Pagi ini Fira sudah terlihat rapi dengan penampilan formalnya, setelan blazer berwarna hitam dipadu rok span ¾ menambah pesona Fira sebagai wanita karir, riasan make up naturalnya serta rambut panjang curly digerai indah semakin melengkapi penampilan Fira pagi ini. Kondisi kehamilannya yang kedua ini tidak menganggu kesehatannya, tidak ada gejala morning sick yang pernah dia alami saat kehamilan pertamanya.
“Bebs, gimana hatimu pagi ini sudah lebih baik dari yang semalam?” tanya Galuh saat mereka sama-sama menikmati sarapan paginya.
Sebelum menjawab Fira meneguk teh hangatnya terlebih dahulu, lalu menegakkan pandangannya ke pria tampan nan gemulai itu. “Sedikit lebih baik sih Mas,” jawab Fira agak pelan.
Erika yang ada di sana menyodorkan omelette kesukaan sahabatnya tersebut. “Makanlah ini, biar moodmu lebih baik jangan hanya makan roti isi dan sayur bening, kamu juga butuh protein,” pinta Erika sedikit memaksa sebenarnya.
“Thanks ya Erika,” jawab Fira tersenyum sembari menerima piring tersebut. Sebenarnya dia sudah kehilangan napsu makannya, akan tetapi perutnya wajib diisi untuk mengawali aktivitas bekerjanya hari ini di kantor.
“Untuk beberapa hari ke depan, aku harap kamu jangan berpikir apa pun. Lakukan aktivitasmu seperti biasa, dan—“ Erika menjeda ucapannya, pandangannya pun turun ke perut Fira. “Jangan lakukan hal bodoh dulu, sebelum kamu berpikir matang-matang, ok! Kamu tidak sendirian, ada kami berdua yang selalu ada untukmu,” lanjut kata Erika.
Wanita muda itu mengulum senyum tipisnya, rasa haru menyeruak di hatinya. Ya, ada Erika dan Galuh sebagai pengganti keluarganya selama ini, apalagi dia anak yatim piatu yang tidak memiliki kakak dan adik kandung, walau masih ada keluarga kakak dari almarhumah ibunya itu pun dia tidak mau membebani dengan persoalan hidupnya.
“Terima kasih Erika, Mas Galuh.” Hanya itu yang bisa dia katakan selama ini, mereka berdua sudah banyak berperan besar dalam perubahan hidupnya.
“Ayo pada dilanjut sarapannya, nanti telat masuk kerja loh,” tegur Galuh sambil mengunyah nasi gorengnya.
“Ya, Mas Galuh!” seru Fira dan Erika serempak menjawabnya.
Sekitar 30 menit menyelesaikan sarapan pagi, lantas mereka bertiga berpisah menaiki kendaraannya masing-masing menuju tempat kerjanya, begitu juga dengan Fira. Wanita itu dari Depok menuju kantornya yang ada di wilayah Jakarta Pusat dengan mengendarai mobilnya sendiri seperti biasanya, tapi terkadang naik kereta api jika sedang malas mengemudi.
Setelah hampir 1,5 jam berlalu, mobil yang dikendarai Fira tiba di salah satu gedung perkantoran yang hanya memiliki empat lantai, bukan gedung menjulang tinggi seperti di wilayah Kuningan, Sudirman Jakarta, yang terpenting di sanalah tempat dia mengais rezeki selama dua tahun terakhir ini.
Tempat Fira bekerja adalah salah satu perusahaan yang menggeluti bisnis property, dan di sanalah Fira dipercayakan menjabat sebagai asisten manajer marketing, dulu awal berkarirnya hanyalah sebagai Sales Promotion Girl part time selama dia kuliah untuk beberapa produk perusahaan, hingga akhirnya dapat tawaran menjadi SPG perusahaan property hingga akhirnya dia direkrut sebagai karyawan tetap di sana selepas lulus dari kuliahnya S1 Management.
Fira tampak bergegas masuk ke lobby kantornya, dan menyapa staf resepsionis seperti biasanya.
“Mbak Fira, cepetan kita harus siap-siap. Sebentar lagi akan ada pertemuan dengan investor baru,” pinta Liana saat melihat Fira baru saja menaikkan anak tangga.
Fira melirik jam tangannya yang kini sudah menunjukkan jam 8 lewat, sepengetahuan Fira pertemuan dengan investor baru jam 9 pagi berarti masih ada waktu untuk mempersiapkan beberapa berkas yang harus dia bawa saat pertemuan mereka.
“Masih ada waktu 1 jam lagi Mbak Liana, masih ada berkas yang belum aku siapkan, jadi jangan terburu-buru,” jawab Fira dengan tenangnya, lalu mengusap lengan rekan kerjanya yang sangat semangat jika ada perkara meeting atau pertemuan lainnya.
Liana, wanita bermata sipit itu hanya bisa tersenyum malu. “Mbak Fira ada yang bisa aku bantu gak?” tanya Liana, ikutan melangkah menaiki anak tangga ke lantai dua bersama Fira.
“Minta bantu cek ruang pertemuannya aja ya Mbak Liana, sama konsumsinya sudah siap semua belum. Dan ingatkan kembali sama divisi yang lain untuk pertemuan jam 9 nanti jangan sampai terlambat kumpulnya,” pinta Fira pada rekan kerjanya yang lebih tua usianya.
“Oke, kalau begitu aku langsung ke ruang pertemuan dulu.” Liana langsung memisahkan diri, berbelok ke sebelah kanan, sementara Fira berbelok ke sebelah kiri di mana ruang kerjanya berada.
“Makasih ya Mbak Liana,” jawab Fira.
“Ya Mbak Fira,” balas Liana dari kejauhan.
Dari sebulan yang lalu masalah akan ada investor baru atau pemilik baru perusahaan memang sudah berhembus, karena pemilik awal memang ingin memperluas usahanya tersebut dan sudah pasti butuh investor yang bisa mewujudkannya, tapi berakhir dengan menjualnya. Bagi karyawan mau siapa pun investor atau pemilik barunya, mereka berharap tidak diberhentikan dan masih tetap bekerja seperti biasa.
Sesampainya di ruang kerja, Fira bergegas menyalakan laptopnya dan segera mengprint beberapa dokumen yang nanti akan diberikan kepada atasannya, manajer marketing.
Sementara itu dalam waktu yang sama mobil yang ditumpangi oleh Brata dan Arya sedang menuju perusahaan Cipta Adiguna sesuai dengan jadwal temu yang telah diagendakan oleh Arya.
“Berapa menit lagi kita sampai Arya?” tanya Brata sembari menatap ke arah jalanan.
“Sekitar setengah jam lagi Pak Brata, soalnya di jalan salemba sedikit macet,” jawab Arya seraya melihat GPSnya.
“Mmm,” gumam Brata tampak tidak semangat, sejak berangkat mood Brata memang sudah tidak enak gara-gara perdebatan dengan Mama Winda, tapi karena sudah ada agenda terpaksa dia harus ke sana, kalau tidak mungkin cukup dia ke perusahaan miliknya saja.
“Kamu sudah hubungi Pak Jhonson kalau kita akan ke sana?” Brata bertanya kembali.
“Sejak pagi sudah saya konfirmasi ke Pak Jhonson, dan beliau ada di tempat,” jawab Arya sembari menolehkan wajahnya ke belakang.
“Bagus, jangan sampai kita datang dia-nya tidak ada. Saya ingin hari ini peralihan perusahaannya selesai, jadi saya bisa mengambil langkah selanjutnya,” jawab Brata yang sudah memiliki plan selanjutnya untuk perusahaan yang baru dia beli.
“Baik, Pak Brata,” jawab Arya paham, lalu kembali menatap lurus ke depan dan memantau GPS.
Brata yang kembali menatap keluar jendela mobilnya, perkataan mamanya kembali menghantui pemikirannya. “Gak mungkin Bianca tidak bisa hamil karena karmaku! mama ada-ada saja, sudah jelas wanita itu yang menyerahkan dirinya, menggodaku dengan tubuhnya dan dia juga yang keguguran sendiri! Semuanya itu tidak ada hubungannya!” batin Brata kembali kesal, tangannya pun terkepal dengan kuatnya.
Saat itu juga sekelebat wajah cantik Fira kembali hadir di pelupuk matanya dan semakin geramlah hati Brata.
“Shiitt!” umpat Brata agak kencang, mengerutak giginya dengan kesalnya, sampai Arya yang duduk di sebelah sopir kembali menoleh ke belakang. Sejenak dia terdiam, dan mengatur deru napasnya.
“Apa iya sekarang Nadira sudah menikah?” Katanya tidak mau memikirkannya, tapi ucapan mama Winda buat pikirannya jadi ke sana. “Ah paling dia hanya jadi wanita sim panan!”
-----
Apa yang akan terjadi selanjutnya di Perusahaan Cipta Adiguna? Stay tune ya Kakak Readers