Diana menatap Hanna tak berkedip. Mengapa sifat Ken yang tertutup membuat Hanna ragu? Bukankah setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda. Ken memang pribadi yang tertutup tetapi juga dia selalu terbuka terhadap perubahan. Menurut Diana sifat Ken yang tertutup bukan alasan yang tepat untuk menolak lamaran sepupunya.
“Boleh aku tanya sesuatu? Apa kau lebih suka dengan lelaki yang mudah terbaca? Kau mengenal Scott tetapi apa kau bisa membaca pikirannya? Mengetahui dirinya secara gamblang seperti kau membaca buku? Tidak Hanna, setiap orang memiliki rahasia. Kebetulan sifat Ken yang tertutup lebih dominan sehingga banyak orang berpikir kalau dia pria dingin tidak tersentuh.”
“Jadi? Aku benar-benar bingung Di,” keluh Hanna dengan tangan memegang hidungnya seolah-olah dengan caranya dia bisa menghilangkan keraguannya.
“Pikirkan pertemuan pertama kalian? Apa Ken pernah membuatmu kecewa? Aku ingat saat pertama Ken menyapa dirimu untuk memberi semangat. Aku cemburu karena Ken justru memberimu semangat bukan aku yang merupakan satu tim dan juga sepupunya,” jawab Diana membuat Hanna tersenyum.
“Kau benar, saat itu Ken mendatangiku yang kecewa karena gagal ke tahap selanjutnya padahal dia dari tim lawan,” guman Hanna.
“Aku hanya berharap kau melakukan yang terbaik untuk dirimu maupun untuk dirinya. Aku tidak akan memaksamu walaupun aku memang berniat menjodohkan kalian,” ucap Diana tertawa.
“Dengan kata lain, kau akan berusaha terus untuk membujukku?”
“Usaha harus, tetapi kau yang akan memutuskan. Aku tidak akan memaksamu.”
“Terima kasih Di. Aku akan memikirkan jawaban yang terbaik.”
“Itu baru sahabatku,” sahut Diana yang langsung memeluk Hanna.
Tidak jauh dari tempat mereka, Ardian dan Narasita memperhatikan keduanya. Senyum bangga karena putri mereka diterima oleh teman-teman yang ditemui di arena menembak, padahal mereka berasal dari negara yang berbeda.
“Papa tidak mengira kalau Hanna bisa memiliki teman sebaik dan begitu perhatian padanya. Dia tidak salah pilih teman, walaupun berasal dari negara yang berbeda.”
“Benar. Mama juga bangga padanya. Hanna bisa menempatkan dirinya dengan baik,” jawab Nara bangga.
“Menurut mama, Diana sedang membujuk atau menjelaskan siapa Ken. Bukankah Ken adalah sepupunya?”
“Hanna selalu memiliki pendapat dan pemikiran sendiri jadi dia tidak akan terpengaruh kalau memang dia tidak yakin.”
“Papa benar. Hanna memiliki pribadi yang tidak mudah tergoyahkan bila dia sudah mengambil keputusan. Jadi mama berharap dia akan mendapatkan yang terbaik.”
Keputusan apa pun yang diambil Hanna adalah yang terbaik menurut pemikirannya walaupun masih ada pertentangan yang timbul dari dalam hatinya.
Hari ini adalah tepat sebulan setelah Ken menyampaikan lamarannya. Pada awalnya Hanna berpikir kalau Ken sudah melupakan lamarannya sampai ponselnya berbunyi ketika dia baru saja sampai di apartement.
Heran dan penasaran mewarnai pikiran Hanna sebelum dia memutuskan untuk menjawab panggilan di ponselnya.
“Halo, bisakah kau membuka pintunya?” pertanyaan langsung yang diucapkan Ken membuat mata Hanna langsung tertuju pada pintu yang belum lama dia tutup.
“Kau ada dimana?” pertanyaan bodoj karena Hanna tidak yakin dengan pendengarannya.
“Aku dilantai bawah, Aku yakin Diana pernah mengatakan padamu tanpa ijin pemilik apartemen, tamu tidak akan bisa naik lift,” beritahu Ken dengan suara jengkel.
Tawa Hanna nyaris keluar kalau saja dia tidak ingat bahwa Ken menunggunya. “Baiklah. Aku akan memberi acces padamu,” sahut Hanna sebelum menutup pembicaraan dengan Ken.
“Untuk apa Ken datang ke sini? Apalagi cuaca tidak bersahabat seperti ini,” pikir Hanna.
Pada akhirnya, Hanna lebih memilih menunggu Ken memberikan penjelasan secara langsung. Ken adalah orang yang tidak mudah di duga jadi Hanna lebih memilih menunggu karena otaknya terlalu lelah untuk berpikir.
Hanna baru saja mengganti pakaian luarnya ketika bell pintu berbunyi, memberi tanda kalau Ken sudah ada di depan pintu.
Hanna melihat melalui bell camera dan matanya terbelalak tidak percaya. Dengan cepat dia membuka pintu yang terkunci sehingga dia langsung berhadapan dengan Ken.
“Astaga Ken, apa yang terjadi denganmu? Kau mabuk?” tanya Hanna bergerak mundur begitu tubuhnya menerima beban tubuh Ken yang besar.
“Bawa aku masuk Hanna!” perintah Ken dengan suara parau.
Hanna mencoba membaui tubuh Ken dan dia mencium bau alcohol yang sangat menyengat. Dalam hati dia bertanya-tanya seberapa besar kekuatan Ken terhadap alcohol, sementara semua orang tahu bahwa mereka terbiasa dengan jenis minuman tersebut.
“Kau membuatku susah Ken. Sebaiknya kau segera sadar kalau kau tidak mau aku memanggil Scott agar membawamu pulang,” ancam Hanna galak.
Bukan jawaban yang diterima Hanna melainkan suara dengkuran halus yang berasal dari mulut Ken.
“Ya Tuhan…apa yang harus aku lakukan. Kenapa Ken harus datang ke sini pada saat keadaannya begini. Ken…kau membuatku susah,” keluh Hanna memandangi tubuh Ken yang kekar.
Tubuh Kekar, bagaimana Hanna bisa mengatakan kalau tubuh Ken kekar, tentu saja Hanna mengetahuinya karena kemeja yang dipakai Ken mencetak bentuk daedanya secara sempurna sehingga terlihat sangat kekar sehingga Hanna jelas dan yakin memutuskan dan memberikan pendapat yang tidak mungkin pernah dia katakan kalau dia tidak pernah mengetahuinya.
Harus berapa lama Hanna menunggu Ken sadar sedangkan malam mulai larut. Apa mungkin dia membiarkan Ken menginap sedangkan dia belum pernah mengijinkan siapa pun menginap walaupun perempuan.
Mata yang mulai mengantuk dan tubuhnya yang lelah tidak mampu menahan Hanna tetap bertahan untuk menunggu Ken bangun atau sadar. Yang bisa dia lakukan adalah pergi ke kamar, kunci pintu dan tidur.
Sementara Ken dia biarkan tetap berada di ruang tamu, tertidur dengan nyenyak dan tidak ada yang akan mengganggu karena Hanna sudah masuk ke kamar dengan membawa persediaan air minum yang mungkin dia butuhkan. Hanna tidak akan keluar sebelum pagi menjelang.
Dinginnya udara mulai menyiksa Ken. Tubuhnya menggigil mencoba mencari kehangatan, tetapi dia tidak dapat menemukannya selain tubuhnya yang terasa pegal membuat dia terbangun dengan mata bingung.
Ken menatap sekelilingnya, dia tidak menyadari keberadaannya sampai dia melihat foto Hanna bersama keluarganya yang diletakkan di dalam lemari kaca.
“Bagaimana aku bisa ada di sini?” katanya kembali duduk dengan jari-jarinya yang berada di keningnya.
“Seingatku, aku berada di pesta bujangan sebelum salah seorang dari mereka memberiku minuman. Tapi kenapa aku bisa tidak sadar hingga ada di sini. Semua orang tahu kalau aku adalah peminum yang tidak mudah dikalahkan. Tidak mungkin ada obat di dalamnya,” batin Ken mulai merangkai kejadian sejak sore beranjak malam dan berakhir di apartemen yang ditempati Hanna.
Ken kembali berpikir apakah kejadian malam ini membuat Hanna kembali berpikir untuk menolak lamarannya? Padahal dia sudah menyiapkan cara untuk melamar Hanna kembali dan semua itu baru akan dia lakukan besok tepat hari libur.
Mereka bertiga yang terdiri dari dirinya, Scott dan Diana sudah mempersiapkan kejutan dimulai dengan Diana yang mengajak Hanna keluar. Semua sudah direncakan dengan sangat mendetail, sayang dia justru berada di tempat Hanna sekarang. Apa yang akan dikatakan Diana atau Scott bila mengatahui dirinya justru bermalam di apartemen Hanna.
Pada sisa hari sebelum pagi menjelang, tidak ada yang bisa Ken lakukan kecuali kembali membuat dirinya nyaman dengan tidur di atas sofa yang panjangnya saja sangat jauh dari ukuran tubuhnya sehingga Ken terpaksa menekuk tubuhnya agar dia bisa berbaring dengan nyaman untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.