B.31 The Other Side

1659 Kata
Abi menatap Rasha lekat saat mengatakan hal itu, dia berpikir pasti ornag itu sangat spesial bagi Rasha sampai dia membuat tempat semacam ini di rumahnya. Rasha menghembuskan napas kasar, sorot mata itu berubah saat memandang baru marmer yang memang mirip wajah seorang wanita. Abi melihat sisi lain Rasha yang rapuh atau mungkin lemah yang selama ini tak pernh di hadapan siapapun. “Luna, Lunarys Karkarov,” lirih Rasha tapi Abi masih mendengarnya dengan jelas. “Wanita yang ingin aku bawa ke rumah ini sebagai Nyonya Aleksandr dan melahirkan banyak anak untuk pewaris Sandr,” cerita Rasha membuat Abi paham kenapa dia membuat tempat spesial seperti ini. “Apa yang terjadi dengannya?” tanya Abi penasaran membuat Rasha menoleh kepadanya. Ada sorot mata terluka yang bisa dia lihat dalam diri Rasha dan itu membuat lelaki itu nampak berbeda dari sebelumnya. “Dia menghilang satu bulan sebelum aku melamarnya untuk jadi tunanganku dan aku menghabiskan seluruh waktuku selama empat tahun untuk mencarinya,” suara Rasha berubah menjadi amarah dan tangannya mengepal erat. “Siapa yang melakukannya?” tanya Abi pelan. “Zhen Aleksandr,” jawab Rasha cepat membuat Abi terkejut. “Ayahku sendiri,” lanjut Rasha dan mengusap wajahnya kasar. “Dan sekarang karena perjanjian gila ayahku juga, kamu terjebak dalam lingkaran yang sama,” ucap Rasha menatap Abi. Wanita itu mulai paham kenapa dia sangat membenci ayahnya, pasti ini karena Luna yang direbut secara paksa oleh ayahnya sedangkan ayahnya tak tahu betapa berartinya Luna dalam kehidupan Rasha. “Papah menjanjikan 25 persen saham Sandr kepada Adrian sepupuku jika aku tak berhasil memiliki anak dalam waktu satu tahun,” urai Rasha. “Pria yang menculikmu dan membuatmu seperti ini memang Adrian, tapi Adrian tidak akan melakukan hal itu jika tidak ada umpan yang membuat keserakahannya muncul sampai membuatnya gelap mata,” jelas Rasha. Abi terdiam mendengarkan ucapan Rasha, dia mulai menyadari semua kejadian ini dan bagaimana dia harus bersikap jika bertemu dengan Adrian. Rasa kesal, benci yang dimilikinya untuk Rasha perlahan menghilang setelah tahu apa yang terjadi. “Jika aku bisa memilih, aku tak akan menikah dan mengadopsi banyak anak dari panti asuhan, bukan karena aku menginginkan Sandr sebagai penopang hidupku, aku memiliki uang lebih banyak yang bisa aku hasilkan dari Kogens,” cerita Rasha. Lelaki itu menghela napas dan mengalihkan pandangannya karena melihat Sergy ada di sisi lain taman itu. “Tapi semua ini karena amanat Kakekku untuk mengelola Burskya di bawah bendera Sandr,” lanjut Rasha. Abi semacam tak asing mendengar nama itu tapi dia lupa dimana. Dia melihat Rasha melewatinya dan mengikuti arah pandang lelaki itu. Abi melihat Sergy melaporkan sesuatu kepada Rasha membuat lelaki itu geram. “Ada apa Rasha?” tanya Abi setelah berada di samping Rasha. “Diam di mansion dan jangan keluar kemanapun, Adrian mulai bertingkah lagi setelah dia tahu aku memeriksakan kondisimu di rumah sakit,” ucap Rasha berlalu dari sana bersama Sergy. Abi berjalan ke dapur untuk mencari makanan ringan tapi akhirnya dia bertemu Maria membuatnya penasaran soal cerita kehidupan Rasha. “Maria, apa kamu sibuk?” tanya Abi membuat Maria curiga. “Apa ada yang bisa saya lakukan untuk Anda Nona?” tanya Maria balik. Abi menatap Maria dan menggigit bibirnya ragu. “Sebenarnya aku butuh temen ngobrol tapi aku tak akan memintamu jika kamu sibuk,” ucapnya sambil tersenyum lebar. “Apa Nona ingin makan sesuatu sebagai teman ngobrol?” tanya Maria dengan senyum ramah. Abi mengangguk cepat, “Sepertinya kue nanas buatanmu kemarin lezat dan stik keju,” sebutnya cepat. Maria mengangguk dan bertanya dimana dia harus menyiapkan semua itu. Setelah menunggu hampir 30 menit sambil memainkan ponselnya, Abi dan Maria duduk bersama di balkon lantai tiga sambil menikmati teh dan kue bikinan Maria. “Rasha mengajakku ke taman belakang dimana dia meletakkan batu marmer cantik dan mengatakan siapa pemilik batu itu,” pembuka Abi membuat Maria tersedak sampai Abi menuangkan teh kepadanya. “Hal itu membuatku penasaran kenapa Rasha melakukan itu, padahal sebelumnya dia menodongkan pistol kepadaku karena aku datang ke sana,” cerita Abi tanpa sungkan. “Selama ini Tuan Rasha memang tidak memperbolehkan siapapun datang ke sana, bahkan saat Tuan ada di sana kita juga tidak boleh mengganggunya sampai beliau selesai,” timpal Maria. Abi mengerutkan dahinya semakin penasaran. “Jadi sebenarnya Rasha itu orangnya seperti apa?” tanya Abi sambil memicingkan matanya kepada pelayan setia Rasha itu. Maria menggeleng tak berani menjawab, tapi Abi terus memaksanya dan mengatan jika Maria hanya perlu mengatakan pendapatnya bukan pendapat orang lain. Saat itulah Abi tahu jika Rasha bukan pria jahat, kejam atau buruk seperti banyak orang ceritakan, jika Maria mengatakan yang sebenarnya justru Rasha adalah orang yang baik tapi tertekan karena keadaan yang membuatnya terlihat buruk. “Bagaimana Rasha bisa menjalani kehidupan seperti itu selama bertahun-tahun dan hanya orang yang setia kepadanya yang tahu tabiat aslinya,” Abi mengatakan keprihatinannya dan mendapat anggukan dari Maria. “Pantas saja malam itu aku tak melihat keakraban diantara dia dan orang tuanya,” gumam Abi. “Tuan Rasha lebih dekat dengan mendiang kakek dan neneknya, karena sedari kecil mereka yang selalu ada untuk Rasha, sejak remaja Tuan memutuskan untuk keluar dari rumah dan tinggal bersama kakek dan neneknya sampai mereka meninggal lalu membangun mansion ini,” jelas Maria. Abi diam berpikir tentang semua ini dan muncul rasa iba dalam dirinya mengenai kehidupan Rasha yang bisa dia bayangkan selalu dalam kesendirian, tanpa menikmati masa mudanya, memiliki pertemanan dan semua itu hnaya soal uang, bisnis, relasi, kekuasaan dan bekerja. “Seakan itu jadi takdir seorang konglomerat yang tidak pernah memiliki orang setia di sampingnya selain sebagai pelayan. Teman, kerabat bahkan mungkin pasangan kita sendiri bisa jadi termasuk orang yang paling utama jadi musuh seorang konglomerat itu sendiri,” Maria mengutarakan apa yang dia pikirkan. Abi mengangguk paham, “Aku bisa mengerti maksudmu karena aku yang manusia biasa begini saja masih suka dimanfaatkan oleh orang lain, apalagi Rasha yang memiliki segalanya dalam satu kedipan mata,” ungkap Abi. Akhirnya keduanya mulai menghabiskan waktu dengan bercerita banyak hal soal keadaan keluarga Aleksandr dalam kacamata Maria. Bagi Abi ini pegalaman pertama masuk sebagai keluara miliarder tapi suasananya buruk seperti tahanan. “Dan pendapatmu soal inseminasi yang Rasha putuskan ini seperti apa?” tanya Abi tiba-tiba membuat Maria bungkam. Pelayan itu hanya memandang Abi tak ingin mengatakan apapun tapi dalam hati kecilnya dia ingin sekali mengungkapkan apa yang dia rasakan. Abi paham jika Maria tidak berani mengungkapkan pendapatnya, wanita itu menggenggam tangan Maria dan tersenyum. “Aku tahu apa yang kamu pikirkan, tapi hanya kamu orang yang membuatku nyaman berada di sini,” ucap Abi membuat Maria iba. “Aku tak tahu apa yang Rasha pikirkan dan apa yang akan dia perbuat kepadaku, kita tak pernah berbagi pikiran kita bersama. Aku tahu dia menjaga jarak denganku, entah untuk sebab apa, tapi sikapnya itu membuatku takut jika aku salah mengambil keputusan ini,” jeda Abi. “Kita memang ada dalam urusan bisnis, apa yang aku lakukan tertulis dalam kontrak, tapi bagaimanapun anak yang nanti aku kandung tidak tahu masalah ini dan dia tidak berdosa,” kata Abi berubah sendu. “Aku tahu rasanya menjadi yatim piatu saat aku masih kecil, tapi aku tetap bersyukur karena mendaatkan orang tua asuh yang menyayangiku sepenuhnya.” Abi menarik napas dan melepas genggaman tangannya. Pandangannya menerawang ke depan entah apa yang ada dalam pikirannya, “Tapi bagaimana dengan bayi yang nantinya ada dalam kandunganku. Apa dia harus mengalami nasib dan perlakuan yang sama seperti Rasha,” Abi menatap Maria cemas. “Saya yakin Tuan Rasha membawa Nona kemari bukan hanya masalah anak, tapi Tuan merasakan hal yang lain termasuk memberikan Nona ruang untuk emngenal kehidupannya,” timpal Maria. Abi mengerutkan dahinya bingung. “Maksudnya?” tanya Abi singkat. “Nona Luna saja tidak pernah dibawa kemari di mansion ini, perkenalan Nona Luna dalam keluarga Aleksandr hanya sekali melalui acara makan malam di restoran tempat keluarga Aleksandr mengadakan perjamuan,” jelas Maria yang membuat Abi terkejut. “Ga mungkin,” gumam Abi masih tak percaya. “Nyonya Carryn menyukai Nona sejak pertama kali bertemu bukan karena Nona wanita yang diidamkan selama ini untuk hadir dalam kehidupan Tuan Rasha,” jeda Maria tapi Abi penasaran maksud ucapan pelayan itu. “Lalu untuk ap?” desak Abi. “Tapi keyakinan Tuan Rasha untuk emngenalkan Nona mengenai kehidupan Aleksandr yang sebenarnya yang tidak semua wanita bisa menerimanya,” sahut Maria kemudian. Abi terdiam. “Jadi maksudmu, semua ini karena aku datang kemari dan bisa menerima semua perlakuan Rasha,”  kata Abi memastikan dan Maria mengangguk. “Anak itu hanya poin tertentu Nona, sebagai calon pewaris Sandr, Tuan tentu ingin mencari orang yang memiliki bibit yang baik untuk calon anaknya, tapi mencari hal seperti itu bukankah hal yang mudah untuk Tuan Rasha, tapi kenapa Tuan harus repot membawa Nona kemari jika bukan karena hal lain yang menggerakan hatinya,” Maria menjabarkan apa yang dia pahami dalam situasi ini. Abi termenung. Ucapan Maria berputar terus di kepalanya, apa yang membuat Rasha tergerak hatinya untuk menyelamatkan dirinya dari keburukan Adrian. Keduanya tak menyadari ada sepasang telinga lain yang mendengarkan pembicaraan mereka. Kedatangannya sebenarnya untuk mengabarkan jika prosedur inseminasi dipercepat dan Varrel memberinya obat baru untuk diminum ebelum hari itu terlaksana. Namun, lelaki itu justru mendengarkan apa yang tak pernah dia tahu selama ini. “Berikan ini kepada Abi ketika mereka selesai dan katakan inseminasinya lima hari lagi,” perintah Rasha dan lelaki itu berlalu dari hadapan Sergy sebelum pengawalnya itu mengucapkan sepatah kata. Abi menatap plastik yang tergeletak di meja, sesudah dia menghabiskan waktu dengan Maria, dia melihat Sergy ada di sana dan menyerahkan obat ini kepadanya termasuk pesan Rasha soal inseminasi yang akan dia laksanakan. “Apa bertemu denganku sesulit itu, sampai harus mengatakan hal penting itu melalui pengawalmu,” keluh Abi yang tidak menghiraukan obat itu dan memilih tidur. Rasha memperhatikan layar tabletnya yang memutar video cctv di kamar Abi. Lelaki itu mengernyitkan alisnya begitu tahu Abi tak meminum obatnya dan memilih tidur. “Dasar wanita keras kepala,” gumamnya tapi seulas senyum tercetak di bibirnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN