Abi tak percaya dengan ucapan Varrel soal kejadian yang baru saja dia alami. Meskipun dia tidak pernah hamil tapi dia paham arti ucapan dokter yang mendadak muncul di mansion Rasha.
Varrel tersenyum kepada Abi dan mengangguk yakin.
“Congratulations for your pregnancy,” ucap Varrel ceria sambil menyodorkan kertas putih.
Semua orang yang ada di ruang makan itu terkejut dengna berita pagi ini dan menatap Abi lekat. Seolah mereka ingin ikut bergembira tapi tentu tak mungkin dilakukan.
Rasha yang sama terkejut cepat berdiri dan mengambil kertas itu sebelum Varrel sempat memberikannya kepada Abi. Varrel berdecak melihat kelakukan Rasha.
Lelaki itu membaca hasil lab dan tertulis jika Abi memang hamil. Rasha menatap Abi tak percaya dan semua ini karena program inseminasi itu.
“Apa ini benar?” tanya Abi masih tak percaya dan Varrel terkekeh dengan reaksi Abi.
“Beberapa bulan lalu gagal kamu terlihat kecewa kenapa sekarang tidak percaya,” celetuk Varrel.
Abi menggeleng cepat. “Aku hanya tidak percaya jika hasilnya akan secepat ini, aku kira aku harus menunggu bulan depan untuk tahu,” ucap Abi polos.
Varrel tersenyum.
“Program inseminasi ini juga mempersingkat proses pembentukan embrio, jadi kita langsung mulai saat proses pembuahan dimana aku sudah menyuntikkan benih di rahim kamu,” jelas Varrel.
“Dan hasilnya ini ga sampai satu bulan?” tanya Abi bingung.
Varrel menggeleng, “Boleh aja satu bulan untuk tahu kondisinya, termasuk janin berusia berapa minggu. Namun, hasil yang sekarang untuk melihat keberhasilan program inseminasi.”
“Makanya semalam aku minta sampel darah untuk melihat ada kandungan HCG dalam darah kamu. Saat proses pembuahan berhasil HCG sudah bisa dideteksi,” jelas Varrel panjang lebar.
Abi melihat reaksi Rasha yang sama terkejutnya dengan dirinya. Varrel mengikuti arah pandang Abi dan menepuk Rasha pelan.
“Ga seneng?” tanya Varrel membuat Rasha menatapnya datar.
“Jingkrak-jingkrak dunk kalo emang happy,” Varrel mengatakan hal konyol yang membuat semua orang menatapnya aneh.
Varrel tak kuat menahan tawa dan mengeluarkan satu kantong kecil yang dia berikan kepada Abi.
“Jaga kandunganmu baik-baik karena usianya masih muda, rentan keguguran,” pesan Varrel.
“Ini obat untuk membantu menjaga kehamilanmu, semua dosis dan aturan minumnya sudah aku cantumkan di situ,” ucap Varrel dan Abi melihat ada sekitar empat macam obat di sana.
Varrel ganti menoleh kepada Rasha yang masih diam.
“Selamat Tuan atas calon pewaris Sandr dan keberhasilan program ini sesuai dengan yang Anda inginkan,” ucap Varrel mengulurkan tangannya tapi Rasha mendengar ucapan itu seperti sindiran.
Varrel menarik tangannya dan berganti menepuk pundak Rasha dan mendekatinya sampai kepalanya ada di telinga Rasha.
“Jaga dia baik-baik atau aku yang akan membawanya pergi dari kehidupanmu,” ucap Varrel membuat Rasha menoleh dan menatapnya tajam.
“Jika ada keluhan jangan sungkan untuk menghubungiku Tuan Rasha dan Nona Abi. Ingat, Nona jangan sampai stress,” kembali Varrel berpesan sambil menatap Rasha sengit.
“Saya permisi dulu, sampai ketemu bulan depan Nona Abi,” pamit Varrel.
“Terima kasih Dok,” ucap Abi ketika Varrel berlalu dari sana dan dokter muda itu hanya tersenyum ramah.
Rasha menghampiri Abi dengan ekspresi bahagia dan senyum mengembang. Hanya wanita aneh yangtidak terpesona dengan senyum Rasha yang membuat jantung Abi mendadak berdebar kencang hanya melihat senyumannya.
“Jaga kesehatanmu mulai sekarang, apapun yang kamu inginkan katakan saja kepadaku, Maria, Sergy atau Digga. Jangan percaya siapapun selain mereka dan lakukan apapun yang kamu mau selama kamu masih di dalam mansion ini,” pesan Rasha membuat Abi tak tahu harus merespon seperti apa.
“Ingat kamu adalah ibu dari anakku jadi kamu harus kuat menahan semuanya dan yang utama adalah keselamatan anak dalam kandunganmu itu,” pesan Rasha.
Seharusnya Abi sadar jika semua ini memang karena anak ini dan tidak ada hal yang perlu mereka bahas selain yang berkaitan dengan anak ini.
Namun, pesan Rasha yang baru saja dia dengar, entah kenapa membuatnya sedih dan kecewa. Lelaki itu memang tersenyum, tapi sepertinya senyum itu bukan untuknya tapi untuk anak dalam kandungannya.
‘Sadarlah Abi, dia memang tidak tertarik padamu, Rasha hanya ingin anak ini,’ pikiran Abi terus dipenuhi ucapan itu.
Rasha yang sudah memberi pesan kepada Abi tapi tak mendapat respon apapun mulai curiga dan menatap wanita itu lekat. Dia baru menyadari jika Abi melamun.
“Abisha,” bisik Rasha membuat Abi terlonjak kaget.
“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Rasha pelan.
“Kamu,” jawab Abi reflek tapi dia menggeleng cepat.
“Maksudku kenapa kamu jadi bawel sekali sekarang, dari tadi aku mendengar kamu bicara tanpa jeda,” sahut Abi cepat menutupi kegugupan sekaligus rasa kecewanya.
Rasha mengerutkan dahinya bingung dan menatap wanita di hadapannya yang mulai aneh.
“Kamu dengar apa yang aku sampaikan tadi?” tanya Rasha curiga dan Abi mengangguk yakin.
Tak ingin berdebat lebih lama Rasha memutuskan untuk pergi dari sana. Keluar dari ruang makan dia menghentikan langkahnya dan memikirkan satu ide.
“Maria siapkan pesta untuk keluargaku di mansion ini bulan depan. Mereka harus tahu jika aku berhasil,” perintah Rasha bangga dengan kekehan pelan.
Abi sampai terkejut dengan permintaan Rasha tapi apa daya dia tak mungkin membantahnya karena memang ini yang Rasha inginkan.
Setelah perintah dari pemilik mansion waktu itu, mansion Rasha mendadak sibuk terutama di halaman samping di bawah kamar Abi dan halaman depan mansion.
Abi melihat kesibukan mereka dari balkon kamarnya. Dia tak tahu apa rencana Rasha sampai mengadakan pesta di halaman samping yang tak besar jika dibanding halaman belakangnya.
Suara ketukan pintu kamarnya membuat Abi mengalihkan perhatian dan belum sempat dia berjalan ke arah pintu, dia mendengar derap langkah memasuki kamarnya.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Rasha tiba-tiba membuat Abi bingung.
“Siap kemana?” tanya Abi balik.
Rasha menoleh ke Sergy dan Maria yang ada di sana tapi mereka diam saja. Lelaki itu kembali menatap Abi yang menunjukkan kebingungan sekaligus menunggu jawaban dari Rasha.
“Apa aku tak bilang kepadamu jika kita akan ke rumah sakit untuk melihat hasil USG dari janin yang kamu kandung?” tanya Rasha tapi nadanya terkesan memastikan jika dia sudah mengatakannya.
Abi menggeleng.
“Aku hanya tahu jika kamu akan mengadakan pesta dan kunjungan ke dokter masih beberapa hari lagi,” jawab Abi tak mau kalah.
Rasha berdehem, tak mungkin dia mengaku jika lupa mengatakannya kepada Abi.
“Kita harus USG dulu sebagai bukti kalau kamu mengandung yang bisa dipamerkan kepada keluarga besar,” ucap Rasha santai.
“Pestanya dua hari lagi dan aku mau sebelum itu kamu sudah periksa untuk tahu bagaimana kondisi kandungan kamu,” Rasha melanjutkan ucapannya.
“Baiklah, aku akan siap-siap sekarang,” kata Ab tak membantah.
Rasha dan Sergy pergi dari sana, Maria membantunya bersiap. Tak sampai tiga puluh menit Abi sudah siap dan mencari Rasha di ruang tengah tapi tak ada.
“Biar saya yang mencari Tuan, Nona tunggu di sini saja,” kata Maria dan Abi mengangguk setuju.
“Kita berangkat sekarang,” ajak Rasha ketika dia sampai di ruang tengah dan sempat menatap Abi lama.
Abi curiga dengan tatapan itu membuatnya berkomentar. “Apa baju ini jelek?” celetuk Abi tiba-tiba.
Rasha menggeleng, “Cantik,” ucapnya pelan.
Abi mengerjapkan matanya, dia sebenarnya ingin Rasha mengulang ucapannya tapi sepertinya tak mungkin karena Rasha langsung pergi begitu saja setelah mengatakannya.
Keduanya duduk bersama di mobil SUV yang sebenarnya asing buat Abi. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar mobil karena merasa interiornya berbeda dari mobil kebanyakan.
“Aku memang membuatnya khusus untukmu bepergian, suspensi yang empuk, minim goncangan, jadi membuatmu nyaman karena kursinya bisa diatur sampai model bed,” jelas Rasha menunjukkan caranya kepada Abi.
Wanita itu tersenyum ceria mengetahui Rasha memperhatikan kenyamanan dirinya sampai sedetail ini.
“Mobil ini juga anti peluru, ada alat pelacaknya dan semua teknologi dibuat otomatis jika ada penyerangan maka dia akan memberikan alarm bahaya yang membuat pengawal akan membantu evakuasi,” kembali Rasha menjelaskan kemampuan mobil itu kepadanya.
Abi mengangguk paham dan tersenyum bahagia mengetahui hal ini. Tak ayal Rasha ikut tersenyum.
“Aku menepati janjiku kepadamu, selama kamu mengikuti aturanku maka keselamatan kamu dan bayi itu akan selamat. Semua ini harus sempurna demi pewaris Sandr,” ujar Rasha penuh kebanggaan.
Abi seakan tersadar jika semua ini bukan untuknya tapi kembali lagi untuk bayi yang ada dalam kandungannya. Abi mengalihkan pandangan dan memendam rasa kecewanya. Rasha mengetahui perubahan ekspresi yang Abi tunjukkan.
“Apa kamu tidak suka?” tanya Rasha curiga.
Abi menatap Rasha dan menggeleng pelan. “Bukan itu, terima kasih untuk semua yang kamu berikan,” ucapnya lembut.
“Meskipun kamu boleh pergi jalan-jalan keluar mansion apa itu juga tak membuatmu bahagia?” selidik Rasha.
Abi hanya menghela napas tak melihat ekspresi Rasha.
“Kan aku hanya pergi ke rumah sakit, kenapa itu harus membuatku bahagia bukankah kamu yang melarangku pergi,” timpal Abi tak sadar.
Rasha berdehem hendak menjelaskan maksud ucapannya tapi Sergy memotong niatnya dengan mengatakan jika mereka sudah tiba di rumah sakit.
Abi langsung turun tanpa menunggu pengawal membuka pintu untuknya. Rasha menghampiri Abi cepat dan berdecak keras.
“Lain kali jangan lakukan semua ini sendiri, biarkan mereka yang membuka pintu untukmu,” pesan Rasha dan Abi hanya berdehem untuk menjawabnya.
Varrel menyambut keduanya dengan waah sumringah dan melakukan pemeriksaan USG. Abi dan Rasha fokus menatap layar alat itu membuat Varrel merasakan sesuatu yang aneh diantara keduanya.
“Usia janinnya masih 4 minggu jadi belum terlihat tapi sudah muncul kantung rahim seperti ini,” jelas Varrel sambil menunjukkan gambar yang ada di layar USG.
Abi menatap terkesima, cita-citanya yang memang ingin punya anak tanpa harus menikah dan sekarang itu terwujud. Rasha sendiri melihat gambar itu memberikan detak tersendiri di jantungnya sampai tanpa sadar dia membelai rambut Abi.
“Apa itu bisa dicetak?” tanya Rasha dan Varrel mengangguk cepat.
Varrel mengoperasikan alat itu agar bisa mendapat hasil yang bagus dan tak lama hasilnya keluar dan dia berikan kepada Rasha.
“Selamat ya calon ayah,” ledek Varrel membuat Rasha menatapnya datar.
Tak ayal tatapan itu membuat Varrel terbahak dan kembali ke tempat duduknya. Abi dan Rasha menyusul Varrel setelah Abi merapikan bajunya.
“Selama tidak ada keluhan kamu bisa melakukan dan makan apa saja, tidak ada pantangan, buat happy aja, okay,” pesan Varrel dengan senyum ceria.
Abi mengangguk ceria.
Keduanya pergi dari sana dan Rasha berjalan pelan di samping Abi yang selama ini tak pernah dia lakukan membuat Abi bingung dan berkali-kali menatapnya.
“Jangan menatapku seperti itu, aku tak mau kamu keguguran karena mengikuti langkahku yang lebar,” ucap Rasha tapi pandangannya masih lurus ke depan.
Abi terkikik geli membuat Rasha berdecak tapi tak lama lelaki itu ikut tersenyum. Namun, keceriaan mereka mendadak pudar saat beberapa pengawal berdiri di pintu utama rumah sakit.
Sergy yang melihat majikannya muncul langsung melapor. “Tuan dan Nona, tunggu dulu di sini sampai suasana memungkinkan,” kata Sergy cepat.
“Ada apa?” tanya Rasha curiga.
“Ada beberapa wartawan yang memaksa masuk untuk melakukan konfirmasi kepada Anda terkait berita kehamilan Nona Abi,” lapor Sergy membuat Rasha terkejut.
Sergy menydorkan tablet dan nama Rasha jadi headline news. Berita itu tertulis jika Rasha menghamili seorang wanita dan dia mengantar wanita itu untuk memeriksakan kehamilanya.
Rasha menatap Sergy kesal. “Siapa yang berani membocorkan hal ini?” geram Rasha.
“Kami masih menyelidikinya Tuan, karena tepat ketika Tuan dan Nona masuk rumah sakit beberapa wartawan mulai berdatangan dan beberapa dari mereka juga mengulik informasi dari rumah sakit tanpa kita ketahui,” jelas Sergy.
“Sialan, siapa yang berani melakukan ini dan membuat semuanya dalam bahaya,” kesal Rasha.
Abi sampai tak berani menatap Rasha dan melihat kerumunan orang di luar sana tapi banyaknya pengawal Rasha membuat orang-orang itu tak bisa masuk.
“Astaga mereka cepat sekali datangnya aku tak menyangka akan secepat ini,” sebuah suara yang familiar di telinga mereka membuat ketiganya menoleh.
“Varrel,” lirih Abi.
Rasha langsung paham siapa yang berani melakukan ini. Lelaki itu tentu saja tak tinggal diam, Rasha menghampirinya.
Buughhh..
“Apa yang sudah kau lakukan sialan,” umpat Rasha sampai dia mendapat perhatian banyak orang.
Sergy membantu Abi untuk menjauh khawatir keduanya akan bertengkar sengit. Abi sendiri meminta Sergy untuk melerai tapi pengawal itu menggeleng.
“Tidak ada yang penting, hanya sedikit kehebohan untuk membantumu publikasi,” kekeh Varrel semakin membuat emosi Rasha meledak.
“Dasar dokter bodoh! Kau ingin membunuhku, Abi atau anakku, heeh!” sentak Rasha membuat Abi cemas jika keduanya terluka karena Rasha terus menghajar Varrel.
“Tenanglah, ini hanya pancingan seberapa banyak musuhmu dan sejauh apa kau bisa melindungi Abi dan calon anakmu itu dari bahaya.”
***