Varrel tersenyum mendengar ucapan Abi. “Masih bisa selama kamu mau dan bertekad untuk punya anak, tapi jalannya memang sedikit berbeda dan ga semudah dulu,” Varrel berusaha menenangkan Abi.
Abi menyelami sorot mata Varre ingin mencari kebohongan itu tapi dia tak menemukannya. Wanita itu menghela napas setidaknya dia masih berguna jadi wanita karena dia masih bisa hamil meskipun tak mudah.
“Aku kira kamu berharap tak bisa hamil agar Rasha melepaskanmu,” kekeh Varrel tapi Rasha menunjukkan ekspresi menahan amarah.
Abi hanya diam tertunduk membuat Varrel merasa bersalah mengajukan pertanyaan itu.
“Sorry,” lirih Varrel menggenggam tangan Abi.
Wanita itu mendongak dan menggeleng pelan, “Aku memang ingin lepas dari Rasha tapi jika aku lepas darinya tapi aku tak bisa hamil lagi, bagaimana aku bisa membahagiakan calon suamiku nantinya? Aku wanita normal, wanita biasa yang menginginkan pernikahan dalam hidupku, tapi kejadian ini membuatku tak yakin hal itu bisa terwujud,” ucap Abi sendu.
Dua pria itu terhenyak dengan ucapan Abi.
Varrel semakin erat menggenggam tangan Abi berharap itu jadi kekuatan untuknya jadi lebih kuat. Rasha sendiri menatap Abi tak percaya, dia sudah membuat kehidupannya tak berjalan sesuai keinginannya tapi wanita itu masih memikirkan orang lain, sebenarnya hatinya terbuat dari apa.
“Aku bisa menunggumu lepas dari Rasha,” sahut Varrel yang sebenarnya serius tapi Abi malah tertawa mendengarnya.
Rasha melihat kilat ambisi dalam kata-kata tersebut, lelaki itu langsung menepis tangan Varrel dari genggaman Abi membuat wanita itu kaget.
“Rasha, ada apa denganmu?” ketus Abi tapi Rasha tak menjawab gantian dia menggandeng tangan Abi.
“Jika sudah selesai kita akan pergi,” ucap Rasha dan menarik Abi begitu saja tak sempat bagi Varrel untuk menghalanginya.
“Dasar lelaki dengan gengsi tinggi,” keluh Varrel melihat kepergian mereka.
Rasha meminta Sergy meninggalkan mereka berdua, pengawalnya membuka pintu untuk Abi dan Rasha. Lelaki itu melaju dengan cepat tapi di belakangnya ada tiga mobil pengawal yang mengikutinya.
Sesekali Abi melihat ke belakang untuk memastikan apakah mobil itu masih mengikuti mereka. Tindakannya itu tanpa sadar membuat Rasha semakin kesal dan mempercepat laju mobilnya.
Mobil mereka melaju entah kemana dalam waktu cukup lama hampir enam jam perjalanan. Abi mulai takut karena hari mulai gelap dan Rasha tak bicara satu patah pun kepadanya.
Abi kembali mengulang tindakannya melihat ke belakang untuk memastikan masih ada mobil yang mengikuti mereka. Rasha yang tak tahna akhirnya menghentikan mobilnya begitu saja membuat Abi kaget.
“Apa mobil mereka lebih menarik daripada mobil ini, heehh,” sentak Rasha membuat Abi menggeleng pelan.
“Lalu, kenapa kamu terus memperhatikan mereka dibanding aku yang ada di sini,” kesal Rasha semakin menjadi.
Abi terdiam.
Dia tak mengerti kenapa Rasha bisa semarah itu hanya karena dia memperhatikan mobil pengawalnya dibanding mobil miliknya.
“Ka-kau membuatku takut,” cicit Abi.
Rasha menengok dan tersenyum sinis. “Seharusnya kamu merasakan itu sejak dulu,” dia kembali melajukan mobilnya setelah mengatakan hal itu.
Abi sesekali menengok Rasha tapi lelaki itu masih bergeming sampai mereka berhenti di lampu lalu lintas dan dia menoleh ke arah Abi membuat wanita itu kaget.
“Apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Rasha membuat Abi mengerutkan dahinya.
Sejak kapan Rasha jadi peduli apa keinginannya sedangkan selama ini dia selalu memaksakan kehendaknya.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Abi balik.
“Kamu punya waktu dua jam untuk memikirkannya sebelum kita sampai tujuan,” ucap Rasha melohat jam yang ada di pergelangan tangannya.
Abi hanya menatap Rasha tanpa suara dan lelaki itu kembali melanjutkan mobilnya sampai Abi menyadari satu hal kemana mobil ini pergi.
“Apa ini,” Abi tak sanggup berkata-kata karena dia tertegun melihat pemandangan di hadapannya.
Rasha memperhatikan ekspresi Abi saat tahu kemana mereka pergi. Wanita itu menahan air matanya begitu melihat apa yang ada di hadapannya.
Abi menghapus air mata yang tak sengaja keluar. “Apa aku boleh masuk ke sana dan –“ Rasha memotong ucapan itu membuat Abi terdiam.
“Hanya 30 menit terakhir kali kamu bertemu dengan merek, setelah ini aku tak akan memberikanmu ijin bertemu dengan mereka lagi. Jadi manfaatkan dengan baik kesempatan ini,” tegas Rasha membuka central lock mobil.
Abi masih diam dalam mobil sambil meremas tangannya. Rasha memperhatikan semua itu dan memberikan Abi peringatan sekali lagi.
“Tapi jika kamu tak mau bertemu dengan mereka kita bisa pergi dari sini,” kata Rasha sudah bersiap menggerakan perseneling mobil dan tangannya dihalangi oleh Abi.
Tangan dingin Abi justru memberikan rasa hangat dalam diri Rasha yang selama ini tak pernah dia rasakan membuat lelaki itu terhenyak karena sentuhan Abi itu.
“Aku takut,” lirih Abi.
Rasha diam.
“Aku takut tidak bisa menahan air mataku dan membuat mereka sedih. Bagaimana jika mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi?” keluh Abi.
Rasha menghembuskan napas kasar, “Apapun yang terjadi mereka tak akan bisa menggagalkan rencana ini kecuali nyawa mereka taruhannya,” ancamnya.
Abi menatap Rasha tajam dan genggamannya semakin erat membuat Rasha merasa aneh dalam dirinya. Lelaki itu berusah menormalkan ekspresinya dan mengalihkan pandangannya sekaligus menarik tangan Abi.
Abi turun dan masuk rumahnya, Sergy yang melihat hal itu datang untuk bertanya kepada bosnya dan meyampaikan kekhawatirannya.
“Kau pikir aku melakukan ini tanpa rencana? Siagakan saja beberapa orang safari untuk mengawasi mereka, jadi kita tahu apa yang akan mereka perbuat setelah ini,” perintah Rasha dan Sergy pamit undur diri.
Abi kembali ke mobil setelah hampir satu jam dia pergi. Dia kembali dengan perasaan takut karena Rasha hanya memberinya waktu 30 menit. Abi kembali mengenakan seatbelt dan Rasha melajukan kendaraannya begitu Abi siap.
“Terima kasih,” ucap Abi di sela keheningan mereka tapi Rasha diam.
“Dan maaf,” ucap Abi tercekat dan tak lama berganti dengan isakan pelan.
Rasha seakan tak peduli dengan drama itu dan terus melajukan kendaraannya sampai tiba di tepi sungai yang melintasi kota itu. Rasha turun dan memaksa Abi untuk mengikutinya. Lelaki itu memberi kode kepada Sergy untuk menunggu di sana.
Abi berontak berusaha untuk melepaskan diri, Rasha melepaskannya begitu sampai di tempat yang dia inginkan. Abi menatap Rasha yang wajahnya memerah menahan amarah. Wanita itu mengalihkan pandangannya dan menggosok tangannya yang sakit karena cekalan Rasha.
“Sebenarnya dia ini batu atau manusia kenapa dia tak punya hati sama sekali,” gumam Abi sambil mengusap air mata yang masih ada di wajahnya.
Rasha mendekati Abi yang membuatnya semakin mundur sampai terantuk tembok pembatas sungai. Rasha semakin mengikis jarak mereka membuat Abi panik dan menahan tubuh Rasha dengan tangannya.
“Kau memang wanita yang susah diatur,” desis Rasha membuat Abi mendongak.
“Aku minta maaf untuk itu, karena terlambat kembali. Ayahku sedang sakit dan aku menemaninya sampai tertidur,” Abi menjelaskan kenapa dia terlambat kembali.
Tapi bagi Rasha bukan itu alasan yang ingin dia dengar. Karena dalam masa dia menunggu, Rasha melihat ada seorang pria yang datang ke rumahnya dan mencium kening Abi lembut lalu memeluknya hangat membuat emosi Rasha naik turun melihatnya.
“Aku yang membawamu kemari, tapi tak satupun sikap baik yang kamu tunjukkan kepada diriku, tapi kenapa kamu bisa bersikap ramah kepada orang lain bahkan kepada para pelayanku,” keluh Rasha semakin membuat Abi bingung.
“A-a-aku ga mengerti mak-“ Abi membulatkan matanya bahkan dia tak sempat menyelesaikan ucapannya.
***