Arya tidak berani bertanya kepada bosnya yang sedang kesal ngedumel sendiri, takut kena damprat, lebih baik Arya membiarkan saja dan kembali menatap ke jalanan. “Jangan-jangan pak bos gak dapat jatah dari nyonya semalam,” batin Arya menduga.
Lalu, selang tak berapa lama mobil milik Brata tiba di tempat tujuan, salah satu security segera mendekat dan membantu membuka pintu mobil mewah tersebut. Sepatu pantofel berwarna hitam yang begitu mengkilap tampak menapaki aspal, kemudian tubuh tegap menjulang tinggi terlihat bergerak keluar dari mobilnya, dengan wajah tegasnya pria itu mendongakkan wajahnya menatap bangunan berlantai empat tersebut. Selama ini Brata tidak pernah menginjakkan kakinya ke bangunan tersebut, lebih sering sang pemilik perusahaan yang dia beli datang ke perusahaannya.
Pria itu mengedarkan pandangan, dan tampak dari kejauhan ada pria paruh baya didampingi oleh beberapa orang bergegas menuju luar lobby setelah dapat info jika tamunya sudah tiba.
“Selamat datang Pak Brata, mohon maaf saya terlambat menyambut Pak Brata,” sapa Jhonson sembari mengulurkan tangannya.
Brata menyambut uluran tangan Jhonson. “Saya juga baru tiba Pak Jhonson,” balas sapanya terlihat ramah.
“Kalau begitu mari masuk Pak Brata,” pinta Jhonson mempersilahkannya sembari sedikit menepi.
“Terima kasih,” balas Brata, dan Arya sudah berdiri di belakang bosnya.
Langkah kaki Brata begitu gagah dan tegapnya, kharismanya sebagai pengusaha terlihat jelas. Sorot netranya yang penuh dengan ketegasan sangat terpancar, bagi siapa pun yang melihat Brata pasti terpesona dengan pembawaan pria tersebut terutama bagi kaum wanita.
“Ini calon bos baru kita’kah, Mbak Liana?” tanya Septi staf resepsionis.
Kebetulan sekali Liana ke bawah kembali untuk mengambil surat masuk untuk Fira, lantas dia menegakkan wajahnya dan menatap rombongan Jhonson yang saat ini menaiki anak tangga.
“Kalau pria itu disambut oleh Pak Jhonson kemungkinan iya sih,” jawab Liana.
“Duh, ganteng banget tahu Mbak Liana kalau beneran pria tadi pemilik kantor yang baru, wajahnya persis kayak aktor Turki,” balas Septi terpesona.
“Iya memang ganteng sih.” Liana mengakui.
Liana kembali merapikan surat masuk tersebut. “Udah jangan terlalu terpesona, siapa tahu tuh bos baru sudah punya istri dan anak,” celetuk Liana, mengalihkan perhatiannya.
“Hihihi, kali aja buka lowongan lagi buat jadi yang ke-2, ke-3,” sahut Septi tersenyum lebar.
“Alamat jadi pelakor dong. Udah deh lanjut nanti lagi, saya mau antar surat dan kembali ke ruang pertemuan,” ucap Liana bergerak menjauh dari meja resepsionis.
“Salam kenal ya Mbak Liana buat bos baru kita!” seru Septi yang harus tetap standby di front office.
Liana tidak menyahutinya, kini dia bergegas menaiki anak tangga dan segera ke ruangan Fira untuk memberitahukan jika calon bos baru saja tiba walau sekarang belum jam 9, waktu masih menunjukkan pukul 8.30 wib.
“Mbak Fira ini surat yang dimintanya, dan aku mau kasih tahu tamunya sudah datang, sepertinya sekarang sedang di ruang CEO,” lapor Liana.
Fira yang sudah menyelesaikan persiapannya, mendongakkan wajahnya. “Masih belum jam 9’kan? Persiapan sudah rapi semuanya, Mbak Liana?” tanya Fira untuk memastikan.
“Masih jam setengah sembilan Mbak Fira, ruangan sudah siap begitu juga kateringnya, dan karyawan juga ada yang beberapa sudah kumpul, di ruang pertemuan,” jawab Liana.
Fira beranjak dari duduknya, salah satu tangannya pun memegang map yang berisikan berkas-berkas laporan marketing yang dia buat.
“Kalau begitu aku ke ruangan Pak Tris buat kasih laporan ini, Mbak Liana bisa duluan aja ke sana, nanti aku nyusul,” pinta Fira sembari memutari meja kerjanya.
“Oke Mbak, kalau begitu aku duluan ke atas,” jawab Liana, sembari sama-sama keluar dari ruangan Fira.
Fira bergerak sangat cepat dan tak peduli jika dirinya sedang berbadan dua menuju ruangan manajer marketing yang ada di ujung lorong. Setibanya di sana, Fira langsung koordinasi melaporkan laporannya pada Tris sang manajer marketing.
“Terima kasih Fira, kinerja kamu memang sangat luar biasa. Semoga tetap dipertahankan kinerjanya walau nanti kita ada bos baru,” ucap Tris usai beberapa menit membaca laporan, lalu membubuhkan tanda tangan di laporan tersebut.
“InsyaAllah Pak Tris, saya akan mempertahankan kinerja saya untuk perusahaan ini,” jawab Fira tegas.
Pria paruh baya itu lantas beringsut dari kursi kerjanya. “Kalau begitu kita ke ruang pertemuan, barusan sekretaris Pak Jhonson sudah kasih info kalau tamunya sudah datang,” ajak Tris.
“Baik Pak Tris,” jawab Fira patuh. Wanita itu memberikan Tris untuk berjalan terlebih dahulu, setelah itu baru dia menyusul mengikuti langkah atasannya dan sama sama ke lantai tiga di mana ruang pertemuan itu berada.
Setibanya di lantai tiga, ada beberapa karyawan juga yang baru mau ke ruangan pertemuan dengan agenda perkenalan serta acara ramah tamah dengan investor baru.
Langkah kaki Fira yang menggunakan sepatu stiletto warna hitamnya begitu anggun seirama dengan gerak tubuhnya. Rambutnya bergerak melambai seolah mengikuti gerak tubuh wanita muda tersebut. Banyak sekali karyawan pria yang jatuh hati pada Fira, tapi sayangnya wanita muda itu tidak pernah menganggapnya serius.
Dari kejauhan juga nampak Jhonson mengajak Brata untuk sama-sama ke tempat acara, dan Fira tidak engeh begitu juga dengan Brata karena sambil menuju ruang pertemuan Brata diajak bicara oleh Jhonson, hingga akhirnya di depan pintu ruang pertemuan ketika mereka berpapasan.
DEGH!
Netra Brata terbelalak melihat sosok wanita yang berdiri di samping Tris, begitu juga dengan Arya sampai bibirnya menganga. Sementara wanita yang dipandang sedang menyapa Jhonson dengan hormatnya, masih belum sadar dengan kehadiran Brata.
“Pak Brata, perkenalkan ini salah satu karyawan terbaik di perusahaan saya ini. Namanya Fira Nadira Zahra, dia selalu berhasil memenangkan tender jika ada proyek pembangunan apartemen, di sini dia menjabat sebagai asisten manajer marketing,” ucap Jhonson memperkenal mereka berdua.
“Brata!” batin Fira tersentak lagi, barulah dia menolehkan wajahnya. Dan mereka berdua saling bersitatap.
“Fira perkenalkan beliau Pak Brata, investor baru perusahaan Cipta Adiguna,” lanjut kata Jhonson.
Tangan Fira terkepal dibalik rok spannya dan tidak ada keinginan untuk menjabat tangan pria tersebut. Tapi lihatlah, Brata mengulurkan tangannya.
“Bratasena Pradana, semoga kita ke depannya bisa bekerja sama Mbak Fira Nadira Zahra,” ucap Brata terlihat begitu ramah, apalagi terbit senyum di wajah tegas pria tersebut. Pria itu tidak menyangka wanita yang kemarin pergi begitu saja dari mall, kini ada di hadapannya.
Agak terpaksa Fira menyambut uluran tangan pria tersebut. “Selamat datang Pak Bratasena Pradana di Perusahaan Cipta Adiguna,” jawab Fira dengan tatapan tegasnya, tapi hatinya luar biasa tercengang.
“Iis.” Wanita itu samar-samar mendesis saat Brata menjabat tangannya begitu erat, serasa tulang jemarinya diremukkan, lantas Fira segera menarik tangannya dari jabatan tersebut. Brata menyeringai tipis.
“Sialan! Kenapa harus dia yang memiliki perusahaan ini! Apakah aku harus mencari pekerjaan secepatnya!” batin Fira luar bisa sangat kecewa.
Ujung ekor netra Brata melirik wanita itu dengan sorot tajamnya. “Ck ... sehebat apa dia menjadi asisten manajer marketing! Jangan-jangan dia menjual dirinya pada Pak Jhonson untuk mendapatkan jabatan tersebut!” batin Brata, masih tak percaya jika pelayannya dulu rupanya kini menjadi wanita karir.