Suara penggorengan bertemu dengan sutil atau spatula yang terbuat dari stenlis menciptakan suara yang begitu khas ketika Hanna memasak scramble egg. Sesuai dengan kebiasaannya dia yang selalu mencampurkan apa pun ke dalamnya selama bahan tersebut tidak membuatnya mabuk.
Setelah satu masakan selesai, maka dia melanjutkan pada menu lainnya karena dia akan memakai bumbu yang sengaja dibawakan oleh ibunya. Hanna beruntung mamanya membawakan berbagai macam bumbu dasar yang bisa dia pakai apa bila dia ingin memasak. Dan hasil dari bumbu tersebut adalah nasi goreng yang sangat harum dan dijamin menggugah selera.
Harumnya wangi masakan serta sinar matahari yang menimpa wajahnya membuat mata Ken perlahan-lahan terbuka dengan hidung yang kembang kempis. Ken tidak mengira dirinya bisa terbangun karena aroma yang sangat menyengat hingga dia bersin.
“Hanna…kau masak apa? Kau tidak bisa memasak dengan aroma yang tidak terlalu menyengat?” suara Ken yang lemah membuat Hanna yang menghadapi kompor berbalik untuk melihat sosok Ken yang masih duduk dengan telapak tangan menutupi wajahnya.
“Kalau kau tidak suka aroma masakanku, sebaiknya kau bersihkan dirimu. Aku tidak tahan dengan bau alcohol pada tubuhmu!” perintah Hanna kembali menghadapi masakannya.
“Apa kau punya handuk yang bisa aku pakai?” tanya Ken yang mulai berjalan dengan kelopak mata yang masih berat.
“Sebentar!”
Hanna menuju kamarnya setelah dia mematikan kompor sementara Ken memilih duduk di kursi makan.
“Ini. Aku tidak memiliki pakaian pria jadi kau harus hati-hati dengan pakaianmu,” saran Hanna saat dia memberikan handuk pada Ken.
“Terima kasih,” jawab Ken mulai berdiri.
“Cepatlah, kalau kau mau sarapan, aku menunggumu,” kata Hanna setelah Ken sudah bangun dari duduknya.
“Hem…terima kasih,” sahut Ken sebelum dia mendaratkan bibirnya di pipi Hanna kemudian dia langsung masuk ke kamar mandi/
Apa-apaan Ken, bagaimana dia bisa melakukannya? Tanpa permisi mengecup pipinya.
Hanna tidak tahu mengapa reaksinya hanya diam begitu Ken mengecup pipinya sehingga kini dia menjadi kesal sendiri.
Berusaha tidak memikirkan perbuatan Ken lagi, Hanna memilih untuk masuk ke kamarnya kembali selain membersihkan diri, dia juga perlu mengganti pakaiannya. Dia tidak percaya diri dengan bau yang melekat pada bajunya setelah dia memasak tadi.
Hanna baru saja selesai mengganti pakaiannya ketika dia melihat bayangannya di cermin. Bayangan seorang wanita dengan rambut yang berantarakn dan wajah tanpa cosmetic yang menutupi wajahnya.
“Gila…ini muka perempuan atau muka nenek sihir,” gumam Hanna sebelum dia duduk di depan cermin lalu mulai merias wajahnya dengan riasan tipis.
“Lumayar, setidaknya tidak terlihat seperti nenek sihir kehilangan sapunya,” ujar Hanna tertawa.
Hanna tidak perlu melakukan apa pun untuk rambutnya selain menyisir kemudian mengikatnya.
Dengan wajah yang sudah segar dan wangi Hanna keluar dari kamar hanya untuk mendapati Ken yang duduk di kursi makan sementara hasil masakan Hanna sudah ada di atas meja serta 2 buah piring kosong untuk mereka.
“Apa kau yang menyiapkan semua ini?” tanya Hanna tersenyum.
“Tentu saja. Kenapa kau berpikir orang lain yang melakukannya?”
“Karena kau adalah Tuan Besar yang segala keinginan dan perintahnya harus selalu di patuhi,” jawab Hanna saat dia duduk di kursi yang berada di depan Ken.
“Sepertinya kau belum memaafkan aku ya,” ujar Ken dengan mata tertuju pada Hanna sementara wanita itu sedang menyendok makanan lalu mengiri piringnya.
“Apa yang harus aku maafkan? Tentang lamaranmu pada orang tuaku? Atau sikapmu yang tertutup?”
“Tentang lamaranku pada orang tuamu aku tidak merasa bersalah. Bukankah aku memang harus berhadapan dengan mereka juga pada akhirnya?”
“Ken, bagaimana kau bisa melakukannya sementara aku belum setuju?”
“Kenapa? Aku percaya padamu dan berharap kita bisa menjalin hubungan yang lebih baik dimulai dari persahabatan serta saling percaya. Apa ada yang salah?”
“Tidak. Yang salah adalah lamaranmu. Kenapa kau masih berharap padaku sementara aku tidak mempunyai keingian tersebut?”
“Haruskah aku mengatakan padamu lagi?
“Untuk apa kau katakan lagi kalau jawabanku masih sama,” grutu Hanna membuat Ken makin tertarik.
Usia mereka memang terpaut cukup jauh, tetapi setiap kali mereka hanya berdua, dunia Ken seperti kembali ketika dia seusia Hanna. Berusaha untuk mendapatkan perhatian dari seorang wanita yang seringkali tidak peduli tetapi sebenarnya memiliki kepedulian yang sangat tinggi. Seperti yang dilakukan pagi ini.
Semalam Ken berpiki dirinya langsung mendapat omelan, tidak terpikir kalau dirinya langung di suruh sarapan walaupun aroma masakan Hanna membuatnya bersin beberapa kali. Dalam hati Ken curiga, apakah Hanna sengaja melakukannya? Membuat dia bersin sehingga tidak perlu membangunkan dirinya?
“Kenapa kau melihatku seperti itu? Hari ini aku libur dan sudah punya rencana belanja. Jadi kau bisa pulang setelah sarapan,” beritahu Hanna sambil sambil mengunyah makanan.
“Aku juga libur, jadi kenapa kita lekukan bersama-sama saja? Kebetulan aku perlu membeli baju untuk Bella,” jawab Ken.
“Kau? Kau pikir aku percaya dengan ucapanmu? Sejak kapan kepala keluarga Whittaker membelikan baju untuk putrid angkatnya? Jangan coba-coba membuatku tertawa Ken. Ga lucu!”
“Apakah aku berhasil membuatmu tertawa? Tidak! Jadi aku memang tidak berminat membuatmu tertawa. Aku hanya memanfaatkan waktu bersama denganmu. Kau pasti lebih paham dengan model pakaian yang harus dipakai oleh Bella. Jangan lupa kau pernah mengasuhnya,” ujar Ken mengingatkan Hanna.
“Benar. Sebelum kau membuat aku memutuskan berhenti.”
“Jadi kenapa kau tidak menjadi istriku saja? Kau bisa mengasuh Bella kembali. Apa kau tidak kasihan pada Bella> Dia selalu menangis karena rindu padamu. Aku harap kau memiliki sedikit sikap peduli padanya. Bella tidak bersalah. Aku mohon Hanna, jadilah istriku dan terimalah laraman dariku.”
Hanna seperti tidak bisa bersuara. Kenapa Ken harus mengucapkan kembali lamarannya?
“Ken, tidak bisakah kau melakukannya pada wanita lain?”
“Tidak. Aku hanya memintamu bukan orang lain. Kau mau, kan?”
Ken dengan sikapnya yang tiba-tiba menjadi romantic meraih tangan Hanna lalu megenggam erat walaupun dia tahu Hanna berusaha menarik tangannya.
“Beri aku jawaban yang bisa menyenangkan hatiku. Kau sudah mendapat waktu yang lama untuk berpikir tanpa sekalipun aku mengganggumu.”
“Jadi kau masih mempunyai keinginan untuk menjadikan aku sebagai istrimu?”
Ken yang semula hanya bisa berharap karena dia tahu sikap keras kepala Hanna kembali bersemangat.
“Tentu saja, Aku hanya berharap kau bersedia menerima lamaranku.”
“Terima kasih karena kau sudah memberi waktu padaku. Tetapi sebelumnya aku perlu bertanya padamu.”
“Soal?”
“Soal Jenice. Seberapa jauh hubungan kalian? Aku tidak terlalu mengenal Janice sehingga aku tidak mau dibelakang hari secara tiba-tiba mendapat teguran darinya.”
“Apakah kau harus membahasnya kembali sekarang? Saat ini harapanku hanya ada pada dirimu. Bukan Janice bukan juga wanita yang lainnya.”
“Aku hanya memintamu menjawab, apakah kau pernah berhubungan dengannya?”
“Ya.”
“Dan kau meninggalkan dirinya setelah kau memiliki wanita lain sementara dia masih menaruh harapan yang sangat besar darimu?”
“Darimana pendapatmu itu?”
“Ingatanku masih cukup tajam untuk mengingat ucapan Janice saat itu dan jawabanmu yang membuatku tidak nyaman.”
“Kenapa harus tidak nyaman. Kami memang pernah memiliki hubungan tetapi hanya untuk bersenang-senang. Dia memiliki tujuan yang berbeda sama seperti diriku. Kami adalah pribadi yang memiliki kesenangan masing-masing. Jadi aku tidak pernah berpikir untuk melanjutkan hubungan dengan Janice.”
“Walaupun kau tahu bahwa di dalam hati Janice memiliki harapan lebih padamu? Kau tahu bahwa dia berharap mendapatkan cinta darimu?”
“Ya. Tetapi apakah aku harus memaksakan diri untuk mencintainya sementara aku tidak bisa menerima dirinya?”
“Lalu kenapa kau juga melakukannya padaku? Kenapa kau harus memaksaku menerima dirimu?”
“Karena aku yakin kita bisa menjalani pernikahan berdasarkan kepercayaan sementara dengan Janice sejak awal kami sama-sama tidak memiliki kepercayaan.
“Kalau aku bersedia, apa yang akan aku terima selain menjadi ibu pengganti untuk Bella? Kau sudah tahu siapa aku jadi aku yakin kau tidak akan melarangku bekerja.”
“Kau benar, aku tidak akan melarangmu bekerja selama kita bisa saling menghargai. Aku memang bukan lelaki sempurna dan aku harap kau bisa memahaminya. Jadi apakah kau bersedia? Atau aku harus mengulanginya lagi?” tanya Ken dengan mata berbinar.
Hanna tidak tahu harus bicara apa lagi. Dia sudah memberikan penawaran pada Ken dan pria itu menerimanya tanpa syarat, apakah dia masih bisa bertahan pada keputusannya untuk menolak permintaan Keanu Whittaker?
“Baiklah. Aku akan menerimanya. Kita adalah 2 pribadi yang pasti memiliki perbedaan, aku hanya berharap kau jujur untuk mengatakan setiap kali aku melakukan kesalahan. Tidak ada yang kau sembunyikan dariku, seperti aku juga padamu. Kalau kau bisa melakukannya, aku akan menerima lamaranmu. Apakah kau bisa menerimanya?”
“Aku akan menerimanya, lalu apa yang harus aku lakukan? Kapan kau libur agar aku bisa bertemu denganmu pada saat aku menermui keluarga besarmu.”
“Minggu depan sudah mulai liburan musim panas jadi saat itulah aku akan kembali ke Indonesia,” jawab Hanna setelah berpikir cukup lama.
“Bagus, Apakah kau mau bareng denganku atau berangkat lebih dulu?”
“Aku akan pulang lebih dulu.”
“Terima kasih Hanna. Aku sangat berterima kasih padamu karena kau mau percaya padaku,” ujar Ken sebelum mencium tangan yang sejak tadi berada di dalam genggaman tangannya.
Keputusan sudah diambil oleh Hanna setelah dia berpikir cukup lama. Dia berharap keputusannya tersebut bukan kesalahan yang harus dia tanggung karena pilihannya yang salah karena dia yakin Ken akan melakukan dan melaksanakan janjinya. Melengkapi perbedaan yang ada sehingga tidak ada ruang kosong di antara mereka berdua.
Hanna kembali menatap Ken saat pria di depannya berpaling ke samping dan sempat melihat mata mata Ken terpejam. Benarkah yang dia lihat? Benarkan jawaban dan penerimaan dirinya membuat Ken terharu? Lalu kenapa matanya kini ikut terasa panas.
Tidak mungkin! Mereka baru saja memutuskan untuk menjalin hubungan jadi mana mungkin mereka memiliki emosi yang sama? Hanna hanya bisa menahan bibirnya agar dia tidak perlu mengeluarkan suara yang bisa mengganggu suasana damai yang baru saja terbentuk.