Episode 18 : LDR

1528 Kata
“Orang tua mana yang tidak khawatir kalau anaknya menjalin hubungan tanpa kejelasan, sedangkan yang mendekat dan selalu ditolak jauh lebih menjanjikan?” Episode 18 : LDR Hal tersulit dari menjalani hubungan jarak jauh ternyata bukan dari pasangan yang menjalani. Sebab godaan dari pihak luar jauh lebih kejam hingga mempersulit hubungan itu sendiri. Karena meski hubungan Sunny dan Keandra baik-baik saja bahkan sekalipun mereka jarang berkomunikasi, tetapi banyak yang meragukan hubungan mereka. “Bukankah Mama dan Papa yang mengajariku, semuanya selalu beralasan karena di dunia ini tidak ada yang benar-benar kebetulan? Aku dan Kean juga begitu, Ma ... Pa. Kami sepakat berkomitmen dan sama-sama usaha sebelum menikah supaya setelahnya kami masih punya tabungan. Kami ingin mandiri. Jadi apa yang salah dengan hubungan kami? Kami nggak melampaui batas hubungan. Kami juga nggak melakukan tindakan kriminal.” “Kami hanya minta doa dan restu dari kalian meski lima tahun memang bukan waktu yang sebentar. Dan sejauh ini, hubungan kami baik-baik saja walau kami memang jadi sangat jarang berkomunikasi karena kami sama-sama sibuk.” “Kenapa semuanya serba salah dan sibuk mempermasalahkan hubungan kami? Kami bareng-bareng terus, salah. Sama-sama sibuk, juga salah.” “Satu lagi, kalau Papa dan Mama malu karena terlalu sering menolak lamaran, nggak apa-apa, biar aku nggak pulang saja. Di sini aku jauh lebih nyaman daripada terus-menerus dipaksa menerima lamaran. Aku hanya akan menikah dan itu dengan Kean.” Sunny berbincang melalui panggilan telepon di ponselnya sambil berderai air mata. Sesekali ia mengelap asal linangan air matanya juga ingus yang turut meler akibat kesedihan yang tiba-tiba saja membludak. Tiga tahun telah berlalu dan dua tahun lagi masa tunggunya dengan Keandra usai. Semuanya benar-benar tinggal dua tahun. Namun kenapa orang-orang termasuk orang tuanya masih saja meributkan hubungan mereka? Selama ini Sunny selalu diam, pura-pura tak acuh padahal jauh di lubuk hatinya, ia begitu banyak menampung luka dengan apa yang menimpa. Hubungannya dengan Keandra baik-baik saja. Meski sepi yang terlahir akibat rindunya pada Keandra kerap membuatnya menghabiskan kesendirian juga malamnya dengan tangis. Selain itu, sebisa mungkin Sunny juga membatasi pergaulannya dengan laki-laki. Pun dalam berpenampilannya yang hampir di setiap kesempatan mengenakan setelah panjang. Bahkan ia juga menolak semua cinta yang mendekat. Tak hanya kolega, juga karyawan di hotel, sebab ia juga rajin menolak cinta Rafael yang hingga detik ini masih getol mendekatinya. Dan karena Rafael terlalu sering menyatakan cinta, Sunny jadi tidak canggung lagi pada pria itu. Tak jarang, ia menjadikan Rafael olok-olokan serta pelampiasan kekesalannya apalagi jika ia sedang datang bulan. Sunny mengakhiri sambungan telepon di ponselnya tanpa mendengarkan penjelasan orang tuanya. Ia meninggalkan ponselnya di meja kemudian bergegas menuju toilet yang masih berada di dalam ruang kerjanya. Letaknya hanya terpaut tiga meter di belakang meja kerjanya. Ketika Sunny keluar dari toilet, ia dikejutkan oleh sesosok punggung berjas abu-abu tengah bersandar ke meja kerjanya. Itu Rafael. Pria yang sudah mewarnai hari-harinya selama tiga tahun, juga selalu membuatnya tak habis pikir. Jika memang Rafael merasa jauh lebih sempurna dari Keandra, kenapa pria itu terus mengejarnya padahal Rafael selalu mengatakan akan memiliki pasangan yang jauh lebih baik dari Sunny? Menyadari suara langkah mendekat ke arahnya setelah seruan terbukanya pintu toilet juga terdengar, Rafael berangsur balik badan. Tak biasanya, wajahnya tampak kusut. Belum lagi, berewok berikut kumis tipis juga dibiarkan tanpa dicukur dan sangat kontras dari biasanya yang selalu tampil rapi. “Mari kita buat kesepakatan agar orang tuamu tidak terus mengkhawatirkanmu.” Rafael menatap Sunny dengan sangat serius. Sunny menjadi memelankan langkah dan berhenti tepat di sebelah kursi kerjanya. “Apa maksudmu dengan kesepakatan?” “Mengenai lamaran dan LDR-mu.” Sunny mendengkus. Rafael memang punya banyak mata dan telinga yang akan selalu sigap merekam semua tentangnya. Pria itu mengetahui semua tentangnya termasuk mengenai Keandra. “Katakan pada orang tuamu, aku akan menikahimu jika memang nantinya calonmu itu lepas dari tanggung jawab.” Rafael mengucapkannya masih dengan serius. Sunny menghela napas. Dan tanpa menatap Rafael, ia berkata, “tidak perlu. Lebih baik kamu menikah saja. Jangan mengurusi urusanku lagi. Tidak ada gunanya.” “Kamu mau orang tuamu sakit gara-gara kepikiran kamu?” lanjut Rafael. Sunny hanya menghela napas pelan dan sengaja acuh. “Kamu pikir mereka setega itu? Terus membahas berapa banyak lamaran yang mereka tolak kepadamu?” “Nggak, Sun(san)! Mereka melakukan itu karena mereka terpaksa dan ingin yang terbaik untuk kamu. Orang tua mana yang tidak khawatir kalau anaknya menjalin hubungan tanpa kejelasan, sedangkan yang mendekat dan selalu ditolak jauh lebih menjanjikan?” “Pak Rafael, apa yang menimpaku lumrah terjadi karena aku hidup di Indonesia. Aku yakin Pak Rafael juga tahu jika pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh orang Indonesia bukan mengenai prestasi termasuk jabatan, melainkan status dan berapa jumlah anak yang dimiliki. Terus begitu sampai mereka puas.” Rafael mengangguk-angguk. “Kalau begitu kita ke Jakarta. Kita temui orang tuamu dan bilang ke mereka, kamu akan menikah denganku tanpa ada lagi LDR-mu.” Sunny menghela napas dan menatap tak habis pikir pria yang ada di hadapannya. “Apa bedanya Pak Rafael sama mereka, kalau ujung-ujungnya justru begitu?” omelnya. “Terus satu lagi. Hubunganku dan calonku itu jelas. Bahkan aku sudah berulang kali menolak lamarannya karena aku memang nggak mau main-main!” “Kamu, menolak lamaran calonmu?” “Ya, kenapa?” “Atas dasar apa? Kamu bilang kalian saling mencintai, kenapa kamu justru menolak lamarannya? Kamu ini berbakat menolak lamaran, ya? Pantas saja kamu lebih nyaman di status absrud dari pada nyata yang menjanjikan.” Yang tidak pernah berubah dari seorang Rafael, sekalipun pria itu sering marah bahkan menghina Sunny, tetap saja pria itu akan kembali mencoba mendekati Sunny. Lihat saja, belum juga genap lima menit pergi dengan suasana yang membuatnya sangat tidak nyaman, pria itu sudah kembali dan menatap Sunny dengan pandangan tak habis pikir. “Sekali lagi, Sun. Ayo kita menikah!” Rafael mengetakan itu dengan napas tersengal-sengal. Sunny mentap Rafael dengan pandangan datar. “Lama-lama aku bisa beneran gila, loh, Pak, kalau terus ditekan begini.” “Kalau kamu terus nolak aku, aku juga bisa beneran gila, Sun!” Rafael benar-benar memohon. Sunny bingung dan hanya bisa menunduk sambil memegangi kepalanya menggunakan kedua tangannya. *** “Hahaha ... gila kamu, Ny! Sesetia itu kamu sama Kean, sampai-sampai terus nolak bosmu?” Leon dan Xan terbahak-bahak sesaat setelah Sunny cerita mengenai lamaran yang menghamampirinya termasuk tentang Rafael. Sunny yang terlihat sangat lesu hanya menatap datar kedua pria muda di hadapannya. “Jahat banget sih, kalian. Aku serius cerita malah diketawain?” “Bos kamu, terus mengejar kamu itu wajar. Dia sadar kalau semenjak ada kamu di hidupnya, usahanya tambah maju. Kan aku sudah bilang. Kamu selalu bawa hoki buat orang di sekitarmu apalagi pasanganmu.” Xan mengatakan itu setelah meminum kopi awannya melalui sedotan. Lagi-lagi Sunny hanya mendengkus. Kedua mahluk yang selalu menebarkan aura kebenaran dalam band Keandra memang tidak pernah berlebihan dalam menanggapinya. Mereka juga tidak berani menggodanya seperti pria lain yang akan sibuk berusaha ketika mengetahui statusnya yang hanya terikat LDR. Hubungan yang dianggap kebanyakan orang tidak memiliki masa depan jelas. “Pikirkan lagi, Ny. Bosmu punya banyak hotel. Dia pria mapan yang bisa kasih kamu dan keluargamu semuanya. Bukankah itu juga yang bikin kamu nolak lamaran Kean? Kamu ingin punya masa depan yang jelas, kan?” Leon mengatakannya dengan sungguh-sungguh. “Percakapan ini aku rekam, loh. Aku kasih Kean nanti biar kalian tahu rasa!” ancam Sunny saking kesalnya lantaran terus diledek. Leon dan Xan kembali terbahak. Mereka jauh-jauh datang dari Jakarta karena diutus Kean mengantarkan kejutan ulang tahun untuk Sunny, memang sengaja membuat wanita di hadapan mereka kesal. Tak peduli meski kafe keberadaan mereka yang menyajikan menu utama kopi, sedang ramai pengunjung dan jelas terganggu oleh keramaian yang mereka ciptakan. Meski LDR, ternyata sebelum pergi mengikuti kelanjutan Singer Star, Keandra sudah menyiapkan semua hadiah untuk hari bersejarah mereka. Dari hari jadian, ulang tahun Sunny, termasuk hari kasih sayang yang biasanya mereka rayakan seperti valentine. Keandra telah menyiapkan boneka Doraemon berikut buket bunga yang akan dikirim rutin oleh Xan dan Leon. “Kalau begitu, kapan-kapan kita mau menginap di hotel tempatmu kerja buat lihat seperti apa usaha bosmu mengejar kamu!” Timpal Leon makin bersemangat. Sunny mendengkus kemudian melirik Xan. Ia yakin pria sipit itu akan ikut kembali menggodanya. Benar saja, Xan mesem sambil mengangguk. “Nggak usah nunggu lama-lama. Setelah pulang dari sini kita langsung ke hotel. Hm ... sebagai manajer di sana, kamu siap bantu kami buat kenalan sama bos besar, kan?” Apa yang Xan lakukan dan belum pernah terjadi sebelumnya berhasil membuat Leon sampai menekap mulut demi meredam tawanya yang telanjur pecah. “Kalian benar-benar jahat! Tahu begini aku nggak cerita.” Sunny merasa sangat teraniaya. Ia meluruskan kakinya kemudian menyandarkan tubuh berikut kepalanya pada sandaran tempatnya duduk.  Namun siapa sangka, ulahnya justru membuat kepalanya bersandar pada punggung seseorang yang refleks membuatnya tegang. Belum pernah ia merasa setegang sekarang sampai-sampai, jantungnya juga berdebar-debar. Dan ketika ia memberanikan diri untuk memastikannya terlepas dari kedua sahabat Keandra yang masih sibuk meredam tawa sambil berbincang satu sama lain, tiba-tiba saja hatinya berdesir. “Kak Sandy?” ucapnya sesaat setelah pria itu juga menoleh padanya. Kenapa harus Sandy lagi setelah bertahun-tahun mereka tidak pernah bertemu bahkan untuk sekadar berkomunikasi? Kenapa kebetulan yang terjadi juga selalu dengan Sandy? Sederet kejadian yang bagi Sunny terbilang aneh, tetapi kejadian itu benar-benar tanpa direncanakan, dari agenda benang merah, baju rajut merah yang awalnya ia buat untuk Keandra, serta kejadian beberapa saat lalu—sampai-sampai kepalanya menyandar pada punggung Sandy, tiba-tiba saja menghiasi benak Sunny dan cukup mengganggunya. “Jangan berpikir macam-macam, Ny! Ingat, semuanya terjadi berawal dari pemikiran yang berubah menjadi sugesti! Lagi pula, Kak Sandy sudah menikah. Tentu lebih baik menikah dengan Rafael jika memang nggak ada pilihan lain daripada menikah dengan pria yang sudah beristri!” rutuk Sunny dalam hati. Ia mengulas senyum sambil meminta maaf pada Sandy yang hanya diam sesaat sebelum ia berlalu dan membenarkan posisi duduknya agar tidak kembali mengenai pihak lain apalagi Sandy yang ternyata duduk tepat di belakang kursinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN