Bab 6: Kenyataan

1094 Kata
"Baby, wajahmu nampak pucat, kau sakit?" baru saja akan memasuki lift dia melihat Mich di dalamnya. Mikha berdecak kesal menyentuh wajahnya, padahal dia sudah menyembunyikannya dengan make-up nya, tapi tetap saja mata pandanya terlihat jelas. "Aku baik- baik saja, hanya terlalu lelah, beberapa hari ini aku lembur." "Sungguh? anak magang lembur?" Mikha mengeluh dalam hati, bagaimana lagi dia membutuhkan kesibukan untuk melupakan kejadian beberapa hari lalu, dan itu lumayan membantu, dia sedikit teralihkan dengan pemikiran tersebut, apalagi beberapa hari kebelakang dia tak bertemu Dominic. Saat dia bertanya pada sekretaris pria itu, dia bilang bos mereka sedang pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Bukan rindu ... dia memukul kepalanya, Mikha hanya bertanya sebab penasaran tak melihatnya beberapa hari terakhir. Dan baguslah pria itu tidak ada Mikha jadi lebih tenang bekerja. "Bekerja di perusahaan kita, aku yang akan bicara dengan uncle Mike-" Mikha menggeleng dengan cepat. "Tidak, tidak! Aku sudah bilang tidak, lagi pula aku tidak keberatan," ucap Mikha menenangkan. "Lalu kenapa bekerja begitu keras, apa karyawan disana memperlakukanmu dengan buruk?" "Aku baik- baik saja." meski kadang mereka memang seperti memperlakukannya berbeda, tapi Mikha masih bisa menahannya. Ya, entah mengapa mereka memperlakukannya berbeda, seperti ada rasa iri yang tersimpan. Bukan apa- apa Mikha pernah mendengar beberapa orang membicarakannya di toilet jika dia itu 'sok cantik'. Jadi, bisa dia simpulkan jika mereka mungkin iri karena dirinya cantik. Mengingat itu kepercayaan dirinya meningkat, dia mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Melihat itu Mich segera menyentuh dahi Mikha dan menghela nafasnya lega, "Kau tidak sakit, tapi kenapa senyum- senyum begitu." Mikha mengerucutkan bibirnya lalu menepis tangan Mich, Mich pikir dia gila? "Aku sedang kasmaran," ucapnya sembarang. "Sungguh? pada siapa? jangan bilang pada si b******k itu?!" Mikha mencebik, tentu saja dia tahu si b******k yang Mich maksud, siapa lagi jika bukan Giovan "Tentu saja bukan, aku sudah putus dengannya." Mich membelalak tak percaya "Benarkah, itu bagus, sejak awal aku tak suka dengannya." Ya, harusnya Mikha mendengarkan Mich untuk tak menjalin hubungan dengan pria kurang ajar itu. Pintu lift terbuka tepat dilantai satu dimana lobi berada, Mikha keluar masih dengan Mich yang mengikutinya. "Kenapa mengikutiku sih, sana pergi bekerja!" seru Mikha dengan kesal. "Aku harus benar-benar memastikan, benarkah kau putus dengan si b******k itu? lalu pada siapa kau kasmaran?" "Astaga, Mich kau berlebihan, aku hanya kasmaran belum jadian ..." atau tidak akan pernah jadian, lanjutnya dalam hati. Meski dia baru saja bicara sembarangan pada Mich dia tak sepenuhnya berbohong, akhir- akhir ini dia memang sedang memikirkan seorang pria, pria tua sialan, yang harusnya tak pernah masuk ke dalam otaknya "Sudah sana pergi!" "Baiklah tapi beritahu aku siapa pria itu." Mich pergi ke arah mobilnya setelah menunjuk hidungnya seolah memperingatkannya. Mikha menghela nafasnya lalu memasuki mobilnya untuk pergi bekerja. Tiba di kantor Mikha melihat orang-orang lebih sibuk dari biasanya hingga mau tak mau dia bertanya pada rekan di sebelahnya "Ada apa ini?" "Ah, bocah kau sudah datang, bantu aku revisi ini dengan cepat, aku membutuhkannya." bukannya menjawab wanita di sebelahnya justru memberinya pekerjaan. Sepertinya dia tak boleh lengah sedikit saja. Mikha berdecak lalu membuka berkas tersebut dan menyalakan laptopnya untuk mulai bekerja. Kesibukan ini ternyata karena kedatangan Dominic setelah melakukan perjalanan bisnisnya, rapat dadakan pun diadakan membuat para karyawan dua kali lebih sibuk dari biasanya. Yang menarik perhatian Mikha adalah penampilan Dominic yang nampak segar bahkan terlihat lebih tampan dari biasanya. Mikha menatap dirinya di cermin kecil yang dia letakan di meja kerjanya, wajahnya masih nampak mengerikan karena mata pandanya, lalu kenapa penampilan Dominic justru menampilkan kebalikan darinya. Apa pria itu tak memikirkan kejadian satu minggu lalu itu? Apa sungguh kejadian itu tak berpengaruh untuknya? Pria sialan itu! Mikha memicingkan matanya saat Dominic tengah mendengarkan seseorang melakukan presentasi. Mikha duduk di salah satu kursi di belakang sekertaris Dominic yang ikut serta dalam rapat dan nampak sibuk mencatat poin penting yang Dominic katakan. "Kau tahu aku dengar dalam perjalanan bisnis kemarin Tuan Dom juga pergi bersama istrinya." Terdengar bisikan dari orang di sebelahnya. "Benarkah? mungkin mereka pergi berbulan madu." "Ya, dari yang aku dengar Tuan Dom sangat romantis kepada istrinya ..." tanpa sadar Mikha menggenggam erat ballpoin yang dia pegang, kenapa mendadak hatinya terasa panas. Pria sialan itu tanpa rasa bersalah pergi bulan madu setelah melakukannya dengannya, tiba- tiba Mikha merasa dirinya begitu jahat dan istri Dom sangat malang, sebab tak tahu apa yang suaminya lakukan di luar sana. Dan kenapa dia harus merasa sakit sekaligus miris dalam hatinya. Mikha menatap kosong ke arah tangannya yang terluka karena terlalu erat menggenggam ballpoin. "Mikha kamu terluka." semua mata tertuju padanya termasuk Dominic. "Oh, maafkan aku ... aku izin ke toilet." Mikha menunduk lalu segera berlari ke arah kamar mandi. Mikha menghela nafasnya panjang saat melihat telapak tangannya terasa perih saat air mengalirinya, kenapa dia begitu ceroboh hingga melukai dirinya sendiri hanya karena kecemburuan yang tak seharusnya, dia menjadi tak bisa mengendalikan dirinya. Saat Mikha keluar dari kamar mandi rapat sudah selesai dan dia memutuskan pergi ke ruang rapat untuk mengambil barangnya yang tertinggal di sana, namun, Mikha tak mengira saat dia masuk Dominic masih ada disana. "Aku akan mengambil barangku," ucapnya saat melangkah masuk dan segera mengambil notebook juga ponselnya. "Kenapa kamu bisa terluka?" Mikha menghentikan gerakannya saat Dominic tiba-tiba bertanya. Mikha menunduk melihat dirinya, lukanya belum dia obati hanya dia balut menggunakan tisu toilet, sebab Mikha pikir ini hanya luka kecil. "Hanya sedang melamun, Tuan. Maafkan aku." Mikha menunduk hendak pergi namun suara Dominic kembali terdengar di inderanya. "Kenapa tidak di obati," ucapnya dengan membawa kotak obat ke arah Mikha "Kemari, aku obati dulu." Melihat Dominic mendekat Mikha justru memundurkan langkahnya "Tidak perlu, Tuan. Aku bisa..." Dominic mengerutkan keningnya lalu menatap Mikha dengan heran "Kenapa?" "Apa yang kenapa?" "Kau menjauhi aku?" kali ini Mikha yang mengerutkan keningnya, memang harus seperti apa reaksinya "Kamu juga terlihat pucat, kamu sakit?" Mikha kembali menghindar saat Dominic akan menyentuh pipinya. "Maafkan aku, Tuan. Tapi, aku harap kau bisa menjaga batasanmu." "Batas- apa?" tanya Dominic dengan bingung. "Aku disini untuk bekerja, jadi aku harap kau jangan memperlakukan aku berbeda ..." "Dengar Mikha, aku hanya tak mau di salahkan Tuan Mike karena kau sakit saat bekerja dengan-" "Karena itu!" Belum selesai Dominic bicara Mikha sudah memotongnya, membuat Dominic semakin kebingungan. "Aku disini untuk bekerja, tolong jangan melewati batasmu." "Batas apa? aku hanya khawatir-" "Aku ingin kau melupakan semuanya, Tuan Dom. Baik itu yang terjadi dulu atau sekarang, bahkan kejadian satu minggu lalu, aku sungguh tak ingin mengenalmu lebih dari ini." Dom menganga tak percaya dengan apa yang Mikha katakan "Apa? ... Tunggu, jangan bilang kamu berpikir kejadian satu minggu lalu sungguh terjadi?" Mikha tertegun, matanya menatap terkejut "A-pa maksudmu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN