Rasha berkali-kali menghela napas untuk meredakan perasaan aneh yang ada dalam dirinya. Dia merasa tak ada yang salah dengan ucapannya itu tapi entah kenapa terbersit rasa bersalah setelah mengatakannya kepada Varrel.
Lelaki itu kembali menghubungi Varrel tapi tak diangkat membuat pikiran buruk menghampirinya. Rasha kembali ke ruang meeting dan semua orang memperhatikannya. Dia berusaha menormalkan ekspresinya yang cemas dan menghampiri Sergy.
“Coba periksa apa terjadi sesuatu di mansion,” perintah Rasha dan Sergy mengangguk. Pengawal itu keluar sedangkan Rasha kembali melanjutkan meetingnya yang tertunda.
Meskipun Rasha sudah mendengarkan laporan dengan seksama dan berusaha menghilangkan bayang-bayang Abi tapi tetap saja pikirannya berkecamuk dan rasa gelisah itu tak bisa dibendung.
“Tunggu sebentar,” potong Rasha membuat salah satu anggotanya yang melapor diam seketika. Digga memperhatikan gerakan Rasha dan firasatnya tak enak.
“Kita tunda dulu meeting hari ini dan melanjutkannya besok, ada yang harus saya urus lebih dulu,” ucap Rasha membuat semua peserta terhenyak tapi mereka mengangguk paham.
Rasha pergi keluar ruangan begitu saja, Digga sampai kewalahan mengikuti langkahnya yang tiba-tiba. Sampai di ruangannya Rasha kembali menelpon Varrel dan dia tak mendapat jawaban apapun.
“Mana tabletku!” sentak Rasha membuat Digga kelabakan dan mengambil tablet milik Rasha yang sedari tadi ada di meja.
Lelaki itu menekan tombol power berkali-kali tapi tablet itu tak menyala membuatnya menatap Digga sengit. Asistennya itu mengambil alih dan mencobanya, sampai dia menghubungkan ke aliran listrik untuk mengisi daya.
“Lain kali kalo aku butuh dan daya itu habis seperti sekarang, aku akan menghabisi nyawamu seperti tablet itu,” perintah Rasha dan Digga hanya menelan ludahnya pahit.
***
Maria mengetuk kamar Abi berkali-kali tapi tak ada sahutan membuatnya cemas. Setelah dokter itu pamit pergi Maria membuatkan sup dan minuman hangat untuk Abi berharap sakit yang dia derita bisa sembuh. Namun, sekarang wanita itu tak menyahut saat dia memanggilnya.
Tak kehilangan cara, Maria kembali ke dapur dan mencari kunci cadangan kamar Abi beserta pelayan untuk membantunya. Dia membuka kamar itu dan mencari Abi di seluruh ruangan sampai kelambu di balkon berkibar membuatnya sadar jika ada orang di sana.
“Nona Abi!” pekik Maria.
Maria meminta pelayan yang bersamanya untuk membantunya memindahkan Abi ke ranjang. Segera Maria menyelimuti tubuh Abi untuk menghangatkannya. Dia berusaha membangunkan Abi tapi tak bisa sampai Maria sadar jika tubuh Abi demam.
Maria mengambil ponselnya untuk menghubungi Varrel, dia berharap dokter itu belum jauh dari mansion agar bisa lekas kemari.
“Dokter, tolong Nona Abi pingsan dan badannya demam,” ucap Maria tergesa membuat Varrel menghentikan laju mobilnya.
“Apa!” Varrel meminta Maria menjelaskan kembali khawatir dia salah dengar. “Sejak kapan?” tanya Varrel.
“Saya tak tahu Dokter tapi belum satu jam setelah kepergian dokter dari sini saya sudah menemukan Nona Abi pingsan di balkon kamarnya,” ucap Maria panik.
“Okay tunggu di sana,” perintah Varrel dan keduanya mengakhiri panggilan.
Varrel langsung putar balik dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di mansion Rasha. Apa yang dia khawatirkan terjadi, tapi dia tak menyangka jika kejadiannya secepat ini atau mungkin Abi yang sudah tak bisa menahannya lagi.
Varrel langsung ke kamar Abi begitu sampai di mansion. Dia masuk begitu saja karena pintu kamar Abi terbuka.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Varrel melihat wajah Abi makin pucat dari sebelumnya.
Varrel membuka selimut dan menekan bagian perutnya, tak lama dia melihat ke bawah dan roknya ada bercak darah.
“Cepat telpon ambulance dan bawa Abi ke rumah sakit biasanya,” perintah Varrel tapi Maria dan pelayan di sana saling pandang.
Varrel paham apa yang ada dalam pikiran mereka. “Cepat telpon, aku yang tanggung jawab sama Rasha!” sentak Varrel masih sibuk memeriksa organ vital Abi berharap semua baik-baik saja.
Varrel mengambil ponselnya sambil memandang Abi cemas. Dia melihat ada beberapa panggilna dari Rasha dan menghubunginya kembali.
“Rasha, kita ga bisa menunda lagi, Abi pingsan dan dia pendarahan serius. Aku ga mau nunggu kamu datang, jadi aku sudah meminta ambulance kemari dan membawanya ke rumah sakit,” jelas Varrel.
“Punya hak apa kamu memutuskan seperti itu tanpa meminta pendapatku terlebih dulu!” sentak Rasha.
Vrrel berdecak kesal, “Kamu mau melihat Abi kritis atau mati lebih dulu baru mengambil keputusan?” gantian dokter itu yang membentak Rasha.
“Jika mau kamu seperti itu silahkan saja, tapi dia juga pasienku, aku dokternya berhak melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawanya,” tutup Varrel dan tak lama dia mendengar sirine ambulance datang.
Varrel menjelaskan kepada penjaga dan sempat adu mulut karena penjaga tak percaya. Sampai akhirnya Varrel meminta tandu dan membawa Abi yang pingsan di gerbang mansion untuk membuat penjaga percaya.
Tak punya pilihan lain, penjaga melepaskan ambulance itu dengan pengawalan ketat dari penjaga Rasha yang sudah siaga.
Sergy yang mulanya masih menyelidiki dan mendapat kabar dari anak buahnya yang bertugas di sana mengenai kondisi Abi. Pengawal Rasha itu pergi menemui Rasha dan menceritakan segalanya.
Bbrraakk..
Rasha memukul meja membuat semua orang menahan napas melihatnya. “Ga bisa dibiarkan sekarang kita harus bertindak,” gumam Rasha.
“Habisi gudang senjata dan putus beberapa bisnis Adrian yang ada di Timur, kita harus memberikan dia pelajaran soal ini dan siapa yang dia hadapi,” perintah Rasha kepada Sergy.
“Apa Bos akan pergi untuk menemui Nona Abi?” tanya Digga dan Rasha mengangguk.
“Siapkan penerbangannya sekarang, kalau perlu pakai helikopter dan langsung mendarat di rumah sakit,” pinta Rasha keluar dari sana.
Varrel segera mengambil tindakan dan membawa Abi ke ruang operasi. Dia meminta kode emergency untuk beberapa perawat dan dokter yang membantunya di rumah sakit agar Abi bisa segera ditangani.
Butuh waktu setidaknya satu jam untuk mengobati pendarahan Abi. Apa yang Abi almi bukan karena efek samping obat atau dia mengalami kelelahan, tapi dia memang sengaja memberi obat hormonal itu untuk mengetahui reaksi zat kimia yang sebelumnya masuk dalam tubuh Abi.
Varrel kembeli ke ruangannya untuk mengambil ponsel dan berniat menghubungi Rasha tapi dering ponsel miliknya terdengar lebih dulu dan dia melihat nama orang yang sama.
“Untung saja aku tidak menuruti ide gilamu dengan tetap diam di mansion, terlambat satu jam saja nyawa Abi bisa tidak tertolong, bodoh,” umpat Varrel lega karena keegoisan Rasha.
“Bagaimana kondisinya?” tanya Rasha santai mengabaikan umpatan Varrel.
“Sesuai anlisaku, racun itu belum seratus persen keluar dari tubuhnya, makanya obat penetralisir yang aku berikan yang membuatnya seperti ini, tapi aku tak menyangka jika efeknya sampai membuat dia pendarahan,” jelas Varrel.
“Seharusnya bagaimana?” tanya Rasha penasaran.
“Hanya keluar darah seperti haid, tapi mungkin juga ini terjadi karena dosis dan kondisi tubuh Abi yang kurang sehat,” ucap Varrel.
“Jadi saranku lebih baik dua atau tiga bulan lagi dia melakukan inseminasi Rasha, aku khawatir dengan kondisi kesehatannya,” pesan Varrel berharap Rasha bisa mengikuti sarannya.
“Aku mengerti,” jawab Rasha singkat dan dia mengakhiri panggilannya.
“Bos, helikopter sudah siap 10 menit lagi,” ucap Sergy dan Rasha sudah bersiap untuk pergi ke helipad yang ada di kantornya. Namun, dering ponselnya menghentikan langkahnya dan dia melihat nama ayahnya ada di sana.
“Jika bukan hal penting, aku akan menghubungi Papah satu jam lagi,” ucap Rasha tanpa basa basi menunggu kalimat dari ayahnya keluar.
“Dasar anak tidak tahu sopan santun,” gerutu Zhen.
“Ini menyangkut pewaris Sandr yang kamu janjikan itu, Papah cuma mau mengingatkan waktumu kurang dari enam bulan tapi sampai sekarang Papah tak melihat jika wanita yang kamu bawa itu hamil,” sindir Zhen.
Rasha mengepalkan tangannya membuat Sergy yang ada di dekatnya merasakan firasat buruk.
“Adrian sudah banyak melakukan perubahan di Sandr, sepertinya dia yakin jika dirinya akan menang melawan kamu,” kekeh Zhen yang sebenarnya salah membuat pancingan untuk anaknya.
“Jika Papah tidak tahu apa-apa, cukup diam saja dan menonton, jangan sampai membuat Sandr makin terpuruk, kasihan Kakek yang sudah susah payah membangunnya,” sarkas Rasha.
Zhen berdehem tak terima tapi dia tak bisa membantah ucapan anaknya itu.
“Enam bulan sudah cukup buatku membuktikan Sandr masih dalam kuasaku. Jadi jangan bertingkah macam-macam dan membuat semuanya makin rumit terutama untuk keselamatan calon pewaris Sandr,” tegas Rasha.
Zhen hanya berdecak mendengar ucapan Rasha. Sergy melihat jika helikopter yang akan mereka naiki tiba dia memberi kode kepada Rasha untuk segera mengakhiri panggilannya.
“Satu lagi, katakan kepada Adrian jika Papah bertemu dengannya. Sekali lagi dia menyakiti Abi, maka bisnis yang dia miliki tidak bersisa termasuk yang ada di Sandr,” tutup Rasha tanpa menunggu balasan dari Zhen.
Rasha masuk helikopter bersama Sergy, dia kembali teringat ucapan ayahnya jika waktu yang dia miliki hanya enam bulan. Dia mencoba berhitung dengan segala kemungkinan terutama soal kesehatan Abi dan saran dari Varrel.
Belum sempat Sergy turun dari helikopter, Rasha sudah turun lebih dulu dan bergegas ke kamar inap Abi. Seperti sebelumnya, rumah sakit ini memang sudah disewa khusus oleh Rasha untuk melakukan perawatan yang aman dan terjaga kerahasiaannya bagi Abi.
Soal kamar inap pun tanpa bertanya Rasha sudah tahu dmana wanita itu dirawat karena dia minta kamar khusus yang harus dikosongkan untuk Abi.
Tak lupa penjagaan yang super ketat menuju kamar itu bahkan seluruh area koridor disterilkan hanya perawat dan dokter yang sudah mereka verifikasi yang boleh melintas.
Rasha melihat wajah pucat Abi dengan selang infus di tangannya. Ada desir aneh yang muncul dalam dirinya melihat Abi seperti itu. Dia masih berdiri di samping ranjang tak menunjukkan reaksi apapun sampai sebuah suara membuyarkan lamunannya.
“Astaga, aku kira setan berdiri di sana,” ucap Varrel yang memang terkejut melihat kehadiran Rasha.
“Sejak kapan kamu datang? Kenapa tak mengabariku jika ke sini, tau gitu aku menunggumu,” ucap Varrel masih dengan gerakan yangcekatan memeriksa Abi.
“Dia sudah sadar?” tanya Rasha pelan.
Varrel mengangguk, “Dia sempat membuka mata sebentar setelah operasi tapi tak lama dia kmebali tidur sampai sekarang,” ucapnya.
“Operasi apa?” tanya Rasha kaget dan menatap Varrel tajam.
“Kuret, karena pendarahan yang dia alami dan mencegah hal buruk di rahimnya jika pendarahannya tidak dibersihkan dengan baik, contohnya kanker rahim. Tempat asset berhargamu berada,” ucap Varrel sarkas.
“Berapa lama masa pemulihannya?” cecar Rasha membuat Varrel merasakan hal yang tidak enak.
“Jangan memaksanya Ras,” ucap Varrel tiba-tiba.
Rasha kembali memberikan tatapan tak bersahabat bahkan kini berubah jadi tatapan mengerikan.
“Tidak perlu ikut campur urusanku!” sentak Rasha.
Varrel menghela napas dan melipat tangannya sambil menatap Rasha tanpa takut.
“Tapi dia juga manusia bukan robot. Dia berhak untuk sehat terlebih dulu sebelum kamu menjalankan program ini,” Varrel masih berusaha sabar dengan keputusan Rasha.
“Berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk sembuh!” bentak Rasha tak terima dengan ucapan Varrel.
“Totally 3 bulan, tapi –“ ucapan Varrel belum sempat dia selesaikan Rasha sudah mengambil keputusan sepihak.
“Bulan depan setelah ini dia harus menjalankan inseminasi pertama. Ini perintah!” ucap Rasha tanpa bantahan.
“Ras!” sentak Varrel yang sudah habis kesabaran.
Keduanya saling menatap sengit. Mereka tak menyadari ada telinga lain yang mendengarkan percakapan mereka dalam diam dan sayatan pedih.
“Kamu bisa tanya siapapun, kuret itu sembuh dan bisa hamil lagi dalam waktu 3 bulan, kenapa kamu jadi orang egois yang memaksanya inseminasi dalam waktu 1 bulan,” urai Varrel tak terima dengan keputusan itu.
Rasha mencengkram kerah baju Varrel dan memberikan tatapan membunuh kepada dokter muda itu tapi sayangnya Varrel tak peduli dan menantang Rasha balik.
“Aku tak peduli dengan urusan orang lain,” desis Rasha.
“Abi lebih kuat dari wanita lain, jadi dia akan menerima benih dariku bulan depan, no negotiate again. Dan kamu hanya dokter yang aku bayar untuk menjalankan perintah bukan mengaturku!” tekan Rasha tanpa ampun.
Rasha mendorong Varrel keras sampai tubuhnya terhuyung.
“Bagaimana kamu bisa menjamin jika program ini akan langsung berhasil dalam satu kali percobaan,” kata Rasha enteng.
*****