuka celananya karena dia hars mengambil sampel dari lendir miliknya.
Rasha tidak setuju dengan hal itu karena ketakutannya jika Varrel tergoda melihat milik Abi. Debat kusir tak terelakkan membuat Abi jengah.
“Jika Rasha tidak mengijinkan batalkan saja inseminasinya, proses ini kan termasuk prosedur inseminasi, kenapa dokter harus repot debat tak penting dengannya,” komentar Abi membuat keduanya diam.
Rasha mengijinkan dan dia berdiri di belakang Varrel untuk mengawasi tindakannya. Sekilas Varrel melihat kondisinya dan menggelengkan kepalanya tapi dia memasukkan itu dalam tabung untuk diperiksa lebih lanjut.
“Nona Abi, minum obat ini sehari dua kali sampai hari pelaksanaan inseminasi, obat ini untuk membantu menyuburkan sel telur dan membantu rahim Nona yang sebelumnya kurang baik,” jelas Varrel sambil memberikan dua obat yang dimaksud dan meminta Abi meminumnya sekarang.
Varrel pamit dan berpesan kepadanya untuk membuat Abi bahagia tidak stress dengan pandangan sengit kepada Rasha.
Ponsel Rasha berdering tepat ketika Varrel pergi dan dia melihat nama Sergy di sana. Lelaki itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sergy sampaikan sampai dia tak bisa menyembunyikan amarahnya.
Abi yang melihat itu merasa jika hal buruk terjadi dan wajah Rasha kali ini sangat mengerikan. Rasha mengakhiri panggilannya dan mendekati Abi.
“Aku tidak mengijinkan penjaga dengan alasan apapun masuk dalam rumah ini sampai inseminasimu berhasil. Jadi, jika ada penjaga yang mendekatimu berteriaklah agar semua pelayan membantumu,” pesan Rasha.
Tangannya membelai rambut Abi lembut membuat Abi merasakan kehangatan yang berbeda. Abi melihat Rasha hendak pergi dari sana dia mencekal tangan Rasha membuat pria itu menoleh.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Abi cemas.
Rasha menggeleng, “Hanya kelakuan konyol Adrian yang membuat banyak orang menderita karena dia merusak kilang minyak Sandr di utara,” ucap Rasha.
Abi terkejut dengan hal itu, dia bisa membayangkan bagaimana hebohnya kejadian ini. Abi melepas tangan Rasha.
“Berhati-hatilah,” ucap Abi singkat membuat desir aneh dalam diri Rasha.
Lelaki itu keluar dari kamar tapi pandangan mata Abi tak lepas dari punggung Rasha meskipun dia tidak ada di sana. Wanita itu tak menyangka jika setelah itu dia tak pernah melihat Rasha lagi sampai hari inseminasi tiba.
“Dia tak mungkin meninggalkan Sandr hanya demi dirimu.”
***