Ketika kebencian sudah melekat begitu dalam seperti Brata, maka mau sebaik apa pun tingkah laku seseorang tersebut tetap saja pikirannya penuh dengan hal yang negatif. Seperti saat ini Brata melihat Fira penuh dengan pikiran picik, pikiran yang dangkal! Begitu besar sekali kebencian Brata hanya karena pernah menikahi mantan pelayannya tersebut.
Brata lagi-lagi menyeringai tipis pada Fira ketika dipersilahkan masuk dan Fira hanya bisa mendesah sembari memalingkan wajahnya.
Bukan hak Fira untuk kecewa mengenai investor terbaru perusahaan tempat dia kerja, semuanya itu dikendalikan oleh pemilik perusahaan, dirinya hanya seorang pekerja dan harus menerima keadaan tersebut. Tapi apa yang harus dia lakukan jika ternyata Brata kini pemilik perusahaan tempat dia bekerja, sedangkan kemarin dia berpikir tidak akan pernah bertemu kembali dengan pria tersebut.
Apa yang sedang direncanakan oleh Allah, setelah enam tahun tidak bertemu sekarang kembali bertemu.
Fira menarik nafasnya dalam-dalam sembari meraba perut datarnya, lalu masuk ke ruangan pertemuan dan memilih duduk bersama teman-temannya yang lain di bagian belakang, padahal untuk karyawan yang memiliki jabatan penting duduknya di bagian paling depan. Tapi kali ini wanita itu enggan duduk di depan.
Acara perkenalan sekaligus pengesahan pemindahan kepemilikan perusahaan pun dibuka oleh sekretaris Jhonson, bersama acara ini pula Jhonson sebagai pemilik awal menyatakan kepemilikannya hanya 10% selebihnya menjadi milik Bratasena Pradana. Para karyawan menyambut baik kehadiran Bratasena, dan sudah tentu pria itu terlihat berwibawa dan tegas.
“Terima kasih atas sambutan baik dari Ibu dan Bapak sekalian, saya harap perusahaan ini bisa lebih berkembang dan lebih maju dari yang sebelumnya. Dan ke depannya mungkin akan ada beberapa perubahan dalam struktural manajemen karena perusahaan Cipta Adiguna akan ada di bawah perusahaan saya yaitu PT. Natura City Development Tbk. Jadi saya harapkan Ibu dan Bapak bisa bekerja sama dengan baik, dan menunjukkan kinerja serta kredibilitasnya dalam bekerja,” ucap Brata di atas podium, pandangannya pun beredar ke setiap sudut dan berhenti di satu titik, siapa lagi kalau bukan Fira yang saat ini tidak menatap ke depan podium justru tampak sibuk dengan ponselnya.
“Mbak Fira,” bisik Liana, sembari menyenggol lengan Fira.
“Mmm,” gumam Fira masih sibuk menjawab beberapa pesan dari rekan bisnis perusahaan.
“Mbak Fira, jangan lihat ponsel terus kayaknya Pak Brata perhatiin Mbak Fira tuh, mungkin karena tidak memperhatikan beliau bicara,” kembali lagi Liana berbisik, dan mencoleknya. Fira pun menolehkan wajahnya ke samping.
“Mbak Fira lihat ke depan tuh,” pinta Liana. Dengan memutar malas bola matanya Fira mendongakkan wajahnya dan tatapan mereka berdua pun saling bertemu walau dalam keadaan berjarak jauh.
Sorot mata elang Brata semakin menajam ke arah Fira duduk. “Saya harap apa yang saya sampaikan di forum pertemuan ini, Ibu dan Bapak bisa memahaminya dengan baik karena tidak ada pengulangan kata kembali. Dan saya juga tidak segan untuk menurunkan jabatannya jika menurut penilaian saya serta team tidak sesuai standar yang saya miliki, begitu juga dengan sebaliknya saya juga bisa menaikkan jabatan Ibu Bapak sekalian jika dirasa sangat potensial bagi perusahaan,” ucap Brata begitu tegas dan suaranya sedikit menggema.
Buat beberapa orang mungkin perkataan Brata menjadi perhatian agar jabatannya aman, tapi buat Fira sendiri tidak peduli, otaknya kini sudah berpikir yang lain, yaitu mencari pekerjaan yang lain karena keadaan yang terjadi saat ini harus dihindari.
“Berani sekali dia tidak memperhatikan aku bicara!” batin Brata kesal melihat Fira kembali sibuk dengan ponselnya usai mereka saling bertemu pandang.
Setelah sambutan dan sedikit motivasi dari Brata, acara dilanjutkan dengan ramah tamah dengan para karyawan, di mana Jhonson memperkenalkan para manajer beserta asisten tiap divisinya, lalu memperkenalkan kepada beberapa staf yang kebetulan sekali ingin mengenal lebih dekat dengan Brata.
Tidak usah ditanya deh reaksi para karyawati, sudah tentu ingin berjabat tangan dengan pria tampan itu, sementara Fira lebih memilih menikmati kudapan yang sudah terhidang dan berbicara dengan beberapa rekan kerjanya.
“Mbak Fira, gak ikutan kenalannya sama Pak Brata?” tanya Haris salah satu arsitek handal, sembari menyodorkan gelas yang berisikan softdrink untuk Fira.
“Tadi sudah dikenalkan sama Pak Jhonson. Thanks ya minumnya Mas Faris,” balas Fira saat menerima gelas tersebut, lalu meneguknya sedikit demi sedikit.
Haris, pria berhidung mancung dan memiliki kulit kuning langsat menggeser tubuhnya agak lebih dekat dengan keberadaan Fira.
“Ya kali aja Mbak Fira tergoda untuk mengenal lebih dekat sama sang pemilik apalagi ternyata Pak Brata itu yang memiliki perusahaan property yang terbesar di Indonesia. Lihat aja tuh banyak yang ingin berkenalan sama Pak Brata,” ucap Haris sembari melihat kerumunan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Fira tersenyum hambar mendengarnya. “Sayangnya aku tidak tergoda untuk kenal sama Pak Brata, lagian buat apa toh. Tak ada gunanya untukku,” jawab Fira dengan santainya, lalu meneguk minuman soft drink tersebut.
“Syukurlah kalau begitu, paling tidak aku masih ada peluang untuk mendekatimu kalau tidak tertarik dengan Pak Brata,” goda Haris sembari mengerlingkan salah satu matanya.
Fira menepuk bahu Haris. “Ngadi-ngadi aja sih Mas Haris,” jawab Fira menggelengkan kepalanya.
“Ya siapa tau aja kamu berkenan mau menerima ajakanku untuk ngedate,” balas Haris masih berusaha memenangkan hati wanita muda itu.
Dari kejauhan netra Brata agak memicing, sekilas ada percikan tajam melihat Fira yang sedang berbicara dengan akrabnya, lalu lidahnya berdecak kesal. Sampai-sampai dia mengabaikan sapaan dari berapa karyawannya karena perhatiannya tertuju ke arah Fira. Arya pun jadi ikutan memperhatikan karena gerakan bola mata bosnya.
“Ets dah, masih saja perhatikan Nadira,” batin Arya.
Fira hanya menanggapi dengan senyuman tipis atas ajakan Haris, dan bukan sesuatu hal yang membuat dia terlena dengan ajakan para pria untuk menjalin hubungan dengannya.
“Pak Brata silakan duduk, atau mau berkeliling mencicipi beberapa hidangan?” tanya Jhonson menawarkan ke arah meja bundar untuk duduk bersama-sama.
“Sepertinya saya ingin berkeliling, Pak Jhonson.”
“Kalau begitu mari Pak Brata,” ajak Jhonson mempersilahkannya menuju ke meja prasmanan dan gubuk makanan.
Sudah tahu kemanakah langkah kaki Brata? Sudah tentu dia bergerak ke meja prasmanan yang menghidangkan aneka ragam kue tradisional, tepatnya di mana Fira dan Haris sekarang berdiri mengambil beberapa kue.
Wanita itu tidak menyadari sosok pria itu kini berdiri di sampingnya.
“Pak Brata biar saya bantu untuk mengambilnya,” ucap Dara sekretaris Jhonson, gesit mengambilkan piring kecil. Lantas menolehlah Fira ke sebelah kanan, tampaklah Brata menatap dirinya.
Mata elang Brata begitu mengkilap saat menatap Fira, bagai melihat mangsa yang ingin dia terkam.
Setelah mengetahui hal tersebut, secepat kilat Fira memalingkan wajahnya, lalu menunduk hormat pada pria itu kemudian menarik dirinya dari meja prasmanan tersebut.
“Mas Haris, kita duduk di sana aja,” ajak Fira sembari menyentuh lengan pria bertubuh tinggi itu, walau masih lebih tinggi tubuh Brata. Lebih baik menghindari Brata, itulah yang ada dipikiran Fira.
Haris manut saja menerima ajakan Fira, tapi sebelumnya dia mengulum senyum tipisnya pada Brata, lalu memperkenalkan dirinya pada Brata.
“Perkenalkan saya Haris Aditya Pak Brata, salah satu arsitek di sini,” ucap Haris begitu ramah, dengan mengulurkan tangannya.
Wajah Brata datar tak ada ekspresi apa pun tapi tetap menyambut uluran tangan Haris.
“Oh, jadi seperti ini kelakuan di kantor, mengajak pria!” batin Brata agak jengkel. Hei kenapa mesti jengkel pada Fira? Sadarlah!
“Maaf Pak Brata, mau kue apa saja ya?” tanya Dara sembari menatap terpesona pada atasan barunya. Wanita berbaju seksi itu rupanya tidak berhasil memalingkan pandangan bos barunya dari sosok Fira yang kini duduk bersama Haris.
“Apa saja, ambilkan!” jawab Brata dingin.
“Baik Pak Brata.” Dengan senang hati Dara melayaninya.
“Pak Jhonson, saya minta bagian personalia untuk menyiapkan resume para manajer dan asistennya, hari ini saya ingin memeriksanya,” pinta Brata tanpa menatap Jhonson.
“Baik Pak Brata, nanti akan saya minta mereka untuk menyiapkan,” jawab Jhonson.
Brata kembali menatap ke arah Fira dengan serigaian tipis. “Lihatlah apa yang akan aku lakukan padamu Nadira! Perusahaan ini adalah milikku berarti kamu kembali menjadi pelayan ku!” geram sekali batin Brata.