Digga melongo dengan alasan bosnya membatalkan pertemuan Burskya hanya demi seorang wanita. Asistennya itu mulai curiga jika ada yang tidak beres dengan bosnya ini.
Rasha yang terlihat panik menyalakan tablet dan mengecek semua cctv di rumahnya. Dia melihat jam di tangannya masih ada waktu satu jam sebelum sore jika memang Varrel datang ke mansionnya.
“Tuan, ini pertemuan terkait dengan proyek kita, tapi kenapa Anda membatalkannya sepihak hanya karena Nona Abi yang sudah diurus oleh dokter Varrel,” terang Digga yang tak paham situasinya.
Rasha menatap asistennya kesal. Digga yang mendapat tatapan seperti itu hanya bisa menelan ludahnya pahit.
Lelaki tinggi tegap itu berjalan mendekati asistennya dan menarik kerah bajunya.
“Dia bukan wanita biasa, Abi itu calon ibu dari anakku. Dan dokter genit itu berani menggodanya, menurutmu aku harus diam saja!” sentak Rasha dan mendapat gelengan dari Digga.
Rasha melepas cekalannya dan menghembuskan napas kasar untuk meredakan emosinya. Berjalan hilir mudik memikirkan cara untuk membagi tubuhnya di dua tempat yang berbeda.
“Adakan conference meeting sekarang,” perintah Rasha membuat Digga bingung.
“Kita pergi ke Kogens untuk security line conference, tapi minta semua tim berkumpul untuk meeting. Ga perlu nunggu sampai nanti malam,” Rasha melanjutkan ucapannya.
Digga paham dan mulai menghubungi tim terkait. Rasha berjalan keluar ruangan Sandr untuk pergi ke kantor Kogens.
Karena pembahasan kali ini mengenai Burskya mereka harus memiliki jalur yang aman untuk berkomunikasi dan hanya Kogens yang memiliki akses itu.
Rasha sudah siap di ruang pertemuan Kogens didampingi Digga dan Sergy dan anggota tim juga siap melakukan pertemuan jarak jauh.
“Bawa satu tablet lagi dan letakkan di sini,” pinta Rasha kepada Sergy.
Pengawal Rasha itu sempat bingung dengan perintah tak biasa ini tapi dia tetap mematuhinya. Sergy tak habis pikir kenapa bosnya menggunakan dua tablet untuk meeting.
Sergy dan Digga saling pandang begitu melihat tablet yang lain digunakan untuk mengakses cctv mansion. Keduanya melihat dengan jelas Abi yang mondar mandir sepanjang ruangan seakan mencari sesuatu.
“Kami sedang menyiapkan laporan yang lebih rinci mengenai hal ini, tapi ada informasi jika meeting dimajukan sore ini jadi draft final belum kami siapkan, Tuan,” ucap salah satu anggota tim dengan tatapan cemas.
“Tak masalah, aku memang yang meminta merubah jadwal,” ucap Rasha.
“Katakan saja apa poin pentingnya dan kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk kasus ini,” kata Rasha.
Sembari mendengarkan laporan dari timnya, yang sebenarnya tak seratus persen dia tangkap, mata Rasha melirik tablet yang lainnya untuk melihat kondisi dalam mansion.
Ada kekhawatiran tersendiri dalam diri Rasha atau lengah dengan keadaan dalam mansion, akhirnya lelaki itu mengirim pesan kepada Maria untuk melapor kepadanya jika Varrel datang.
“Dan ini penemuan yang sangat langka Tuan,” tutup staf tim pengembang membuat Rasha kaget sekaligus bingung.
“Penemuan apa?” tanya Rasha tiba-tiba membuat yang lain saling pandang.
Digga dan Sergy hanya bisa menghela napas jika bosnya ini memang tak fokus dalam meeting kali ini.
“Batu mulia Tuan,” sahut staf lain ragu yang membuat Rasha kaget.
Lelaki itu tak menyangka jika Burksya juga memiliki tambang batu mulia, dia hanya berpikir pulau itu hanya menghasilkan mineral, gas bumi dan minyak bumi yang nantinya memberikan keuntungan besar baginya.
“Berapa sektor?” tanya Rasha mulai fokus dan meninggalkan tablet miliknya.
“Ada empat sektor Tuan,” jawab stafnya meskipun sebelumnya sudah dijelaskan.
“Sektor 1 batu jadeite, sector 2 alexandrite sedangkan sektor 3 dan 4 berupa intan,” jawab staf yang lain.
Rasha menghela napas tak percaya dengan semua temuan ini. Dia bisa membayangkan keuntungan yang bisa dia dapatkan meskipun tambang itu tak besar dan batu yang ada di dalamnya tidak banyak.
“Siapa yang tahu soal ini?” selidik Rasha.
“Baru tim pengembang, kami ingin meminta pertimbangan Anda dulu untuk membuat cetak biru yang baru sebelum pemberian beban kerja,” ujar stafnya.
Rasha berpikir sejenak, “Apa kita perlu menambah orang ahli untuk proyek ini, sebelumnya hanya fokus pada sumber daya terbarukan bukan soal batuan seperti sekarang.”
“Itu keputusan yang bijak Tuan Yevara, karena temuan ini bukan batuan sembarangan seperti batu alexandrite termasuk dalam batuan yang langka dan jarang ditemukan,” ucap salah seorang staf.
“Siapkan laporan dan potensi penggalian, sembari aku mencari orang ahli untuk masalah ini,” perintah Rasha dan semua mengangguk setuju.
“Dan satu lagi, tetap rahasiakan hal ini meskipun cetak biru yang baru sudah dibuat. Bagi tim untuk bisa bekerja bersamaan karena kita sudah kehabisan waktu untuk proyek pertama,” perintah Rasha.
Staf dan asisten Rasha menerima perintah itu dengan baik. Mereka bangga memiliki pemimpin seperti Rasha yang bijaksana dan tidak menghakimi bawahannya meskipun dia seorang pemimpin yang banyak menuntut.
Dering ponsel Rasha berbunyi membuat fokusnya terbagi dan melihat nama Maria yang membuat tangannya cepat bergerak menerima panggilan itu.
Gerak gerik Rasha tentu mengundang tanya bagi sebagian staf dan dua orang kepercayaannya.
“Tunggu sebentar,” ucap Rasha kepada Maria saat mendengar suara pelayannya di sebrang.
“Jika tidak ada hal penting, meeting ini selesai dan kalian bisa menghubungi Digga untuk meeting selanjutnya,” Rasha mengucapkan hal iu sembari berdiri membuat semua staf menunduk hormat dan pamit dari pertemuan itu.
“Sergy, siapkan mobil sekarang,” perintah Rasha membuat Sergy sigap dan keluar ruangan.
“Apa dia sudah datang?” tanya Rasha kembali pada percakapannya dengan Maria di telepon.
“Sudah Tuan, sekitar lima menit yang lalu, saya meninggalkan mereka sebentar untuk mengabari Anda masalah ini,” ucap Maria sambil celingukan memperhatikan Abi dan Varrel.
“Awasi terus dokter genit tak tahu malu itu sampai aku datang!” perintah Rasha dengan nada kesal dan mengakhiri panggilannya.
“Sergy!” teriak Rasha.
Digga yang masih ada di ruangan itu sampai terkejut dengan teriakan Rasha.
“Tuan, Sergy keluar untuk menyiapkan mobil yang Anda minta,” Digga menjawab teriakan Rasha dan membuat lelaki itu keluar ruangan dengan bantingan pintu.
“Apa ini pertanda kehidupannya akan berubah karena Tuan Rasha mulai peduli dengan wanita,” monolog Digga.
Perjalanan hampir satu jam yang mereka tempuh membuat Rasha uring-uringan karena merasa waktunya terbuang percuma dengan jarak yang jauh.
Jika saja ini bukan meeting dengan tim pengembang yang untungnya menemukan batu berharga, dia tak sudi mengorbankan waktunya menempuh jarak sejauh ini untuk membiarkan Varrel dan Abi bersama.
“Kamu tidak bisa mengemudi! Kenapa mobil ini jalannya kaya keong!” sentak Rasha membuat Sergy kaget dan melihat speedometer yang menunjukkan angka 80km/jam.
“Maaf Tuan, tapi memang jalanannya sedang ramai,” kilah Sergy membuat decakan kesal dari Rasha.
Kepanikan yang tak pernah Sergy lihat membuatnya bingung bagaimana dia harus bersikap karena hampir setiap menit tuannya ini selalu bertanya berapa lama lagi mereka sampai seolah ini adalah perjalanan pertamanya.
“Abisha!” teriak Rasha begitu dia masuk mansion membuat Maria dan Abi yang ada di halaman belakang terkejut.
Varrel yang mendengar suara pemilik rumah hanya tersenyum samar dan menyadari satu hal. “Jadi dia benar-benar tak rela,” lirih Varrel membuat Abi bingung.
“Apa dokter mengatakan sesuatu?” tanya Abi dan Varrel menggeleng.
“Lupakan saja,” ucap Varrel dan dia sudah melihat Rasha berdiri di belakang Abi dengan tatapan sinis.
“Ini sudah hampir satu jam sejak kedatanganmu kemari, seharusnya kamu sudah pergi jika hanya menyampaikan dosis obat,” usir Rasha membuat Abi kaget dan mendongak.
Sebenarnya Abi tak suka sikap Rasha, tapi dia tak mungkin membela Varrel yang bisa membuat emosi Rasha meledak seperti sebelumnya.
“Ahh ya, aku hampir lupa,” ucap Varrel santai dan mengeluarkan obat dari tas kerjanya.
“Ini ada 3 macam obat yang aman Nona minum selama haid, masing-masing satu dan yang pink ini jangan diminum di pagi hari karena kamu akan mudah mengantuk,” ucap Varrel sambil menunjukkan masing-masing obat.
Rasha menggeram kesal karena Varrel baru emngatakan sekarang itu artinya dari tadi dokter menyebalkan itu tak membahas obat, lalu apa yang mereka lakukan selama satu jam ini.
Lelaki itu menghampiri Varrel dan menarik bajunya keras sampai dokter itu hampir saja terjungkal dari kursi.
“Hei, salahku apa,” keluh Varrel begitu lelaki itu menarik dirinya.
Rasha mendorongnya sampai dia terjatuh di dekat kolam renang. Varrel yang tak siap dengan tindakan Rasha hanya bisa menerimanya, sekilas dia melirik Abi yang panik dengan tindakan Rasha membuatnya memiliki ide untuk memancing emosi Rasha dengan sengaja.
“Apa kamu tidak bisa berbuat lebih lembut kepadaku, dokter yang membantu programmu,” ucap Varrel dengan nada dibuat dramatis.
Abi yang cemas dengan keselamatan Varrel, memegang lengan Rasha dan memintanya untuk berhenti.
“Dia tak melakukan apapun kepadaku selama kamu tak ada, kamu bisa tanya Maria karena sedari tadi Maria ada bersamaku,” ucap Abi yang justru membuat Rasha semakin kesal.
“Diam!” sentak Rasha membuat Abi kaget sampai melepaskan cekalan itu.
Maria yang melihat situasinya sedang panas menghampiri Abi dan memintanya untuk mundur.
Varrel melihat Rasha berkata dengan nada tinggi kepada Abi tak terima dan berdiri.
“Jika kamu mau marah kepadaku dan membunuhku sekarang, lakukan saja tapi jangan pernah kamu membentak wanita yang tak mengerti apapun!” sentak Varrel dengan tatapan menantang.
Rasha semakin tersulut emosi dan mendorong Varrel sampai di tepi kolam renang. Pria itu berhasil menghentikan langkahny dan mulai awas karena jaraknya hanya beberapa centi sebelum tercebur di kolam.
“Jadi kau lebih memilih mati daripada mematuhi perintahku,” desis Rasha semakin dekat sedangkan Varrel diam atau dia terpeleset dalam kolam.
“Menurutku itu pilihan bijak daripada menuruti keegoisanmu,” balas Varrel tak kenal takut.
Tubuh mereka sudah berdekatan sampai Abi berteriak memanggil Rasha. Tapi Maria menghalangi Abi untuk mendekati keduanya.
Varrel mencengkram kemeja Rasha membuat keduanya bisa jatuh bersama di kolam tersebut jika salah satu dari mereka bergerak.
Rasha tak kehilangan akal, dia mencengkram tangan Varrel. Pertaruhan keseimbangan keduanya sedang diuji.
“Lagipula kamu bukan siapa-siapa Abi, dia tetap wanita yang bebas bisa dimiliki oleh pria manapun termasuk aku,” Varrel mengucapkan kalimat yang salah.
Byuuurrrr..
“Varrel,” pekik Abi kaget bergegas ke tepi kolam renang melihat kondisi Varrel yang tercebur di kolam yang memiliki suhu musim dingin Rusia.
Rasha menoleh dan mencekal Abi untuk pergi dari sana.
“Rasha, tolong dia, nanti dia bisa sakit,” pinta Abi iba.
“Maria, siapkan satu kamar tepat di sampingku, sekarang!” perintah Rasha membuat Abi kaget.
***
Suara ketukan pintu membuat Abi bergegas untuk merapikan diri. Wanita itu membuka pintu dan melihat Maria berdiri di sana.
“Saya antar ke ruang tengah untuk menunggu mobil dan Tuan Rasha dari ruang kerja,” ucap Maria.
Abi hanya mengangguk. Namun, belum sempat dia menuruni tangga, Abi menghentikan langkahnya dan menengok di ruang kerja Rasha yang sekarang ada di depan kamarnya.
“Biar aku yang menemui Rasha,” ucap Abi membuat Maria tak setuju tapi Abi tak peduli dan terus melangkah ke ruang kerja Rasha.
Tak ada sahutan saat Abi mengetuknya membuat wanita itu penasaran dan membuka pintu. Ruangannya temaram membuat Abi bingung dan nekat masuk untuk mencari Rasha.
Maria yang sudah melarangnya tak bisa berbuat apapun selain menunggu di luar, sambil berdoa tidak ada kejadian buruk yag menimpa Abi karena berani masuk ke ruang kerja Rasha.
Abi keluar dan menggeleng, Maria ikut bingung karena terakhir majikannya berkata menunggu di ruang kerjanya.
Abi melihat tirai balkon lantai 3 terbuka membuatnya penasaran dan beralih ke sana.
“Apa dia lupa ada janji ke rumah sakit kenapa dia malah tidur di sini,” gumam Abi saat melihat Rasha tertidur di kursi balkon.
Abi berniat membangunkan Rasha tapi belum sempat tangannya menyentuh Rasha sebuah pecahan kaca terdengar dan tangan kekar itu meraih pinggangnya cepat.
*****