Rasha menggeram kesal berniat menghampiri Varrel untuk menghajarnya tapi tangan lembut menghalangi niatnya. Tatapan tak suka dan permohonan untuk tidak meladeni tingkah Varrel membuat lelaki itu menghela napas.
“Aku akan ke rumah sakit untuk membawa sampel ini, hasilnya nanti aku email atau by phone,” pamit Varrel dan meninggalkan ruangan itu.
“Kurang ajar sekali, kenapa dia tak mengatakan kapan hasilnya akan keluar,” keluh Rasha yang mendapat deheman dari Abi.
“Paling lama hasilnya besok keluar, kenapa kamu harus kesal, bukankah pemeriksaannya sudah dimajukan dua hari,” ucapan Abi membuat Rasha menoleh dan menatap wanita itu tak terima.
Abi sadar akan pandangan itu dan menatap Rasha balik tak kalah dingin.
“Aku ga membela Varrel tapi memang itu kenyataannya,” ucap Abi ketus.
“Seharusnya aku cek dua hari lagi, tapi itu dilakukan sekarang dan besok hasilnya keluar, bukankah itu bagus, kamu menghemat waktu sehari,” urai Abi membuat Rasha tak berkutik.
“Istirahatlah,” balas Rasha dan berlalu dari sana.
Maria menawarkan kudapan atau makan malam untuk Abi tapi wanita itu menolak. Namun, pelayan itu tak putus asa dan tetap membawakan sup hangat untuknya.
Maria tersenyum samar menatap Abi yang menyantap sup buatannya. Abi menyadari jika ada orang yang mengamati membuatnya menoleh.
“Apa terjadi sesuatu Maria?” tanya Abi penasaran.
Maria hanya mengeleng pelan.
Abi ingat jika sebelum membuka matanya dia mendengar suara teriakan dari seseorang.
“Apa Rasha sudah lama di sini?” tanya Abi penuh selidik membuat Maria menatapnya.
“Kenapa?” Abi malah bertanya balik karena melihat tatapan Maria yang penuh arti.
“Tuan Rasha sudah ada di sini setelah saya menghubunginya mengenai kondisi Nona,” jawab Maria membuat Abi yakin jika lelaki yang berteriak tadi adalah Rasha.
“Apa dia mengatakan sesuatu selama aku pingsan?” tanya Abi masih penasaran.
Maria diam sejenak. “Tuan Rasha hanya menegur pengawal Nona yang tak bisa menjaganya dengan baik sampai Nona pingsan,” sahut pelayan paruh baya itu.
Abi terbelak, “Apa dia juga memarahimu?” selidik Abi dan Maria hanya diam membuat Abi tahu jawabannya.
“Kenapa lelaki itu penuh emosi dan tidak bisa mendengarkan dulu penjelasan orang lain, egois sekali,” keluh Abi kesal dan menyendok makanan ke mulutnya sampai penuh.
“Tuan Rasha memang tidak suka ada kesalahan saat orang yang dia percaya melakukan tugasnya,” ujar Maria membuat Abi menghentikan kunyahannya dan menatap Maria.
“Seorang majikan yang perfeksionis, idealis dan banyak menuntut, sebelum beliau mengenal seseorang yang bisa membuatnya sedikit lunak,” Maria melanjutkan ucapannya membuat Abi penasaran.
“Seseorang yang membuatnya lunak, emang ada? Sampai sekarang dia masih kaku kaya kayu yang ga bisa diapa-apain, sekalinya dikasih tahu malah emosi bikin runyam keadaan,” keluh Abi sambil meneruskan kunyahannya.
Maria mengerutkan dahinya, “Tapi kenyataannya, Tuan Rasha tak pernah marah kepada Nona meskipun tingkah Nona tak sesuai dengan yang Tuan inginkan, bukankah itu artinya Nona yang bisa membuat beliau lunak,” kata Maria pelan.
Abi langsung tersedak mendengar ucapan Maria dan pelayan itu menyodorkan air mineral kepada Abi.
“Jangan ngaco,” protes Abi dan melotot kepada Maria membuat pelayan itu diam.
Maria pergi dari kamar Abi setelah dia menyelesaikan makannya. Abi memutuskan untuk memainkan ponsel yang jarang dia lakukan. Tapi hal itu tak berlangsung lama dan dia meletakkannya kembali.
Abi turun dari ranjang dan berjalan ke balkon untuk membunuh waktu sambil menunggu kantuk datang. Abi merapatkan mantelnya saat duduk di kursi yang sudah ada di sana.
“Coba di sini ada banyak lampion atau kerlip lampu mungkin aku merasa seperti berada di jalanan kota Rusia,” gumam Abi sambil membayangkan hal itu terjadi di halaman mansion Rasha yang begitu luas tapi hanya gelap yang terlihat.
“Aku kangen suasana kota Rusia di malam hari saat musim seperti ini, pasti semua lampu itu berpendar dengan cantik dan membuat mimpi indah saat mengakhiri hari,” Abi mengatakan itu dengan senyum mengembang.
Helaan napas terdengar membuat ekspresinya berubah dan kepalanya menunduk. Wanita itu menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah esok dia tak bisa melakukannya.
“Sabarlah Abi, ini hanya beberapa bulan lagi sampai anak ini lahir,” ucap Abi pelan sambil meraba perutnya yang membuat hatinya menghangat.
Wanita itu tak menyadari jika ada telinga lain yang mendengarnya bicara dan itu membuatnya paham apa yang sebenarnya Abi inginkan.
*
Rasha menghentikan sarapannya saat dia merasakan ada orang lain yang hadir di sana. Mata maskulin dan karismatik miliknya tak berkedip menatap seseorang yang datang di ruang makan dengan kepala penuh tanya.
“Apa kamu sudah sehat? Maria bisa mengantar sarapanmu ke kamar,” ucap Rasha begitu melihat Abi duduk di hadapannya.
Wanita itu menatapnya datar membuat Rasha merasakan aura yang kurang menyenangkan pagi ini.
“Apa sekarang aku tak boleh sarapan di sini?” timpal Abi ketus membuat Rasha yakin jika nalurinya benar.
“Kamu sedang sakit Abisha,” sahut Rasha pelan.
“I am not,” jawab Abi singkat dan mengambil sarapannya.
Rasha hanya menatap Abi dengan helaan napas. Abi mengunyah makanannya santai sampai dia menghentikan kunyahannya ketika sosis sapi ada dalam mulutnya.
Abi langsung berdiri membuat Rasha kaget dan menaruh perhatian. Abi berlari ke wastafel terdekat dan memuntahkan isi perutnya.
Rasha menaikkan alisnya bingung, apa Abi masih sakit sampai dia muntah seperti itu. Abi kembali sambil mengelap mulutnya dan menatap Rasha menyesal.
“Maaf membuat selera makanmu hilang,” sesal Abi tak enak.
Rasha diam memperhatikan Abi.
“Apa kamu yakin jika kamu sudah sehat?” tanya Rasha terdengar cemas.
Abi mengangguk santai.
Maria memiliki satu jawaban tapi dia tak berani menebaknya hanya diam menunggu majikannya selesai sarapan.
“Lalu kenapa kamu sampai mengeluarkan isi perutmu, bahkan kamu melakukannya sebelum sarapan selesai,” cecar Rasha.
Abi menghela napas dan menggeleng pelan. “Rasanya sosis itu aneh dan membuatku mual,” ujar Abi pelan.
Maria yang mendengarnya ikut panik dan memeriksa hidangan itu. Dia tak melihat ada yang salah dengan sosis yang dia hidangkan.
“Saya akan menggantinya Nona,” ucap Maria dan Rasha berdehem.
Rasha melirik Maria dan mengambil sosis seperti yang Abi makan. Lelaki mencicipinya tapi tak menemukan rasa seperti yang Abi ucapkan.
“Jangan salahkan Maria mungkin saja ini sosis yang beda dari biasanya. Dengar dulu penjelasannya,” cerocos Abi khawatir Rasha akan marah kepada Maria.
Rasha menatap Abi lekat membuat wnaita itu salah tingkah sampai mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Sosis yang sama dengan biasanya,” ucap Rasha pelan.
Abi terbelak dan mengambil sosis itu lagi tapi saat di dekat hidungnya rasa mual kembali muncul. Abi meletakkan sosisnya cepat dan mengambil air untuk meredakan mualnya.
“Dan rasanya juga enak, tak ada yang berubah,” jawab Rasha membuat Maria memahami satu hal dengan tingkah Abi itu.
“Biasa terjadi jika ada perubahan dalam indra pengecapnya atau mungkin Nona Abi mengalami morning sickness,” sebuah suara yang tiba-tiba terdengar lantang membuat keduanya mengalihkan pandangan dan melihat Varrel tersenyum riang.
Rasha sudah berdecak kesal dengan kedatangan dokter menyebalkan itu, terutama dia datang sepagi ini dan mengganggu ketenangan keduanya.
“Morning sickness, apa itu artinya?”
***