Bab 3. Perjanjian Pranikah

1102 Kata
Alan seketika mengusap wajahnya kasar dengan kedua mata terpejam lalu kembali menatap wajah Selvi sang istri. "Mas bersumpah demi apapun, Mas gak sengaja melakukan hal itu sama Ayunda. Mas gak berniat buat selingkuh dari kamu, Selvi. Sungguh!" "Mana ada maling ngaku, Mas. Kalau ada, penjara pasti penuh!" bentak Selvi seraya menunjuk wajah Alan menggunakan satu jarinya. "Pokoknya, siang ini juga aku akan layangkan surat gugatan cerai kita ke pengadilan. Kamu gak lupa 'kan sama surat perjanjian pranikah kita? Kalau salah satu dari kita ada yang selingkuh, maka seluruh harta kamu akan jatuh ke tangan salah satu dari kita, termasuk rumah ini. Jadi, segera kemasi barang-barang kamu dan pergi dari sini!" "Astaga, Sayang! Mas gak mau cerai dari kamu, Mas berani bersumpah demi apapun Mas gak pernah berpikir buat selingkuh dari kamu!" "Aku gak peduli mau niat atau gak niat, yang jelas aku ngeliat dengan mata kepalaku sendiri dan buktinya pun udah jelas." Alan kehabisan kata-kata. Pria itu pun memalingkan wajahnya ke arah lain penuh penyesalan. Mengapa dirinya bisa hilang kendali dan melakukan hal yang menghancurkan hidupnya sendiri. Apa yang ia bangun selama lima tahun ini hancur dalam semalam. Andai saja Ayunda tidak datang ke kediamannya, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi. "Semua ini gara-gara kamu, Ayunda!" bentak Alan menunjuk wajah Ayu dengan jarinya. Tatapan matanya pun nampak tajam menatap wajah wanita itu tanpa menyadari kesalahannya sendiri. Ya, Ayu hanyalah korban. Seharusnya ialah yang meminta maaf kepada wanita itu, tapi yang Alan lakukan adalah sebaliknya. "Sudah cukup, kalian berdua sama-sama salah. Sekarang cepat pergi dari rumah ini," tegas Selvi penuh penekanan seraya menatap wajah kedua orang itu secara bergantian. "Mas pergi juga?" "Ya iyalah! Ingat, tinggalkan semua barang berharga kamu, Mas. Semua yang kamu miliki akan jadi milikku, oke?" ucapan terakhir Selvi sebelum akhirnya berbalik dan hendak melangkah. Akan tetapi, langkah seorang Selvi seketika terhenti saat telapak tangannya tiba-tiba saja diraih lalu digenggam, Alan duduk di atas lantai memohon pengampunan. "Mas mohon maafin Mas, Selvi. Mas sungguh gak berniat buat selingkuh dari kamu, semalam itu cuma kecelakaan," lirih Alan seraya terisak, ia tidak ingin kehilangan semua harta yang ia kumpulkan dengan susah payah. Selvi menepis kasar telapak tangan Alan seraya menatap wajahnya tajam. "Tak ada kata maaf untuk sebuah perselingkuhan, Mas Alan. Kamu tau lebih dari siapa seperti apa aku," tegasnya penuh penekanan lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertahan. Ayunda yang sedari tadi hanya diam tanpa sepatah katapun hanya bisa meratapi nasib getirnya. Wanita itu seketika bangkit lalu duduk tegak mencoba untuk menahan berbagai rasa ditubuhnya. Bukan hanya dibagian intinya saja yang sakit, tapi seluruh tubuhnya bak remuk usai diperlakukan secara kasar oleh Selvi. Kedua sisi wajahnya bahkan membengkak akibat tamparan yang dilayangkan oleh istri dari pria bernama Alan. Alan seketika menoleh dan menatap wajah Ayunda tajam. "Puas kau sekarang, hah? Puas kau ngeliat saya hancur kayak gini, hah?" "Om harus tanggung jawab. Om harus nikahi aku secepatnya," lemah Ayu dengan wajah berderai air mata. "Tanggung jawab? Hahahaha! Jangan gila kamu, Ayu. Saya udah kehilangan segalanya, saya harus menikahi kamu pake apa? Seluruh harta saya akan jatuh ke tangan Selvi, Ayunda! Hidup saya hancur!" bentak Alan penuh emosi. Ayunda menggigit bibir bawahnya keras bahkan sangat keras hingga permukaan bibirnya memerah. Hatinya bagai ditusuk beribu-ribu pisau tajam, ia yang saat ini masih berkuliah di salah satu fakultas hukum di kota Jakarta bahkan tidak berani datang ke kampusnya karena tidak memiliki rasa percaya diri. Ayunda merasa hidupnya benar-benar hancur tidak bersisa. "Lebih baik kamu pergi dari sini," pinta Alan seketika bangkit dan berdiri tegak. "Seharusnya aku gak minta maaf sama Om karena Om yang salah si sini, tapi aku tetap minta maaf karena aku Om harus bercerai sama istri Om," lemah Ayu melakukan hal yang sama seperti Alan. "Aku pastikan Om gak akan pernah ngeliat aku lagi." Alan tersenyum menyeringai. Jangankan wanita ini, ia sendiri tak ingin mereka bertemu kembali. Meskipun terdengar kejam dan tidak punya perasaan, tapi Alan menganggap bahwa Ayunda-lah sumber masalahnya di sini. Gara-gara wanita itu ia kehilangan segalanya. Ayu perlahan mulai berjalan meninggalkan kamar dengan langkah kaki gontai. Buliran bening bahkan tidak henti-hentinya bergulir dari sudut matanya. Wajahnya kian pucat, rambut wanita itu bahkan sedikit berantakan akibat dijambak oleh Selvi. Tidak hanya itu saja, pakaian yang dikenakan oleh Ayunda pun robek. Namun, Ayu tidak peduli dengan penampilannya saat ini. Toh hidupnya sudah hancur, ia hanyalah wanita kotor di mana kesucian yang seharunya menjadi kebanggaannya telah hilang menyisakan rasa sakit yang tiada terkira. *** Dua jam kemudian, Alan sudah berada di dalam taksi benar-benar keluar dari rumah yang ia bangun dengan keringatnya sendiri. Alan dan Selvi memang membuat perjanjian pranikah yang disepakati bahkan ditanda tangani di atas materai. Kehidupan rumah tangganya jauh dari kata bahagia sebenarnya, Selvi terlalu over protektif dan selalu mencurigainya. Itu sebabnya Alan sering pulang larut dalam keadaan mabuk hanya untuk mencari kesenangan sendiri karena merasa tertekan. Ia tidak menyangkan bahwa kebiasaanya itu membawanya ke dalam jurang kehancuran karena tidak sengaja meniduri putri dari asisten rumah tangganya sendiri. "Berhenti di depan, Pak!" pinta Alan kepada supir taksi secara tiba-tiba membuat sang supir sontak menepikan kendaraanya lalu berhenti tepat di tepi jalan di sebuah jembatan. "Tunggu sebentar, Pak supir," pinta Alan seraya membuka pintu mobil. Pria itu menatap seorang wanita yang tengah berdiri di atas tembok pembatas antara jalan raya dan sungai di bawah sana. Alan tentu saja mengenali pakaian yang dikenakan oleh wanita itu. Daster yang sudah agak usang juga robek karena perbuatannya semalam. "Ayunda, lagi ngapain kamu di situ?" teriak Alan berdiri tidak jauh dari tempat di mana Ayu berada. Wanita itu sontak menoleh dan menatap wajah Alan dengan tatapan mata sayu. "Jangan mendekat, Om. Hidup aku udah hancur, lebih baik aku mati!" jawab Ayu seraya menangis histeris. "Ya Tuhan! Jangan, Ayu. Saya mohon," pinta Alan, ia tidak menyangka bahwa perbuatannya akan berakibat patal. "Turun sekarang, ya. Saya janji akan bertanggung jawab dan menikahi kamu setelah saya resmi bercerai dengan Selvi." "Nggak! Aku gak percaya sama Om. Om yang memperkosa aku, lalu kenapa aku yang dihakimi dan dicaci? Hidupku juga hancur, kenapa Om menyalahkan aku seolah-olah akulah yang menghancurkan kehidupan rumah tangga Om sama istri Om? Buat apa aku hidup jika harus menanggung malu?" Alan menatap sayu wajah Ayunda Prameswari. Ya, kesalahan sepenuhnya ada pada dirinya. Wanita ini hanyalah korban di sini, tapi mengapa ia menyalahkannya sedemikan rupa setelah ia mendapatkan kenikmatan yang luar biar biasa malam tadi? Rasa menyesal mulai menghinggapi seorang Alan Damian. "Maafkan saya, Ayunda. Saya salah, saya menyesal. Saya mohon turun, ya," pinta Alan lemah dan bergetar. Ayunda seketika berbalik kembali menghadap sungai di bawah sana. Kedua matanya pun nampak terpejam seolah tengah membayangkan masa depannya yang kelam. "Tidak! Jangan, Ayu. Tidaak!" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN