Bab 5: Putus

1272 Kata
Di saat Dominic dan Steven membahas pekerjaan Mikha sibuk mencatat apa saja yang menjadi poin penting dalam kerja sama mereka, sesekali dia akan melirik ke arah Miranda lalu tersenyum kikuk. "Kau nampak masih muda," Kata Miranda, seolah sejak tadi dia menelaah usia Mikha yang memang nampak lebih muda dari sekretaris yang biasa Dominic bawa "Aku ingat terakhir kali bukan kau juga yang ikut rapat bersama Tuan Dom?" "Usiaku 21 tahun, Nyonya. Tuan Dom memang memiliki beberapa sekretaris untuk mengimbangi padatnya jadwal beliau, jadi itu tak asing," jelas Mikha dengan suara sesopan mungkin. "Tapi, aku sudah dewasa, aku jamin," kekehnya. Kenapa orang-orang selalu menganggapnya anak kecil sih, apa karena tubuh mungilnya? "Iya, tapi ... maaf melihat tubuh kecilmu aku jadi iri, kau pasti selalu merasa muda." Benar bukan? pasti karena tingginya yang hanya 157 centi ini. Mikha tak sakit hati, sebab raut wajah Miranda menunjukkan jika dia benar-benar iri, entah apa yang membuatnya iri, padahal jelas Mikha ingin memiliki postur tubuh seperti Miranda yang tinggi dan langsing bak model majalah terkenal. "Aku justru iri padamu, Nyonya. Karena tubuh kecilku aku kesulitan memiliki pacar dulu," ucap Mikha di iringi candaan yang justru membuat Dominic menatap ke arahnya. Miranda mengangguk dan kembali melihat Mikha fokus mendengarkan, sesekali dia juga menujuk poin penting yang akan menjadi perjanjian pekerjaan mereka. Rapat selesai secepat yang mereka bisa seperti keinginan Miranda istri Steven, sekarang mereka bahkan sudah berpisah meja dari Dominic dan Mikha. Di depan meja latte yang Mikha pesan sudah mendingin, sebab rapat yang mereka lakukan beberapa saat lalu "Tuan, apa rapatnya sudah selesai, bolehkah aku pulang?" tanya Mikha dengan sesekali melihat ke arah Tuan Steven dan Nyonya Miranda, terlihat mereka sudah mulai makan dengan romantis membuat siapapun iri, termasuk dirinya. "Kita akan makan dulu." "Tidak perlu, aku bisa makan dirumah nanti." mengabaikan Mikha Dominic segera memanggil pelayan, membuat Mikha mendesah kesal menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Pelayan datang membawakan pesanan mereka, lebih tepatnya pesanan Dominic sementara Mikha hanya diam saja, sejak tadi dia hanya mengalihkan tatapannya dari Dominic untuk mengendalikan jantungnya yang terus berdebar. Namun bukannya membaik dia justru hanya bisa cemberut sebab melihat suasana romantis di sekitarnya. "Ayo makan." menyerahkan steak yang sudah di potong rapi ke hadapan Mikha, membuat Mikha tertegun. "Kau tidak perlu melakukan itu," cicitnya dengan suara pelan. Dominic terkekeh lalu mengusak rambut Mikha dengan gemas "Makanlah," katanya lagi, setelah itu Dominic kembali memotong kembali steak yang tadi dia ambil dari Mikha, lalu memakannya. Di tengah acara makan mereka Mikha kembali dibuat terkejut bahkan tercengang saat Dominic mengusap sudut bibirnya yang terkena saus, nyaris saja Mikha tersedak makanannya sendiri, andai dia tak segera mengendalikan dirinya. "Makan yang benar, apa yang terjadi saat orang melihat kamu sebagai seorang Abraham, kalau cara makanmu seperti itu." Mikha mendengus "Sudah aku bilang tidak ada yang tahu, dan kalau Uncle terus bicarakan itu, seluruh kota mungkin akan tahu." "Baiklah aku akan diam." Dominic tertawa, sangat terlihat tampan dan mempesona, membuat Mikha lagi- lagi memilih memalingkan wajahnya dengan memperhatikan sekitarnya. Namun raut wajahnya mendadak berubah saat mendapati seseorang di depan sana "b******k! apa- apaan dia." Mikha berdiri dan segera menuju sebuah objek yang kini menjadi pusat perhatian orang- orang disana. "Eh?" Dominic tak bisa tak mengerutkan keningnya saat Mikha bangkit dan meninggalkannya dengan cepat. "Apa yang terjadi," gumamnya sambil melihat kemana Mikha pergi. "Apa yang kau lakukan," ucap Mikha saat dia berhasil menghampiri seseorang yang tengah berjongkok dengan sebuah cincin yang terulur pada seorang wanita di hadapannya. Pria itu nampak terkejut, namun dengan segera raut wajahnya nampak biasa saja, tak peduli dengan kehadiran Mikha pria itu berucap "Maukah kau menikah denganku?" ungkapnya pada wanita yang sejak tadi berdiri di depannya. "Giovan, aku bertanya apa ini?" Mikha sungguh tak menyangka jika pacarnya tengah melamar seorang gadis, bahkan di hadapannya sendiri. "Jangan hiraukan dia, aku tak mengenalnya," ucap Giovan saat melihat gadis di depannya menatap dengan bingung bergantian dia dan Mikha. "Apa kau bilang?" Mikha mengepalkan tangannya, beraninya dia bilang tak mengenalnya. "Kau tak mengenalku? sungguh." "Sial!" teriak Giovan terlihat frustasi "Apa maumu?!" Mikha mengerutkan keningnya, raut wajah nampak terkejut tak dapat dia hindari "Kau?" "Dengar Mikha aku muak denganmu, kita akhiri saja ini, okay? kau tahu seseorang yang di katakan kekasih, tidak mungkin harus menahan dirinya bahkan hanya sekedar untuk berciuman bukan?" "Apa?!" "Aku pria normal, aku membutuhkan sekss dan ayolah aku bahkan tak boleh untuk sekedar menciummu?" Mikha tertegun. "Kau hidup di zaman apa sebenarnya?" Mikha mengerjapkan matanya, wajahnya memerah karena malu, selama ini dia memang tak pernah membiarkan Giovan untuk menciumnya, hanya sebatas ciuman di kening saja yang Mikha izinkan, itu pun bisa di hitung dengan jari saja. "Ini alasanmu melakukan ini padaku?" Giovan mengedikkan bahunya acuh "Bukan hanya itu, aku juga membutuhkan orang lain untuk mendukung karirku." dia melihat Mikha dari atas ke bawah "Bukan seperti dirimu yang berasal dari kalangan biasa saja," ucapnya tak tahu malu. Mikha kali ini tertegun hebat, dia menunduk menatap lantai dengan tak berdaya, anehnya dia tak ingin menangis, bahkan hatinya cenderung merasa lega dari pada sakit hati, tapi tetap saja dia merasa kesal. Selama ini memang tak ada yang tahu tengang statusnya termasuk Giovan pria yang beberapa bulan lalu mengatakan jika dia mencintainya "Jadi itu, benar- benar alasan yang kuat?" Mikha mendongak menatap Giovan dengan tajam. "Baiklah, kita berakhir," ucapnya dengan memiringkan wajahnya "Tapi ingat satu hal, aku yang memutuskanmu, bajingan." Dalam sekali hentakan dia menendang kemaluan Giovan membuatnya meringis dan mengumpat. "Aku harap kau mandul, pria m***m!" sinis Mikha saat pergi meninggalkan pria bernama Giovan itu yang di bantu wanita yang sejak tadi hanya bisa menatap dengan bingung ke arahnya, atau dia sedang pura- pura bingung, Mikha tak peduli. Langkah kesalnya kembali pada meja dimana Dominic berada, jelas dia sedang memperhatikannya, namun Mikha tak peduli dan hanya mengambil tasnya dan segera berlalu tanpa bicara apapun pada Dominic. "Kau akan kemana?" Mikha mengacuhkan lalu pergi begitu saja. Dominic menghela nafasnya dan bangkit untuk mengejar Mikha, dari yang dia lihat dari pertengkaran Mikha dan pria tadi sepertinya itu kekasih Mikha dan pria itu ketahuan selingkuh. Sebenarnya Dominic ingin menghampiri, hanya saja dia tak bisa ikut campur pada urusan bocah itu, bukan, dia hanya memperhatikan dari jauh, dan memastikan jika Mikha baik- baik saja. Dominic sempat terkejut saat melihat Mikha menendang pria itu tepat di k*********a, entah apa yang mereka bicarakan sebab jarak mereka cukup jauh membuatnya tak bisa mendengar apapun. "Hei." tepat saat Mikha melambaikan tangannya pada taksi yang melintas Dominic meraih tangannya. "Aku akan mengantarmu." Mikha menatap tangan Dominic dengan tajam lalu menghempaskannya "Tidak perlu!" Mikha kembali mencegat taksi namun Dominic justru membawa Mikha untuk masuk ke dalam mobilnya dengan cara menggendongnya bak karung beras. "Apa- apaan kau!" seru Mikha kesal, dia memukul- mukul bahu Dominic yang justru pria itu tak bergeming hingga dia memasukan Mikha ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman. "Kau sedang labil, tidak baik sendiri, aku akan mengantarmu!" seru Dominic dengan tegas, pria itu bahkan masih berada di depan Mikha dengan jarak beberapa senti saja. Mikha tertegun, lalu menatap Dominic yang menatapnya dengan lembut, pria itu tersenyum lalu mengusak rambutnya membuat Mikha berkaca- kaca. "Semua akan baik- baik saja," ucapnya lembut. Dominic mengira Mikha sedang dalam kondisi labil sebab baru saja melihat kekasihnya bersama wanita lain, namun Dominic tak tahu, Mikha saat ini merasakan dilema yang sangat mendalam karena perasaannya, bukannya menjauh Dominic terus mendekat dan membuat jantungnya berdegub kencang. Ya, anggaplah dia b******k, sebab dia sebenarnya tak memiliki perasaan mendalam pada Giovan, hingga dia justru tak merasa sakit hati padahal telah di duakan. Dia marah, tentu saja wanita mana yang tak marah jika di perlakukan seperti itu, hanya saja hatinya tak merasa sakit berlebihan, dan kini dia justru sibuk dengan debarannya karena pria tua bernama Dominic.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN