Berdua mereka memasuki kamar Bella lalu melihat Carly yang sedang memperbaiki selimut yang menutupi kaki nona majikannya.
“Sudah tidur?” Ken bertanya dengan berbisik yang dijawab dengan anggukan kepala Carly.
“Bella anak yang sehat, tetapi ada beberapa tingkahnya yang sering membuat kami semua kerepotan,” Hanna ikut memperhatikan Bella yang begitu lucu dan menggemaskan.
“Bukankah wajar bagi anak-anak?” Ken mengerutkan alis mendengar ucapan Hanna.
“Sangat wajar selama tidak keterlaluan. Dan aku minta maaf kalau aku harus bersikap agak tegas bila dia bersikap berlebihan,” Hanna mendesah pelan.
“Aku tidak tahu apa yang wajar dan tidak menurut pendapatmu tentang tingkah laku balita. Selama tidak membuatnya ketakutan dan hanya bertujuan untuk mendidiknya, silahkan.”
“Terima kasih Ken.”
“Kenapa harus berterima kasih? Hemm.”
Hanna tidak tahu harus berkata apa saat dia merasakan lengan Ken melingkari penggangnya lalu menariknya mendekat hingga punggungnya menyentuh daeda bidang Ken yang terasa keras.
“Kau sudah memulainya dan aku sangat menyukainya, kau tahu, kan?”
Napas Ken terasa di tengkuknya panas menyebabkan kulitnya terasa meremang.
“Ken, ada Carly,” bisik Hanna mencoba mengingatkan.
“Mereka adalah pelayan yang terlatih jadi tidak akan berdiri mengawasi kalau majikan mereka berduaan,” bisik Ken dengan lidah yang menyapu telinganya.
Di kamar Bella, Ken mulai menciumi leher Hanna lalu menyusurinya hingga dia memutar tubuh Hanna dan menyatukan mulut mereka.
Kalau saja ada petir di siang hari maka petir itu terjadi di hati Hanna yang tidak sanggup menolak kemesraan yang diberikan oleh Ken.
Ken sudah membawanya ke tempat tidur Bella dan dia menekan tubuh Hanna hingga dia bisa melakukan semua yang dia inginkan.
Pahe Hanna menyentuh pahe Ken yang keras dan Hanna hanya bisa merasakan sebelah tangan Ken berada di pentatnya sementara tangannya yang lain berusaha membuka kancing blouse yang dia pakai.
Mulut Ken begitu mudah menguasi mulut Hanna memaksanya untuk membalas ciomannya dan Hanna mulai larut dalam kemesraan yang diberikan Ken padanya.
Tubuh Hanna melemas, hangat menjadi tidak berdaya di bawah cembuan Ken lalu mengikuti semua irama yang dilakukan bibir Ken pada tubuhnya yang terasa panas dan dia mulai merasakan milik Ken menekan keras bagian bawah tubuhnya lalu merasakan tangan Ken berada di balik roknya sementara tangan yang lainnya masih tetap berada di paentatnya. Hanna semakin tidak berdaya saat bibir Ken kembali menguasi gundukan daeda Hanna seperti tidak pernah puas untuk menghisap dan memberikan tanda hingga Hanna seperti mabuk dengan semua yang dilakukan oleh Keanu.
Suara ketukan pintu dan panggilan nama Hanna sayup-sayup terdengar dan masuk ke dalam pendengaran mereka yang masih larut dalam kemesraan.
“Ken….”
Pangilan Hanna tidak membuat Ken menghentikan cumbuannya hingga suara Diana semakin terdengar. Hanna tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila Diana membuka pintu yang dia tahu tidak terkunci.
“Ken, ada Diana,” Hanna mencoba membuat Ken mendengarkan suaranya dengan menggigit pelan bahu Ken.
“Astaga, kenapa seperti ini terus, sih?” Ken melepaskan daeda karena merasakan sakit di pundaknya akibat gigitan Hanna.
“Pindahkan tanganmu dulu! Kita harus bangun, ada Diana,” Hanna mengingatkan dengan wajah memerah.
Ken seperti tidak menyadari keberadaan tangannya sampai Hanna mengingatkan dan yang dilakukan oleh Ken justru menyibak rok Hanna hingga dia dapat melihat yang paling diinginkannya..
“Ken! Jangan macam-macam, ah.”
“Aku menyukainya dan ingin melihatnya. Apa salah?”Ken nyengir tanpa merasa bersalah.
“Ken….”
Suara Hanna yang membujuk semakin membuat Ken tertawa tetapi tidak melepaskan Hanna hingga mereka tetap saling berpelukan. Koreksi bukan saling berpelukan karena Ken yang memeluk erat tubuh Hanna.
“Ken, kenapa kau tidak dengar sih? Diana sudah datang,” bisik Hanna berusaha menyadarkan Ken yang masih belum melepaskan tubuh Hanna.
“Biarkan saja,” sahut Ken tidak peduli dengan peringatan yang diberikan oleh Hanna.
“Kau biarkan tapi aku tidak,” jawab Hanna mulai mendorong tubuh Ken yang terpaksa melepaskan pelukannya.
“Hanna….”
Panggilan Ken tidak dipedulikan oleh Hanna yang langsung merapikan pakaiannya dan mulutnya cemberut karena Ken meninggalkan bekas di kulit daedanya yang halus.
Apa yang telah terjadi? Hanna menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang terjadi kecuali bahwa dia telah merasakan milik Ken yang nyaris menyentuh bagian inti tubuhnya dan tidak dapat dipungkiri kalau dia sudah siap menerima milik Ken karena dia terlalu terlena dengan cumbuan yang dilakukan oleh Ken.
Pikiran jahat Hanna hampir saja menipu dirinya dengan alasan kata ‘suaminya’. Tidak. Hanna tidak mungkin melakukannya karena dia tahu resikonya terlalu berat bila dia menerima Ken di dalam dirinya.
Dia tidak mungkin mengorbankan diri dan kebebasan mereka berdua hanya karena tubuhnya menginginkan penyatuan tubuh. Apakah penolakan Hanna terjadi karena dia tidak percaya dengan ucapan Ken yang mengatakan bahwa tidak ada batas waktu dalam pernikahan mereka.
Dari cermin Hanna dapat melihat Ken berjalan menghampiri Hanna dan kembali menyentuh dirinya yang masih goyah.
“Kenapa? Bagaimana kalau Diana suruh pulang saja?” Ken kembali menghampiri Hanna.
“Sembarangan. Aku sengaja memanggilnya ke sini karena mau minta anter,” jawab Hanna.
“Anter kemana?” tanya Ken mengangkat alis.
“Aku minta Diana mengantarku mencari beberapa pakaian,” jawab Hanna mulai berjalan menuju pintu.
“Kenapa tidak denganku saja?” Ken mengukuti Hanna dengan berjalan di sampingnya.
“Karena aku tahu tingkat kesabaran seorang lelaki bila diajak berbelanja. Setidaknya aku pernah mengalaminya setiap kali aku minta antar kak Angga,” jawab Hanna tertawa.
Ken memang mengenal Hanna, tetapi belum pernah mengenalnya secara dekat sehingga dia sangat penasaran terutama setiap kali menerima kemesraan darinya. Hanna seperti bukan dirinya yang selama ini dia kenal. Tidak mungkin seorang Hanna belum pernah di cium dan bermesraan dengan lelaki. Apalagi usianya bukan remaja lagi.
Mereka melihat Diana bersama suaminya ditemani oleh Rossie sedang mengobrol di ruang tamu dan mereka langsung menoleh dengan pandangan menggoda.
“Katakan padaku, kapan kami akan mempunyai seorang adik kecil?” tanya Diana dengan menaikkan alisnya.
“Tunggu saja,” jawab Ken melirik Hanna yang tiba-tiba wajahnya terasa panas.
“Barengsek Ken. Kenapa sih dia ngomong gitu? Pake ngelirik segala lagi,” omel Hanna dalam hati.
Tidak mungkin membantah ucapan Ken, selain memutuskan membawa Diana pergi lebih cepat.
Senyum Ken tidak lepas dari bibirnya memperhatikan Hanna dan Diana yang sudah pergi, sementara suaminya Diana sudah pergi lebih dulu karena dia hanya mengantar istrinya saja ke rumah keluarga Whittaker.
Ken berpikir bahwa dirinya sangat menginginkan Hanna dan dia juga yakin kalau Hanna juga merasakan hal yang sama. Dia belum puas dan menginginkan yang lebih daripada itu karena dia masih ingin menyentuh lagi bagian paling intim di tubuh Hanna.
Ken yakin mereka bisa mendapatkan kesenangan yang membuat mereka berdua ketagihan dan Ken akan membuat Hanna bergaerah, mendesah dan terengah-engah sampai Hanna berteriak dalam kepasrahan total.
Ken memejamkan matanya saat tubuhnya bereaksi mengingat yang baru saja mereka lakukan kalau saja suara Diana tidak mengganggu mereka. Dia sudah merasakan peyudare Hanna yang berat dan tidak pernah dia duga sebelumnya. Pakaian yang dikenakan Hanna selama ini telah menyembunyikan bentuk dan laekuk tubuhnya yang ramping dan bisa membuat mata lelaki tidak berkedip.
Dan Ken sangat bahagai dengan cara berpakian Hanna. Dia tidak perlu khawatir ada lelaki yang memandang tubuh Hanna seperti ingin memakannya karena hanya Dia yang bisa melihat dan merasakannya, seolah-olah dia sudah memiliki rahasia Hanna yang selama ini disembunyikan.