B.30 Expression

1604 Kata
Abi mulai cemas karena jarak dirinya dengan Rasha begitu dekat, bahkan sorot mata itu menyiratkan sesuatu yang tak bisa dimengerti oleh wanita itu. “A-aku ga ngerti apa mak-“ gerakan bibir Abi yang terbata terhenti seketika karena ada benda kenyal yang menempel di bibirnya. Matanya membulat sempurna karena dia merasakan desakan diantara bibirnya. Apa yang Rasha lakukan kepadanya? Dia bukan anak gadis yang tak tahu apa artinya tindakan ini, tapi apakah dia bermimpi jika Rasha kali ini menciumnya. Kinerja otak Abi yang bermasalah tak tahu harus berbuat apa menerima perlakuan ini tapi dia merasakan jika tangan kekar Rasha mulai merengkuh pinggangnya membuat Abi kaget dan membuka mulutnya. Rasha tak menyia-nyiakan kesempatan ini dan memperdalam ciumannya. Lelaki itu sering melakukan hal ini tapi entah kenapa merasakan kenyalnya bibir Abi membuatnya ingin berbuat lebih sampai dia mulai mempertegas tindakannya. Abi masih diam sampai dia merasakan gelenyar aneh dalam dirinya yang membuat gerakan tiba-tiba dengan meremas tangannya yang masih menempel pada tubuh Rasha. Tindakan Abi membuat Rasha makin brutal dan tangannya perlahan mulai bergerak menjamah setiap inchi tubuh Abi. Wanita itu perlahan terhanyut sampai dia tersadar jika yang mereka lakukan ini salah dan mendorong Rasha kuat sampai lelaki itu terkejut. Abi melihat kilatan amarah di sana dan wanita itu menghapus semua bekas ciuman Rasha. Lelaki itu mengernyitkan dahinya. “Sialan, menjijikkan sekali,” gumam Abi masih mengusap bibirnya kasar. Kontan saja reaksi Abi membuat Rasha kesal dan kembali menghimpit wanita itu dan Abi berteriak membuat Rasha tak bisa berbuat hal lain selain menutup mulutnya dengan bibirnya. “Apa aku nampak menjijikkan untukmu!” sentak Rasha. Abi bergeming. “Aku bisa saja memaksamu melakukan apa yang aku inginkan tapi aku masih punya harga diri untuk melemparmu ke kasurku karena paksaan,” bisik Rasha di telinga Abi membuat wanita itu merinding. Rasha membelai pipi Abi lembut sampai wanita itu tak berkutik. “Aku lebih suka membuatmu menyerah dan melempar sendiri tubuhmu ke kasurku,” desis Rasha. Rasha memundurkan tubuhnya dan merapikan bajunya. Dia kembali menatap Abi yang masih diam. “Mulai malam ini, kamu adalah milikku. Jadi jangan coba-coba menggoda lelaki lain atau aku bisa membuatmu menyesal melakukannya. Bersikaplah yang baik sebagai calon ibu dari pewaris Sandr Company,” ucap Rasha berlalu dari sana. Abi berteriak kesal mengungkapkan kemarahannya karena perlakuan Rasha itu, entah berapa kali dia menghentak-hentakkan kakinya dan mengumpat untuk melegakan perasaannya. Rasha memang pergi meninggalkannya tapi dia masih mendengar semua umpatan itu tapi anehnya lelaki itu tidak marah tapi tersenyum senang bahkan sesekali dia mengusap bibirnya membayangkan apa yang barusan dia dapatkan. Sergy yang tak jauh dari sana memperhatikan kelakuan bosnya yang mulai aneh semenjak bertemu dengan Abi tapi dia tak berani menyimpulkan apapun karena nyatanya kelakuan mereka berdua seperti kucing dan anjing yang selalu ribut. “Bawa Abisha pulang, aku ke klub sebentar,” perintah Rasha dan Sergy mendongak, “Apa perlu saya menyiapkan satu wanita yang steril kali ini Bos?” tanya Sergy api Rasha menggeleng. “Aku hanya ingin minum, pastikan saja Abi pulang ke mansion dengan selamat,” perintah Rasha membuat Sergy paham. Sergy menjemput Abi yang jongkok di tepi sungai setelah lelah meluapkan amarahnya. Meskipun kesal Abi tak mungkin menolak ajakan Sergy untuk pulang karena dia mulai merasakan dingin di luar. Maria menyambut kedatangan Abi dan wanita itu merengek minta dibuatkan coklat panas. Abi kembali ke kamarnya dan bersiap untuk tidur. Coklat panas yang diminta juga sudah ada di meja, tanpa menunggu lama dia meminumnya membuat rasa hangat menjalar dalam tubuhnya. Bayangan kelakuan Rasha sebelumnya terlintas dalam pikiran Abi yang membuat wanita itu menggeleng cepat sekaligus kesal. “Dia memang good kisser tapi bukan berarti aku harus jadi murahan seperti wanitanya yang lain,” gumam Abi meletakkan cangkir dan membalut tubuhnya dengan selimut. Rasha melangkahkan kakinya pelan tanpa membuat suara. Dia melihat seorang wanita terlelap dari balik selimut menyisakan kepalanya. Lelaki itu duduk di lantai memandangi wanita itu lekat sesekali tersenyum memperhatikan gerakan bibirnya yang komat kamit. “Itu hanya ciuman tapi sanggup membuatku tak bisa berpaling darimu. Dasar wanita aneh,” lirih Rasha tapi bibirnya tak berhenti tersenyum. Puas memandangi wajah Abi, dia berdiri dan mencium pucuk kepala wanita itu dan menghirup aroma shampoo yang dia gunakan seakan jadi candu tersendiri bagi Rasha. “Tapi aku tak mau menyerah sekarang, aku masih ingin menyiksamu dan memohon kepadaku untuk memberikan semua yang kamu miliki kepadaku,” bisik Rasha membuat tubuh mungil itu menggeliat dan nampak gundukan kecil yang membuat Rasha menelan ludahnya. Rasha keluar kamar segera dan mengusap wajahnya kasar. Semuanya berputar di kepalanya bak kaset rusak sampai sebuah suara mengagetkannya. “Sepertinya Nona Abi juga mulai tertarik dengan Anda Tuan,” ucap Maria pelan membuat Rasha berdecak dan berlalu dari sana. Abi ingin tak peduli dengan apa yang terjadi pada Rasha belakangan ini, lelaki itu seolah snegaja menghindarinya entah karena apa dan kelakuan itu membuat Abi lumayan kesal. “Bukannya dia yang harusnya minta maaf karena melakukan tindakan bodoh itu, kenapa malah dia yang terlihat kesal, dasar lelaki tak bertanggung jawab,” gumam Abi sampai menghempaskan tubuhnya di kursi yang ada di taman belakang. Abi teringat sebelumnya ada batu marmer yang ada di taman ini dan rasa penasaran yang belum tuntas waktu itu membuatnya ingin datang kembali ke tempat itu. Abi sampai di depan batu marmer itu setelah memastikan kondisinya aman. Dia mengelilinginya dan tak menemukan petunjuk apapun selain batu marmer yang diukir dengan indah seperti sebuah wajah. “Ini seperti wajah seorang wanita, apa dia mengubur jasad wanita di sini?” gumam Abi sambil bergidik ngeri. Abi masih diam di sana memperhatikan semuanya tapi sedikit masuk akal jika memang marmer ini jadi tanda nisan di sini. “Sepertinya kepalamu memang harus dilubangi dengan peluru agar mengerti apa yang aku ucapkan sebelumnya,” suara Rasha seperti alarm pengganggu tidurnya membuatnya kaget dan pucat. Abi menggigit bibirnya, “Maaf,” hanya kata itu yang keluar dari mulut Abi sambil menunduk menandakan dia menyesali tindakannya. “Waktumu 30 menit untuk bersiap, kita ke rumha sakit sekarang,” perintah Rasha berlalu dari sana membuat Abi mendongak tapi dia tak bisa membantah lagi karena memang hidupnya sudah diikat oleh Rasha. Ada rasa bersalah melingkupi diri Abi karena kelancangannya di taman belakang, tapi wajah dingin Rasha membuatnya dilemma haruskah dia minta maaf sedangkan dia tak melarang wanita itu untuk datang ke sana. Sesampainya di rumah sakit Rasha berjalan di depan Abi membuat wanita itu menatap punggung tegap milik Rasha dengan rasa bersalah. Sambutan Varrel yang menyenangkan tak mampu membantunya menghilangkan rasa bersalah itu. Rasha paham jika Abi merasa bersalah dengan kejadian itu tapi lelaki itu tak habis pikir kenapa dia harus merasa seperti itu sedangkan itu terjadi karena dia memang tak melarangnya untuk berkunjung ke sana. “Aku minta minggu depan inseminasi ini bisa dilaksanakan,” perintah Rasha begitu keduanya masuk ruang pemeriksaan Varrel. Varrel menggeleng, “Hasilnya memang keluar dan dia masih punya harapan tapi Abi harus memulihkan kesehatannya terlebih dulu agar bisa menerima donor darimu,” jelasnya. Rasha menggebrak meja, “Itu hanya teorimu dan kita baru tahu efeknya saat praktek. Masukkan saja sekarang!” perintah Rasha yang mulai kesal. Varrel hanya menghela napas dan melihat Abi lebih banyak diam berbeda dari biasanya. Abi sendiri tak memikirkan hal itu, toh baginya sekarang atau nanti taka ada bedanya karena perjanjian mereka memang untuk ini. “Aku cek masa suburnya dulu,” ucap Varrel menyerah dan mencari data medis Abi. “Sepertinya kamu sudah memliki perhitungan sendiri sampai menentukan jadwal minggu depan soal ini,” sindir Varrel dan menyebutkan rentang tanggal yang biasa dia ambil untuk inseminasi. Rasha menentukan tanggal yang dia inginkan dan keluar dari ruang pemeriksaan itu tapi Abi masih diam di sana membuat Varrel penasaran dan menggenggam tangannya. “Apa semua baik-baik saja?” tanya Varrel cemas membuat Abi sadar dari lamunannya dan menyadari jika Rasha sudah tak ada. “Dimana Rasha?” tanya Abi sambil menatap Varrel. Varrel hanya menghela napas dan semakin curiga jika terjadi sesuatu dengan wanita ini. “Dia sudah pergi, minggu depan jadwalmu untuk inseminasi, jadi jangan stress dan banyak pikiran, okay,” pesan Varrel dan Abi mengangguk. Bbrraaakk.. Keduanya kaget dengan suara pintu yang dibuka kencang, lebih tepatnya dibanting. Rasha muncul di sana dengan wajah memerah menahan amarah apalagi dia melihat Varrel menggenggam tangan Abi dan wanita itu tak menolaknya. “Sepertinya aku harus membuatmu menyesal setelah ini,” geram Rasha membuat Abi sadar dan menarik tangannya dari Varrel dan berdiri dengan cepat. “A-a-aku tidak bermaksud –“ ucapan Abi yang terbata harus terpotong karena ancaman Rasha. “Pulang sekarang atau aku buat kamu menyesal karena tak mengikuti perintahku,” ancam lelaki tampan dan tegap itu. Abi pamit kepada Varrel dan mengikuti Rasha di belakangnya. Wanita itu berkali-kali menghela napas sampai akhirnya dia memutuskan untuk meminta maaf atas kejadian hari ini di taman. “Rasha,” panggil Abi sambil mencekal lengan Rasha sebelum dia masuk mobil. Rasha melirik cekalan itu dan menatap Abi. Wanita itu sadar diri dan melepas cekalannya. Dia menunduk dan mengatur napasnya pelan sebelum bicara. “Aku minta –“ kembali ucapan Abi terpotong karena Rasha sudah menatapnya tajam. “Kita bicarakan di rumah, cepat masuk!” perintah Rasha dan lelaki itu masuk mobil membuat Abi tak bisa berbuat apapun selain menurutinya. Rasha sudah menunggunya ketika mereka sampai di lobby mansion. Abi paham maksud tindakan Rasha dan wanita itu mengikuti Rasha masuk sampai ke taman belakang. Rasha berhenti di hadapan batu marmer yang ada di taman itu sedangkan Abi berdiri di samping Rasha. “Ini hanya batu marmer yang memang aku pesan khusus untuk mengingatnya, tidak ada jasad di sini,” Rasha mengucapkan hal yagn jadi misteri di kepala Abi. Abi menatap Rasha lekat. “Luna, Lunarys Karkarov,”  ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN