Bab 1. Malam Panas
"Lepasin aku, Om. Om mau ngapain?" tanya gadis berusia 19 tahun seraya menghempaskan tubuh kekar seorang pria yang hendak memeluknya kasar.
"Saya udah gak tahan, tubuh saya panas banget," ujar sang pria seraya mendorong tubuh Ayunda ke dalam kamar, gadis itu adalah putri dari asisten rumah tangga yang bekerja di kediamannya.
Alan segera menutup pintu lalu menguncinya. Telapak tangannya bergegas membuka piyama yang ia kenakan lalu melemparkannya sembarang. Tubuhnya benar-benar terasa panas, jiwanya pun bergejolak hebat tidak dapat lagi ia kendalikan. Alan begitu haus akan sesuatu yang akan membuat jiwanya melayang.
Sementara Ayunda nampak menutup bagian dadanya seraya terisak. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kedatangannya akan disambut oleh pria berusia 39 tahun itu dalam keadaan mabuk. Aroma alkohol bahkan tercium begitu menyengat hidung. Ayunda merasa hidupnya sedang berada di ujung jurang kehancuran.
Ayunda diutus oleh ibunya yang sedang sakit untuk meminjam uang kepada Alan Damian yang merupakan majikan dari ibunya sendiri. Ya, sang ibu memang bekerja sebagai asisten rumah tangga di kediaman Alan, seorang pengusaha kaya yang memiliki beberapa pabrik makanan ringan di kota Jakarta.
"Cepat layani saya sekarang juga," pinta Alan seraya memeluk dan menghujani wajah Ayunda dengan ciuman kasar.
"Tidak, aku gak mau, Om. Lepasin aku!" teriak Ayunda berusaha untuk melepaskan diri, tapi hasilnya sia-sia tentu saja. d**a bidang Alan benar-benar mengimpit tubuhnya.
"Kamu gak boleh nolak keinginan saya, suruh siapa kamu datang ke sini malam-malam begini, hah?" Alan kembali menghujani ciuman di leher, telinga bahkan menurunkan pakaian bagian atas yang dikenakan oleh gadis itu
"Haaa! Aku mohon jangan, Om. Kasihanilah aku!" Ayunda kembali merengek memohon.
Gairah di dalam Jiwa Alan semakin menggebu-gebu saat melihat gumpalan bulat lengkap dengan penutup tebal berwarna hitam yang tersembunyi di balik daster usang yang telah robek akibat ia tarik kasar.
"Layani saya, Ayunda. Kamu gak boleh nolak keinginan saya!"
"Jangan, aku mohon, Om!" Ayunda kembali memohon, tapi lagi dan lagi Alan sama sekali tidak mengindahkan rengekannya.
Pria itu menghempaskan tubuh Ayunda ke atas ranjang, dia yang sudah bertelanjang d**a segera menarik daster yang sudah robek itu lalu menghempaskannya sembarang menyisakan pakaian dalam yang membungkus bagian intinya saja. Gadis itu sontak beringsut mundur dan menutupi area privasinya menggunakan kedua tangannya sendiri. Tatapan mata Alan benar-benar tajam bak singa lapar yang hendak memangsa buruannya.
Tanpa basa basi lagi, Alan segara melucuti sisa kain yang melingkar di tubuhnya sendiri hingga habis tidak bersisa. Ayunda sontak memalingkan wajahnya ke arah lain saat benda aneh yang berdiri tegak terlihat begitu menakutkan terpampang nyata di hadapannya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir seperti ini, Ayunda begitu membenci ayahnya yang berselingkuh dengan salah satu asisten rumah tangganya sendiri dan sekarang, ia berada di posisi yang hampir sama seperti apa yang pernah dialami oleh wanita yang kini telah menjadi ibu tirinya.
"Aku mohon jangan lakuin ini sama aku, Om," rengeknya memelas seraya menarik selimut untuk menutupi raga setengah polosnya, tubuhnya benar-benar gemetar dan ketakutan. Akan tetapi, secepat kilat Alan segera menarik kasar apa yang baru saja diraih oleh Ayunda lalu melemparkannya ke lantai.
"Saya udah gak tahan, tubuh saya panas banget," ujarnya segera menerkam tubuh Ayunda seraya melucuti sisa kain yang menutupi area privasi gadis itu.
Ayunda sontak menjerit, ia pun mencoba untuk mendorong bahkan berontak sedemikan rupa, tapi hasilnya tetap saja sia-sia. Tubuh polosnya benar-benar tidak berdaya, tenaganya habis tidak bersisa. Alan melampiaskan rasa laparnya kepada gadis itu. Entah apa ia sadar atau tidak, yang jelas ia ingin segera mengobati rasa panas yang terasa membakar jiwanya.
"Argh! Sakit!" rengek Ayunda seraya terisak.
Pria itu bahkan mengabaikan pekikan dan rengekan serta isakan Ayunda saat ia berhasil mengoyak kesucian yang selama ini dijaga dengan segenap jiwa dan raga. Alan ingin segera mencapai apa yang ia inginkan. Sampai akhirnya, tubuh Alan seketika mengejang, kedua matanya pun nampak terpejam saat puncak itu berhasil ia dapatkan. Rasanya luar biasa nikmat, apalagi ia menjadi pria pertama yang menjelajahi tubuh Ayunda Prameswari. Beberapa menit kemudian, tubuh pria itu pun terjatuh ke arah samping dan terlelap seketika.
"Sakit, Om. Argh!" rengek Ayunda, buliran bening kian deras membasahi wajahnya.
***
Keesokan harinya tepat pukul 04.00 WIB, tubuh Alan menggeliat seraya mengedipkan kedua matanya pelan dan beraturan. Kedua tangannya pun nampak direntangkan guna melenturkan otot-ototnya yang terasa menegang sebelum akhirnya membuka kedua matanya lebar.
"Akh! Sial, kepala saya pusing," gumamnya seraya memijit kepalanya sendiri.
Gerakan tangan seorang Alan seketika terhenti saat ia menyadari bahwa dirinya berada di kamar yang biasa digunakan oleh asisten rumah tangga, pria itu pun seketika bangkit lalu duduk tegak. Alangkah terkejutnya dia tatkala menyadari bahwa tubuhnya dalam keadaan polos tanpa busana.
"Astaga! Apa yang terjadi sama saya? Kenapa saya bisa tidur di kamar Bi Sumi?" gumamnya seraya mengedarkan pandangan matanya menatap sekeliling.
Sementara Ayunda yang tengah duduk di pojok kamar seraya terisak nampak menatap tajam wajah Alan Damian. Tubuh polosnya pun masih dibalut menggunakan selimut tebal, kedua matanya terlihat sembab dan membengkak akibat menangis semalaman.
"Ayunda! Lagi ngapain kamu di sini?" tanya Alan dengan kedua mata membulat.
"Apa Om gak ingat apa yang udah Om lakuin sama aku semalam?" tanya Ayunda lemah dan bergetar. "Om udah ngerebut satu-satunya harta yang aku miliki yang udah aku jaga selama ini. Om bener-bener b******k! Kenapa harus aku, Om. kenapa?"
"Jangan bercanda kamu, Ayunda. Mana mungkin saya melakukan hal itu sama kamu," ujarnya merasa tidak percaya.
"Lihat di sana, darahnya masih ada, Om. Apa Om mau mengelak, hah? Rasanya bahkan masih sakit, Om!" Ayunda kembali terisak.
Alan seketika bergeming, otaknya melayang mencoba untuk mengumpulkan kepingan ingatan tentang apa yang terjadi semalam. Sialnya, ia tidak dapat mengingat detail kejadian beberapa jam yang lalu. Namun, suara pekikan dan rengekan Ayunda saat ia berhasil mengoyak kesuciannya masih terngiang-ngiang di telinganya. Pria itu masih merasakan seperti apa nikmatnya saat ia menjadi orang pertama yang menyentuh gadis itu hingga puncak itu berhasil ia dapatnya dengan teramat sangat sempurna.
"Sial!" umpatnya kesal.
Pria itu pun perlahan mulai turun dari atas ranjang lalu meraih pakaian miliknya yang tergeletak sembarang lalu memakaikannya dengan tergesa-gesa.
"Sekarang gimana, Om? Aku udah gak suci lagi, aku wanita kotor. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Kita bicarakan itu nanti ya, jangan sampai istri saya tau kamu ada di sini."
"Tapi, Om!"
"Sttt! Jangan berisik," pinta Alan seraya membuka pintu kamar pelan dan hati-hati lalu mengeluarkan kepalanya guna melihat keadaan di luar sana lalu kembali menatap Ayunda. "Sekarang cepat pakai baju kamu dan pergi dari sini."
"Tapi aku di utus sama Ibu buat datang ke sini dan meminjam uang sama Om. Ibu sakit dan harus dibawa ke Rumah Sakit."
"Bawa aja dulu Ibu kamu ke Rumah Sakit terdekat, nanti siang saya ke sana, oke?" jawab Alan. "Cepat pake baju kamu, astaga! Kalau Selvi sampe lihat kamu kayak gini, mati saya!"
"Tapi Om berbalik dulu, aku gak mau Om liat aku pake baju."
"Astaga, Ayunda. Semalam kita 'kan udah ngelakuin itu, saya juga udah liat tubuh kamu telanjang."
"Semalam 'kan Om lagi mabuk, kalau sekarang Om liat tubuh aku, bisa-bisa Om pengen nyentuh aku lagi."
"Astaga!" decak Alan tersenyum sinis lalu berbalik memunggungi tubuh Ayunda.
Ayunda meraih pakaian miliknya lalu merentangkan tepat di depan wajahnya. Bagaimana ia bisa memakai daster usang itu jika kain bermotif bunga tersebut sudah robek? Ia masih mengingat bagaimana Alan membuka dan menarik paksa pakaiannya semalam.
"Kamu lagi ngapain? Cepetan pake baju kamu dan pergi dari sini! Apa kamu mau istri saya ngeliat kamu di sini, hah?" pinta Alan kembali menatap ke arah luar di mana kegelapan masih mendominasi ruangan.
Alan seketika terbelalak ketika mendengar derap langkah seseorang di luar sana. Tubuh Alan Damian seketika gemetar tatkala suara Selvi sang istri terdengar lantang memanggil namanya seraya berjalan mendekati kamar.
"Mas Alan!"
Bersambung