Bab 7: Perjanjian Tertulis

1155 Kata
Harum duduk dengan gugup di sebuah rumah makan, di sebelahnya ada Jeki yang menemaninya untuk bertemu Juragan Abi. Seperti permintaannya pada Jeki, Juragan Abi bersedia menemuinya dahulu sebelum Harum menyetujui untuk menikah dan menjadi istri ketiga Juragan Abi. "Juragan sudah dekat." Harum menelan ludahnya saat mendengar jika Juragan Abi sudah hampir tiba, bagaimana pun ada rasa takut saat dia akan menemui pria itu. Harum bahkan hanya menunduk saat pintu rumah makan terbuka "Juragan." Jeki segera berdiri saat Abi masuk dan menjabat tangannya. "Maaf menunggu lama." Harum mendongak saat mendengar suara berat Abi. Abimanyu tersenyum lembut membuat Harum tertegun. Ternyata meski usianya sudah tak muda lagi, pria di depannya ini masih nampak tampan dan gagah, image tua bangka yang Harum perkirakan hilang sudah. Karena meski usianya sudah kepala empat ternyata Abi masih terlihat lebih muda dari usianya. "Ju-juragan." Abi semakin melebarkan senyumnya "Duduklah, tak perlu sungkan," katanya saat Harum akan berdiri. Harum kembali duduk sedangkan Jeki masih berdiri. "Kalau begitu, saya permisi dulu Juragan," kata Jeki. Harum terperangah, "Mas Jeki mau kemana?" Tangan Harum bahkan menahan tangan Jeki saat pria itu akan pergi. "Aku harus pergi Rum, bukannya ada yang ingin kamu bicarakan dengan Juragan, kamu bicarakan saja dengan tenang, ya." Jeki melepas tangan Harum, saat merasa Juragannya menatap tajam padanya. "Terus aku pulangnya gimana?" alasan yang tepat, sebenarnya Harum tak ingin di tinggalkan oleh Jeki berdua saja dengan Juragan Abi, bagaimana pun dia merasa canggung. Dia kira Juragan Abi adalah pria tua dan bertampang biasa saja dan hanya menang di uang, karena itu dia berani memiliki keinginan menikah lagi meski istrinya sudah dua. Tapi ternyata tampang Juragan Abi sangat memungkinkan jika dia ingin memiliki banyak istri, bukan cuma menang uang tapi juga tampang. Bahkan menurut Harum Juragan Abi lebih tampan daripada Firman. Mengingat Firman, Harum hanya mampu merasa sakit hati, tak menyangka jika hubungannya akan berakhir begitu saja sebab sebuah kata 'Malu' yang terucap dari mulut Firman. "Aku tunggu di luar Rum," bisiknya sebab dia tak bisa lagi mengeluarkan suaranya, tatapan Juragan Abi begitu menusuknya membuatnya ketakutan, apa pria itu merasa cemburu karena Harum memegang tangannya? Jadi Jeki segera pergi setelah Harum mengangguk ragu. "Jeki bilang ada yang ingin kamu katakan?" sepertinya Juragan Abi ini type pria yang tak suka basa basi, dan langsung bertanya pada intinya. Harum menghela nafasnya "Juragan Abi-" "Mas, panggil aku Mas!" titah Abi dengan tegas, pria itu bahkan menatap Harum dengan raut wajah datar membuat Harum tertegun. Kemana tadi senyum manis pria itu? "Lagi pula kamu akan menjadi istriku," lanjutnya. Harum mencebik, 'Belum tentu dia kan belum setuju.' katanya dalam hati. "Jangan berpikir untuk tidak setuju, karena aku sudah mengeluarkan uang untuk calon mertuaku." seolah tahu apa yang ada di pikiran Harum Abi kembali bicara, hingga Harum tak punya celah untuk menolak. "Jangan salah paham, aku tidak menghitung berapa banyak yang aku keluarkan atau yang akan aku keluarkan, karena jika kamu sudah menjadi istriku, aku pastikan keluargamu menjadi tanggung jawabku." Jeki benar sepertinya, Juragan Abi ini adalah orang yang loyal. Jadi Harum menegakkan tubuhnya lalu menguatkan hati dan bicara "Kalau begitu memang tidak ada kesempatan untuk menolak kan?" Abi mengangguk. "Begini, Ju- Mas Abi ..." Harum meremas tangannya "Aku mungkin tidak akan seluwes para istri Mas Abi nanti, sebab aku menikah bukan karena keinginanku sendiri ..." Harum menghela nafasnya "Mungkin pernikahan ku bukan karena cinta, tapi aku tetap ingin kamu mengerti kalau aku ingin pernikahan yang benar. Jadi, aku ingin mengajukan beberapa syarat." Abi diam mendengarkan tatapannya tak lepas dari wajah Harum yang terlihat sekali lelah, mungkin karena masalah yang akhir- akhir ini dia lewati. "Aku harap Mas Abi mengerti." Harum kembali menghela nafasnya, entah sudah berapa kali dia melakukannya, sebab Harum merasa begitu gugup. "Aku dengar kedua istri Mas Abi tinggal di rumah yang sama, bisakah aku tinggal di rumahku saja, bagaimana pun, aku ini orang ketiga ... Em maksudku ke empat antara pernikahan terdahulu Mas Abi." ralatnya. Abi tersenyum "Jangan khawatir, mereka sudah tahu." Harum mendongak, jadi maksudnya dia akan tetap tinggal seatap dengan istri pertama dan keduanya, begitu? Harum mengerjap kan matanya lalu dia mencoba membujuk "Begini Mas Abi-" namun belum juga selesai Abi kembali bicara. "Aku akan mengerti jika kamu mungkin belum terbiasa, tentang melayaniku." Harum membelalakan matanya saat tatapan Abi jatuh pada tubuhnya. Merasa sedang di perhatikan dengan tatapan m***m, Harum memeluk dirinya dan merapatkan sweater yang dia kenakan. "Jangan menatap se-perti i-tu," cicitnya. Abi terkekeh menghiraukan, lalu kembali bicara, "Aku juga tak ingin pernikahan ku berakhir sia- sia, jadi tenang saja semua yang kamu takutkan tidak akan terjadi." "Ini bukan pernikahan kontrak seperti n****+- n****+, dengan berbagai kesepakatan, uang yang aku berikan murni aku berikan karena kasih sayang, dan aku berjanji akan menanggung hidup bapak dan adikmu nanti. Kamu tak perlu merasa terbebani, aku tidak membeli kamu, dan kamu tidak menjual diri. Kita benar- benar menikah!" Abi berkata dengan tegas dan lugas, seolah dia benar- benar berjanji akan melindunginya, membuat Harum merasa menghangat. Ya, dia butuh sosok pelindung yang nyata, bukan hanya sekedar bicara seperti Firman, yang hanya berjanji akan membawa hubungan mereka ke arah yang lebih baik, nyatanya justru mengecewakannya. "Pernikahan kita akan terus berlanjut hingga Tuhan berkehendak." Ya, tentu saja. Dan juga selama Harum mampu menahan batinnya agar tetap waras menjadi istri ke tiga. Baru saja Harum merasa lega, perkataan Abi selanjutnya membuatnya kembali terkejut, "Tapi, bukan berarti aku akan menahan diri saat kamu sudah jadi milikku." Harum semakin mengeratkan sweater nya . Itulah keuntungan Abi dari pernikahan sesungguhnya, dia bebas menyentuh isrinya. "Ba- baiklah, jadi syarat yang lainnya, aku ingin nafkahku tak menjadi gugatan saat dimana mungkin pernikahan kita berakhir." Harum melihat tatapan Abi kembali tajam, kenapa dia seperti tak suka mendengar kata perpisahan. Tapi bukankah Harum tetap harus sedia payung sebelum hujan. "Aku tidak akan menolak apapun yang Mas Abi berikan, tapi apapun itu harus menyertakan pernyataan jika yang sudah menjadi milikku, maka akan tetap jadi milikku." "Bagaimana pun ini pernikahan siri, jadi aku harus mempersiapkan diriku, bila suatu saat terjadi sesuatu ..." Harum melirik Abi sebelum melanjutkan "Maaf, jika Mas Abi meninggal-" saking tak enaknya hati Harum dia sampai dengan cepat menggeleng "Bukan, bukannya aku mendoakanmu, sungguh." dia bahkan mengangkat kedua jarinya tanda jika dia tidak berbohong. "Namun, jika itu terjadi, bukan tidak mungkin kan aku akan di abaikan dan di buang." belum lagi kedua istrinya yang mungkin tidak menyukainya. Bukankah dia belum tahu mereka seperti apa, sekali lagi dia harus sedia payung sebelum hujan, mencari solusi sebelum datangnya masalah. Bagaimana pun pernikahan mereka dilakukan secara siri, jadi saat Harum nanti tak lagi di butuhkan atau Abi sudah tiada, dia tak akan mendapatkan keuntungan, dari pernikahan ini. "Aku mengerti, dan aku pastikan kamu akan aman." "Jadi, Mas Abi setuju?" Abi mengangguk "Aku akan membuat pernyataan tertulis lewat pengacara nanti." Harusnya Harum berkata secara langsung dan tak perlu bertele- tele, karena Abi mengerti ketakutan Harum. Abi kembali tersenyum, senyum yang membuat Harum menelan ludah dengan kasar. "Kamu tahu, dari perkataan kamu yang panjang lebar aku menyukai saat kamu memanggilku 'Mas'."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN