Adorable 8

1264 Kata
                “Bagaimana bisa kamu bilang jika itu kesalahan kamu?” tanya Dara pada Hein disaat berada di kantin. “Padahal isinya saja kamu tidak tahu!”                 Hein terkekeh, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Nah itu dia, jika saja Pak Harianto bertanya isi dari flasdisk itu mungkin saya akan mati berdiri karena ketahuan berbohong” jawabnya, lalu membawakan piring yang tengah dipegang Dara. “Kamu kesulitan dengan membawa minuman juga ditangan kirimu” tambah Hein, Dara semakin tak mampu berkata-kata lagi menghadapi tingkah Hein, ini begitu manis untuknya.                 Hein menghentikan langkah kakinya, ia melirik Dara lalu menggerakan kepalanya pelan seolah berkata ‘Ayo ikuti aku!’. Perlahan Dara mengekori Hein yang memilih meja lalu duduk saling berhadapan.                 “Terima kasih banyak” ucap Dara disela-sela makan siangnya.                 Hein menelan makanan yang sudah dikunyahnya, “Terlambat untuk mengucapkannya, tapi karena kamu yang bicara jadi akan saya jawab, sama-sama Dara” jawab Hein tersenyum begitu manis, Oh tidak! Saat ini jantung Dara seolah mengalami serangan listrik ketika Hein tersenyum untuknya, catat! Hanya untuknya.                 “Tak perlu gengsi untuk meminta bantuan Dara” tambahnya lagi.                 Dara menyendokan sesendok nasi penuh pada mulutnya, “Ini masih area kantor, kamu junior saya” ujar Dara memutar bola matanya. “Jangan terus tersenyum, atau—“                 “Atau apa?” potong Hein.                 “Atau aku akan jatuh cinta!” batin Dara. “Atau aku akan membekam mulutmu dengan cumi ini!” ancam Dara mengacungkan cumi besar kearah Hein lalu ia lahap bulat-bulat. ***                 Alunan musik terdengar dari dalam kedai kopi yang bernuansakan alam, pohon-pohon hijau dan hiasan bambu mengelilingi kedai kopi ini. Bahkan kursi dan mejanya pun terbuat dari batang pinus yang sudah di dekor sedemikian rupa. Dara menyeruput secangkir kopi panas yang dipesannya, tatapannya lurus kedepan. Entah apa yang tengah ia rasakan.                 Kosong, mungkin itu yang Dara rasakan sekarang. Sebagai seorang wanita yang jauh dari keluarga dan harus tinggal seorang diri, ditambah lagi ia selalu gagal dalam percintaan membuat Dara merasa hidupnya begitu datar.                 “Huftt ... lalu apa yang harus aku kejar sekarang?” gumam Dara pelan, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas miliknya. Membuka aplikasi sosial media yang ia miliki, sambil membaca beberapa pesan grup Administrasi yang selalu membuatnya terkekeh. “Firly gila, bisa-bisanya dia rayu Hein di grup! Apa gak bisa chat pribadi aja” kekeh Dara.                 Kemudian bayang-bayang Hein kini seolah berputar dikepalanya, Dara kembali mengingat pertemuan pertama dengan Hein. Dengan cerobohnya Dara malah menabrak karyawan baru. “Ah sial, kenapa malah dia tiba-tiba ada di pikiranku sih! Sadar Dara ... sadar!!” gumamnya, menggeleng-gelengkan kepala. Ia menaruh ponsel ke atas meja, dan kembali meneguk kopi.                 Betapa kagetnya Dara saat melihat sosok Hein yang kini berada dihadapannya, membuat kopi yang diteguknya tersembur tepat pada wajah Hein. “Astaga!!” pekik Dara, segera mengeluarkan sapu tangan dari dalam tasnya lalu bangkit dan mengelap wajah Hein yang terkena semburan Dara. “Aduh, bagaimana ini” gumam Dara kebingungan.                 Bukannya marah, Hein malah tersenyum ketika wajahnya digerayangi sapu tangan milik Dara. “Kenapa tiba-tiba kamu ada disini?” tanya Dara, kini menatap Hein untuk memastikan jika tidak ada sisa semburan kopi pada wajahnya. “Untung saja kopinya sudah agak dingin ... jika tidak? Bisa dituntut aku” tambah Dara lagi.                 Setelah memastikan jika Hein baik-baik saja Dara kembali duduk, “Kamu ada apa kesini?” tanyanya lagi.                 “Loh, bukan kah ini tempat umum? Siapapun boleh minum kopi disini? Malah sampai ada yang menyemburkan kopi” ucap Hein tertawa.                 Dara mendecakkan mulutnya mendengar jawaban Hein yang membuatnya kesal, “Terserah apa katamu!” potong Dara.                 “Kamu sendirian?” tanya Hein, “Saya tahu kok kalo kamu sendirian” tambah Hein sebelum Dara sempat menjawab.                 “Tengil!” ucap Dara terkekeh, “Pesen kopi gih, jangan bikin malu Cuma numpang Wifi gratis aja” goda Dara.                 Lagi-lagi Hein tertawa mendengar jawaban Dara yang selalu membuatnya gemas. ***                 “Kamu sering ke kedai itu?” tanya Hein pada Dara ketika mereka berdua berjalan di sepanjang trotoar. Dara mengangguk. “Sendirian?”                 Dara menghentikan langkah kakinya, lalu menatap Hein yang berada disisinya. “Apa kamu mau mengejek saya Pak Hein? Dengan kesendirian saya saat ini?” tuduh Dara memicingkan matanya curiga.                 Hein tertawa begitu kencang melihat ekspresi Dara saat ini, “Auhh ... kenapa kamu menggemaskan” ucap Hein mengacak-ngacak rambut Dara pelan.                 Deg! Tolong, jantung Dara sepertinya tidak berfungsi dengan baik saat ini, buktinya kini Dara merasakan sesak napas sesaat tangan Hein menyentuh rambutnya, untung saja itu tak berlangsung lama, jika tidak? Tamatlah sudah cerita ini.                 “Saya ini atasan kamu!” ucap Dara berjalan duluan, meninggalkan Hein dibelakangnya. ‘Sialan yang berantakan hati kalo gini’                 “Dara tunggu! Ini di luar kantor!!” teriak Hein berlari mengejar Dara dan berusaha menyamakan langkah kakinya dengan Dara. “Terima kasih sudah menjadi senior yang baik di kantor” ucap Hein tiba-tiba.                 “Hah? Kamu mengejek saya? Bagaimana bisa saya jadi mentor kamu ketika semua laporan bisa kamu kerjakan dengan baik tanpa bantuan saya? Argh ... jika ada lagi karyawan baru seperti kamu mungkin saya akan mengundurkan diri” celoteh Dara terus berjalan.                 “Wah ... saya tidak menyangka jika saya sepintar itu dimata kamu” ujar Hein tersenyum bangga. “Kamu terlalu berlebihan” ucap Hein mendorong tubuh Dara.                 Dara hampir saja terusngkur jika tidak menyeimbangkan tubuhnya ketika di dorong pelan oleh Hein. “Wah, ngajak berantem!!” teriak Dara membalas mendorong tubuh Hein.                 Tanpa terasa mereka telah melewati lima lampu lalu lintas, delapan zebra cross dan satu pos polisi. Untuk bagian pos polisi itu hanya tambahan saja bisar lebih berwarna. Dara bercerita tentang kehidupannya, masalah yang ia hadapi sebagai senior administrasi di kantor hingga di bagian percintaan.                 “Ups, saya terlalu banyak bicara ya?” ujar Dara terkekeh sambil menggosok-gosok kedua tangannya karena kedinginan. Cuaca Kota Bandung malam ini memang dingin sekali, ditambah lagi hujan yang turun sedari pagi dan baru berhenti sore menambah dinginnya Kota ini.                 Hein tekekeh, “Saya senang bisa berbicara banyak denganmu, malam ini dingin sekali ... ayo segera pulang” Hein mengeluarkan tangan kirinya yang sedari tadi berada dalam saku jaket lalu mengandeng tangan Dara tanpa permisi.                 Dara yang terpaku kini mau tak mau mengikuti langkah kaki Hein, ia tak sadar jika tengah tersenyum malu saat ini. ***                 Malam ini Dara sama sekali tak bisa memejamkan matanya, padahal biasanya dia sudah terlelap sambil diselimuti mimpi Oppa-Oppa Korea yang diidamkannya. Sesekali Dara tersenyum saat mengingat kejadian barusan.                 “Astaga! Hein nganterin aku sampe rumah!! Aduh-aduh, gimana ini gimana?” teriak Dara menghentak-hentakan kakinya membuat ranjangnya berbunyi. “Ini gila! Aku gak boleh baper!! Tapi gimana lagi? Kayanya aku udah baper?” ucapnya lagi, mempererat pelukan pada gulingnya.                 Dara ingat betul kata-kata Hein saat mereka berjalan bersama, ‘Jangan merasa kamu sendirian, saya selalu ada untuk kamu’                 “Oh Tidakkk!! Hein membuat wajahku panas!”                 Tiba-tiba terdengar sebuah notif pesan pada ponsel Dara, dengan segera ia meraih ponselnya yang ditaruh tak jauh dari posisi ranjang. From : Admin Hein Selamat malam, terima kasih akan malam indahnya J                 Tangan Dara gemetar saat membaca isi pesan dari Hein untuknya, kini ia malah seperti tengah terkena gangguan mental dengan mengacak-ngacak rambutnya. Beberapa kali ia mengetik balasan untuk Hein namun sebanyak itu juga ia menghapusnya.                 “Aku gak boleh ngeliatin kalo baper! Aduh ... aduh ... seorang Dara Maisy harus kuat” ucapnya menguatkan dirinya sendiri sambil mengetik balasan.                 To : Admin Hein                 Malam juga, sama-sama                 Hanya itu yang bisa Dara ketik untuk Hein, setelah membalas pesan Dara kembali memeluk erat guling dan memejamkan matanya. “Rasanya aku tidak sabar untuk bertemu dengannya besok” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN