Abi hanya menghela napas dan mengangguk paham, sedangkan Rasha yang menemani di sana hanya berdecak melihat kelakuan Varrel yang menurutnya tak perlu.
Varrel berdehem, “Jika Nona tidak keberatan, penyebab dari asupan zat kimia itu bukan berasal dari pola hidup Nona tapi faktor kesengajaan yang dilakukan pihak tertentu untuk membuat Nona tidak bisa hamil,” urainya.
Abi memejamkan matanya sesaat, “Aku mengerti apa yang Dokter maksud,” jawab Abi pelan.
Varrel menengok sekilas dan kembali melanjutkan penjelasannya. “Dan kondisi itu membuat Nona sempat mengalami pendarahan dan dikuret untuk pembersihan organ rahim yang Nona miliki.”
Rasha mulai tak sabar dan menghampiri Varrel dengan tatapan penuh ancaman. “Hentikan basa basi ini dan cepat lakukan prosedurnya,” perintah Rasha.
Varrel menatap Rasha sengit, “Ini bukan basa basi Tuan Rasha, tapi pasangan Anda berhak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya karena selama ini Anda tidak pernah menjelaskan secara gamblang kepadanya, termasuk prosedur inseminasi yang berbahaya kali ini,” seru Varrel.
Abi menghembuskan napas kasar, entah kenapa dua orang lelaki ini selalu bertengkar jika menyangkut inseminasi.
“Nona Abi, prosedur inseminasi kali ini dijalankan atas perintah penanggung jawab Nona yaitu Tuan Yevara Aleksandr, dengan catatan kondisi Nona yang kurang sehat dan beresiko untuk menjalaninya. Sayangnya berkas ini sudah ditandatangani,” Varrel mengatakan hal itu sambil menunjukkan kertas yang sudah ada tanda tangan Rasha.
Abi tak ingin berkomentar apapun karena dia tahu tak ada pilihan lain selain menerima apa yang sudah Rasha rencanakan kepadanya.
“Resiko yang Nona miliki saat ini yang paling mungkin adalah tidak terjadi kehamilan seperti yang sudah direncanakan,” kata Varrel tak peduli dengan gerutuan Rasha di dekatnya.
“Resiko sedang yang akan Nona alami adalah kehamilan di luar kandungan, hamil dengan resiko tinggi seperti kandungan lemah yang berpotensi keguguran atau memiliki kemungkinan perkembangan janin yang lambat,” jelas Varrel.
Abi menatap Varrel, “Tak masalah Dok selama saya masih bisa hidup untuk mengulang inseminasi lagi, karena yang dibutuhkan adalah rahim yang aku miliki bukan soal kesehatanku,” ucap Abi datar.
Rasha bungkam.
Lelaki itu ingin membantah ucapan Abi tapi lidahnya kelu untuk mengucapkannya. Bagaimana bisa Abi berpikir sepicik itu hanya untuk seorang anak, apakah sekarang uang lebih penting baginya?
Varrel memberi kode kepada asisten dan perawatnya untuk memulai prosedur itu. Dokter muda itu memegang alat suntik panjang yang mirip seperti kateter yang sudah berisi benih Rasha.
Setelah memastikan semuanya aman dan siap, Varrel memasukkan alat suntik tersebut dan meminta Abi untuk menunggu beberapa menit sambil menunggu benih tersebut sampai di rahim.
“Hasilnya baru bisa dipastikan dua minggu setelah proses ini,” kata Varrel menatap keduanya.
“Dalam kondisi normal, proses ini memiliki kemungkinan besar untuk berhasil dalam masa subur wanita seperti yang Nona Abi alami saat ini. Selain itu, aku juga sudah memisahkan kualitas benih yang baik dari Tuan Rasha,” ucap Varrel.
Rasha mengangguk puas dengan kerja Varrel dan dia menatap Abi lembut. “Nanti Maria yang akan membantu kebutuhanmu jadi sebutkan apa saja yang kamu mau,” ujar Rasha bersiap pergi dari sana.
“Namun, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya khusus untuk kasus Nona Abi yang masih kurang sehat keberhasilan ini memiliki kemungkinan yang kecil meskipun dia dalam masa subur, tapi hormonal yang dia miliki tetap berpengaruh,” kata Varrel tak sabar.
Rasha berbalik dan menatap dokter itu tak suka. “Tugasmu sudah selesai setelah dua minggu jika Abi hamil, jadi kamu tak perlu repot mengurusi kehidupannya lagi. Hidup Abi sekarang jadi urusanku,” seru Rasha dan keluar ruangan itu begitu saja.
Varrel menghembuskan napas keras melihat Rasha yang tak peduli dengan Abi seperti sekarang. Dokter itu kembali menghampiri Abi dan tersenyum lembut.
“Istirahatlah di sini sampai sore hari, jika tak ada masalah kamu boleh pulang dan ingat jangan capek-capek, kita bertemu dua minggu lagi untuk mengetahui hasilnya,” kata Varrel.
Abi mengangguk paham, “Terima kasih Dok,” kata Abi pelan.
Rasha hanya diam menatap keluar jendela begitu dia meninggalkan rumah sakit. Sergy yang menemaninya sesekali melirik kelakuan tuannya yang semakin hari terlihat berbeda dari sebelumnya.
“Ada laporan dari Digga jika masalah yang terjadi di kilang minyak Sandr sudah mulai teratasi,” ucap Sergy memecah kesunyian.
“Aku tahu,” ucap Rasha datar.
Sergy berdehem, “Apa ada hal lain yang perlu saya siapkan untuk –“ ucapan Sergy belum selesai Rasha sudah berdecak.
“Apa menurutmu aku harus memberikan Abi kebebasan setelah ini?” tanya Rasha tiba-tiba membuat Sergy bingung.
“Saya tidak mengerti Tuan,” sahut Sergy pelan.
Rasha menghembuskan napas pelan, “Tapi pasti beresiko karena Adrian tidak akan tinggal diam, apalagi jika tahu Abi hamil anakku,” keluhnya.
Pengawalnya mulai paham arah pembicaraan tuannya dan berdehem untuk membasahi tenggorokannya.
“Selama ada pengawal safari dan menempatkan orang yang cekatan untuk menjaga Nona Abi saya rasa tidak masalah Tuan,” ucap Sergy mantap.
Rasha mengangguk paham, “Iya kau benar juga. Mulai sekarang seleksi sepuluh pengawal yang bertugas untuk menjaga Abi dan sepuluh orang pengawal safari yang memiliki kemampuan sama sepertimu,” perintah Rasha.
Sergy sedikit kaget dengan jumlah yang Rasha sebutkan, bukan karena dia kekurangan anak buah untuk menjalankannya tapi menjaga seorang wanita dengan 20 pengawal menurutnya terlalu banyak.
“Apa jumlah itu tidak berlebihan Tuan, saya rasa Nona Abi juga tidak –“ Rasha langsung menggeram kesal.
“Mereka itu bertugas menjaga Abi, ibu dari anakku, pewaris Sandr jadi tidak boleh orang sembarangan dan kesetiaannya harus sama sepertimu. Jangan sampai kejadian di Denmark itu terulang kembali,” seru Rasha.
Rasha sampai di kantor Kogens dan menerima laporan jika anak buah Adrian kembali muncul untuk mengawasi kegiatan Kogens dan Rasha bahkan mereka berhasil menyelipkan mata-mata di sekitar mansion.
“Pria itu tidak pernah puas dengan apa yang dia miliki,” kekeh Rasha. “Kita lihat saja siapa yang menang,” gumamnya.
“Sergy!” panggil Rasha.
Sergy datang menghadap Rasha dan siap menjalankan perintah.
“Mulai sekarang awasi kegiatan perdagangan yang Adrian miliki, berikan satu atau dua laporan kepada Interpol soal kegiatan Lev,” perintah Rasha dan Sergy mengangguk paham.
“Mari kita lihat brother, aku atau kau yang akan memenangkan perang ini,” kekeh Rasha puas.
***
Abi tak merasakan perubahan yang berarti selama dua minggu menunggu hasil inseminasi. Dia makan dengan baik dan istirahat cukup, kali ini dia memutuskn untuk berdamai dengan dirinya dan tidak menyiksa tubuhnya terlalu kejam.
Namun, sikapnya masih sama kepada Rasha dan itu tak bisa mengubahnya dalam sekejap. Dua minggu ini hanya sesekali melihat Rasha di mansion, jadi dia lebih banyak mengisi waktu dengan membaca di perpustakaan milik Rasha.
Satu hal yang tidak disangka oleh Abi, Rasha memiliki koleksi buku yang lengkap meskipun dia tampak tidak suka belajar dan cuek tapi harus dia akui koleksi bukunya tidak buruk bahkan masuk kategori bagus dan berselera tinggi.
“Dimana Abi?” tanya Rasha begitu dia melihat Maria menyambutnya di selasar mansion.
“Dari sore tadi Nona Abi ada di perpustakaan Tuan,” jawab Maria sopan.
Rasha mengerutkan dahinya bingung, dia tak tahu jika wanita itu suka membaca. “Apa dia sudah makan malam?” tanya Rasha dan Maria menggeleng.
“Siapkan makan malam dan aku akan membawanya ke perpustakaan,” perintah Rasha dan Maria menatapnya tak percaya.
“Jangan menatapku seperti itu, apa aku terlihat hina jika makan malam dengan wanita yang tinggal bersamaku di mansion ini?” sindir Rasha membuat Maria menggeleng dan menunduk penuh sesal.
Rasha meninggalkan Maria dan membersihkan dirinya bersiap untuk makan malam. Dia melihat Maria sudah menunggu di depan kamarnya.
Rasha terlihat puas dengan cara Maria menyajikan menu makan malamnya. Rasha meminta Maria pergi dan dia mendorong troli berisi makanan penuh gizi seimbang ke perpustakaan.
Lelaki itu mengerutkan dahinya melihat suasana perpustakaan yang menggunakan minim cahaya lampu. Dia melihat meja utama kosong tapi banyak buku berserakan, sekilas dia melihat buku yang dibaca Abi dan dia cukup takjub karena Abi membaca buku mengenai hukum dan sains.
Dia mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mencari Abi tapi tak menemukannya termasuk meja-meja kecil yang ada di beberapa sudut ruangan.
Rasha naik tangga kecil di ruangan itu yang memang didesain menggunakan konsep loft. Konsep tambahan tempat di atas seolah terlihat seperti dua lantai.
Di salah satu sudut dia melihat Abi tertidur di salah satu bean bag yang dia letakkan di salah satu sudut jika ingin membaca dengan konsep lesehan.
Rasha jongkok di samping Abi dan memandangi wajahnya yang terlihat tenang saat tidur. Lelaki itu mengambil buku yang ada di pangkuan Abi, buku mengenai pembelajaran hidup dan berdamai dengan perasaan.
“Apa dia berusaha berdamai dengan semua ini sampai harus membaca buku seperti ini,” kekeh Rasha dan meletakkan bukunya begitu saja.
Rasha ingin menggoda Abi dengan berbisik di telinganya, tapi aroma parfum yang tercium membuat lelaki itu merasakan debar aneh dalam tubuhnya.
Rasha menghirup aroma itu semakin dalam dan seketika membuatnya ingin bertindak lebih jauh. Niat itu belum terlaksana karena tiba-tiba Abi bergerak dan merasakan ada hembusan napas orang lain mengenai tubuhnya yang membuatnya terbangun.
Refleks, Abi mendorong Rasha dengan keras karena kaget sampai dia terdorong dari bean bag. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Abi cepat dan mengaduh karena kakinya terantuk lantai.
Rasha berdehem untuk menetralkan perasaan dan rasa malunya. “Tidak ada,” kata Rasha cuek.
“Sejak kapan kamu ada di sini?” ketus Abi.
“Baru saja, aku berniat mengajakmu makan malam, tapi kamu tertidur,” ucap Rasha tanpa sungkan.
“Oke,” sahut Abi dan berdiri untuk pergi dari sana tapi Rasha menariknya seketika membuat Abi hilang keseimbangan dan jatuh di pangkuan Rasha.
Keduanya bertatapan cukup lama yang sama-sama tak mengerti isi pikiran masing-masing.
“Jangan menghindariku lagi, kamu membuatku gila,” desis Rasha dengan tatapan yang sulit dimengerti oleh Abi. Wanita itu hanya diam tak berkutik.
Rasha merangkul pinggang Abi membuat wanita itu refleks memegang pundak Rasha. Lelaki itu menggendongnya dan membawanya turun dari sana. Bak tersihir Abi tak menolaknya bahkan menyamankan dirinya dalam gendongan Rasha.
Rasha menurunkan dia di samping meja utama perpustakaan, menarik kursi untuk Abi duduk layaknya seorang gentleman. Dia membawakan makanan dari troli dan menyuguhkannya di depan Abi.
Wanita itu hanya diam memperhatikan tindakan Rasha dan merasa aneh dengan semua itu. Keduanya duduk berhadapan dan Rasha tersenyum lembut.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Abi curiga membuat senyum Rasha pudar seketika dibarengi dengan helaan napas kasar.
“Makanlah yang banyak tubuhmu ringan sekali,” ucap Rasha dan memulai makannya.
Abi menunduk menyembunyikan rona pipinya yang memalukan karena perlakuan Rasha tadi, sebenarnya dia mati-matian menahan diri agar detak jantungnya tidak menggila dan membuat Rasha tahu apa yang dia rasakan.
“Apapun hasilnya nanti, tetaplah di sini sampai aku yang memintamu pergi,” kata Rasha di sela kunyahan mereka.
“Kenapa?” tanya Abi tak mengerti.
“Apa semua harus memiliki alasan,” timpal Rasha mulai meninggi.
Abi diam sesaat sambil menatap Rasha dan lelaki itu membuang muka memilih melanjutkan makan malamnya.
“Untuk lelaki sehebat dan sepintar dirimu tentu semua yang terjadi harus memiliki alasan. Kamu tahu aku sudah tidak produktif kenapa harus kamu pertahankan,” Abi menjelaskan dengan kata-kata yang memantik emosi.
Prrraaanng…
Abi terkejut dengan bantingan sendok di hadapannya tiba-tiba.
“Karena kamu adalah milikku.”
*****