Cukup lama Hanna berada di dalam kamar Ken sampai dia mulai jengkel karena pelayan yang membawa koper miliknya belum juga datang sementara tubuhnya mulai terasa lengket.
Dengan wajah kesal yang tidak dapat dia sembunyikan Hanna duduk di tepian tempat tidur. Berusaha untuk sabar menunggu sampai pintu kamar terbuka menandakan ada seseorang yang masuk. Hanna tidak bisa melihat siapa yang masuk karena letak tempat tidur yang terhalang dengan berbagai macam barang yang ada di dalam kamar besar milik Ken.
Keanu Whittaker berjalan masuk lalu mendekati Hanna dan duduk di sampingnya menyebabkan kasur menjadi miring karena berat tubuhnya membuat tubuh Hanna yang tidak siap merapat ke daeda Ken.
Seolah tidak terjadi apa-apa Ken merengtangkan lalu meletakkan sebelah tangannya persis di sebe;ah penggang Hanna, sambil menunduk pelan dan mencium pipi Hanna lalu mengusap-usap pipi Hanna dengan hidungnya.
“Kau harum sekali,” bisiknya sebelum mengangkat wajahnya dari pipi Hanna sementara wajah Hanna begitu merona apalagi melihat senyum di bibir Ken yang seolah menggodanya.
“Ada apa? Kau sepertinya kesal?” tanya Ken memperhatikan Hanna yang berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tidak bertumpu pada daeda Ken.
“Aku kesal karena kau menyuruhku menunggu di sini sementara pelayan yang membawa koperku belum juga sampai. Dan…apa seperti ini kamarmu?” tanya Hanna langsung menyuarakan isi hatinya.
“Beginilah. Kenapa, kau tidak suka?” tanya Ken sementara tanganya meraih jepit rambut yang dipakai oleh Hanna menyebabkan rambutnya yang tebal langsung menutupi sebagian wajahnya.
Hanna berusaha menyibak rambutnya tetapi Ken tidak membiarkannya. Ia seperti melihat kembali Hanna sebagai gadis remaja yang pernah membuatnya melupakan kegelisahan hatinya ketika pertama dia mendapat telepon bahwa kejuaraan Internasional di Jakarta adalah hari terakhirnya sebagai atlet menembak.
“Aku rindu dirimu yang dulu sebagai gadis remaja. Matamu yang bulat menatap galak padaku karena aku menghalangi jalanmu. Dan matamu juga yang membuarku sadar bahwa kau adalah seorang gadis remaja yang belum bisa mengendalikan emosi karena gagal ke babak selanjutnya.”
“Aku tidak percaya kau mengingatnya dengan jelas,” Hanna meniup rambutnya karena Ken memegang tangannya.
Gerakan mulut Hanna membuat Ken tersenyum lalu sebelah tangannya menyibak rambut tersebut dan wajahnya mendekat…semakin dekat hingga napas keduanya terasa hangat di kulit wajah mereka.
Ken dengan keahliannya mulai mencium dan menggigit kecil bibir Hanna yang membuatnya tergoda hingga tubuh keduanya terjatuh dengan Hanna yang berada di atas Ken.
Ken seperti lupa dengan janjinya dan Hanna yang terlalu terbuai dengan semua yang dilakukan sampai d**a Hanna terasa sesak.
Suara tawa Ken membuat pipi Hanna merona. Ini adalah ciuman pertamanya yang dilakukan di tempat tidur seorang lelaki.
Kata tempat tidur membuat sadar bahwa di kamar ini kopernya belum di antar oleh pelayan, selain itu dia juga tidak menyukai pengaturan kamar yang membuat dia merasa seperti berada di ruang kerja. Lalu apa bedanya dengan di kantor? Apa dia harus tetap bekerja seharian sementara malam hari adalah waktunya istirahat?
Dan apa yang dikatakan Ken tadi, apakah dia tidak suka? Tentu saja dia tidak suka.
“Aku ingin tahu apa yang ada dipikiranmu saat ini. Apakah ada aku di dalamnya?” bisik Ken di telingan Hanna.
“Tentu saja ada. Kau tadi bertanya padaku apa aku tidak suka dengan kamar ini? Dengan terpaksa aku harus mengatakan aku sama sekali tidak menyukai pengaturan seperti ini.”
“Kenapa?”
“Karena ini bukan kamar. Kau menempatkan semuanya di kamarmu yang sangat besar ini sementara bagiku sebuah kamar tidur adalah tempat aku istirahat dari semua rutinitas kerja,” jawab Hanna.
“Aku tahu, karena itulah kamar tidurmu tidak berada di sini,” jawab Ken menarik lengan Hanna agar bangun.
“Jadi kita tidur di kamar yang terpisah?” Hanna hampir berteriak gembira dan tidak percaya dengan keputusan Ken.
Apakah lelaki yang sekarang sudah menjadi suaminya kembali dengan rencananya semula?
“Benar, tetapi selama aku pulang larut saja karena aku tidak mau mengganggu tidurmu. Ayo aku tunjukkan kamarmu!”
Hanna masih tidak percaya dengan tindakan dan ucapan Ken saat dia mengikutinya menuju pintu. Bukan pintu tempat dia masuk, tetapi pintu yang berada di dinding sebelah tempat tidur. Pintu penghubung antara dua kamar.
“Ini adalah kamarmu, tempat kau bisa istirahat tanpa melihat segala macam kegiatan ataupun pekerjaan yang mungkin aku lakukan,” beritahu ken pada Hanna.
Hanna tidak percaya dengan pandangan matanya. Kamar tersebut begitu terang dengan cahaya Matahari seolah-olah kamar yang berada di ruang terbuka dengan jendela besar yang menghadap kolam renang. Dan Hanna yakin jendela tersebut bisa dia lewati bila ingin berenang tanpa harus melalui pintu.
Mata Hanna menjelajah dan mendapati kopernya sudah berada di kamar yang baru dia masuki.
Kamar tersebut benar-benar sesuai yang dia inginkan. Selain tempat tidur dan lemari hanya ada meja rias tanpa ada yang lainnya. Sementara jendela kamarnya menghadap kolam renang yang baru dia lihat. Kamar yang hanya dia pakai sebagai tempat istirahat setelah kesibukan yang dia lakukan sepanjang siang.
Ken berdiri mengamati, apakah dia melakukan tindakan yang salah dengan memberikan kamar yang terpisah? Ataukau ini menjadi pilihan yang terbaik untuk mereka? Hanna adalah wanita yang tidak pernah membawa pekerjaannya ke rumah sementara Ken adalah lelaki yang bisa dibilang gila kerja. Semua waktunya dia habiskan di kantor dan di kamarnya.
“Aku sangat menyukai kamar ini dan tidak percaya kau memberikannya padaku.”
“Hanya itu?”
“Maksudmu?”
“Tidak ada. Aku akan membiarkanmu istirahat. Kalau kau membutuhkan pelayan untuk merapikan isi lemarimu, kau bisa memanggilnya!”
“Terima kasih.”
Hanna kemudian berjalan ke arah lemari dan mendapati isi lemari tersebut sudah terisi beberapa lembar pakaian.
“Ini…milik siapa?” tanya Hanna dengan tangan terulur menyentuh gaun yang memiliki bahan begitu halus dan juga sejuk.
“Milikmu. Aku meminta Diana untuk membelikannya untukmu. Tapi kita bisa membelinya lagi begitu kita mempunyai waktu,” kata Ken yang mulai beranjak keluar meninggalkan pintu kamarnya.
“Benarkah? Tapi pakaian yang aku bawa juga masih bagus kok,” sahut Hanna keberatan.
“Tapi itu adalah pakaian yang kau beli dari uangmu sendiri bukan dari uangku. Dan siang ini aku minta maaf tidak bisa menemanimu. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan di kantor,” beritahu Ken.
“Jam berapa kau pulang?” tanyak Hanna.
“Belum tahu. Toni mengatakan kalau banyak berkas yang harus aku tanda tangani dan aku sama sekali tiak tahu apakah aku bisa pulang lebih cepat atau tidak.
“Baiklah. Selamat bekerja dan tidak perlu khawatir dengan diriku,” kata Hanna mulai memeriksa isi kamarnya.
“Ini kartu namaku. Kalau kau perlu sesuatu kau hubungi aku langsung, dan kunci mobil bisa kau minta pada Leron. Ayo aku kenalkan dengan semua pegawai yang kerja di sini,” Ken mulai berjalan keluar.
“Apakah mengenalkan pegawai termasuk tugasmu?” Hanna mengikuti Ken berjalan keluar lalu tangan Ken meraih tangan Hanna untuk menggandengnya.
“Kau pikir aku kurang kerjaan? Aku tidak tahu siapa yang melakukannya, mungkin Mama yang seharusnya mengenalkan karena kau adalah nyonya rumah ini sekarang,” jawab Ken mengangkat tangan Hanna untuk mengecupnya.
“Ya,,,aku kan tidak tahu. Terus terang aku tadi bingung waktu kau sebut nama Leron. Bagaimana aku menemukannya,” Hanna mengikik pelan seolah-olah hal tersebut adalah hal yang lucu.
“Hemm…dan aku bisa membayangkan kau bertanya pada setiap orang yang kau temui dimana Leron,” Ken ikut tertawa membayangkan tindakan Hanna.
“Buang waktu.”