Diandra sudah dibolehkan kembali ke rumah. Dia senang karena akhirnya dia bisa menghirup udara segar kembali. Karena merasa senang di rumah sakit setiap hari saja dia sudah sibuk nafas. Karena harus mencium bau obat-obatan.
Diandra sedang bersantai di kamarnya. Menikmati senja lewat jendela, Diandra menyandarkan hasilnya di sana. Mata yang memandang ke arah luar jendela. Menikmati panorama senja

Terkadang Diandra berfikir. Andai ia bisa terbang bebas seperti burung-burung di luar sana, pastilah sangat bahagia.
Tak perlu merasakan rasa sakit di menangis, rasa untuk menangis, rasa untuk berteriak, rasa untuk dendam dan marah. Rasa untuk benci. Semua hal negatif yang ingin ia buang jauh-jauh.
Tak ingin Diandra merasakannya. Pilih pemarah, unduh pendendam. Dia hanya gadis kampung yang selalu berfikir positif. Mengatakan apa yang terlintas pertama di otaknya.
Polos, ya mungkin seperti itu. Tapi Polos bukan artian dia bodoh. Diandra tak bodoh dia juga sakit bila terus menerus dipikirkan dengan baik oleh lawan.
Entah apakah dia masih layak disebut suami atau tidak. Karena selama menikah hingga detik ini Diandra tak mau menjadi wanita yang telah berstatus istri.
Dia hanya menerima seorang gadis yang terjebak dalam ikatan
Pernikahan.
"Diandra, Boleh aku masuk!" seru Diego. Hapal betul Diandra dengan suara kakak iparnya. Kakak yang selalu menemani hari-hari sepi nya.
"Masuklah, ka."
Diego masuk, dia membawa sup dan air minum. Juga ada beberapa buah dan obat.
"Makanlah dulu, setelah itu kau bisa istirahat."
"Terima kasih, kak."
Diandra mengambil sup nya dan langsung memakannya hingga habis tak bersisa. Lalu meneguk obatnya dan meminum air putih.
Barulah dia memakan buah buahannya.
"Kakak mau?"
Diego menggeleng. "Diandra."
"Ya?"
"Dua hari lagi, keluarga Horrison akan mengadakan pesta tahunan, apa kau bisa ikut?"
"Pesta?"
"Ya."
"Apa aku pantas kak, aku takut membuat kalian malu di sana."
Diego meraih jemari Diandra. Menggenggamnya erat. Seakan memberikan sebagian kekuatannya.
"Dengar, bila kau sudah menyandang nama Horrison maka tak ada yang berani mencela mu. Kalau pun ada. Mereka harus berhadapan dengan ku."
Diandra tersenyum senang dengan penjelasan Diego. Dia merasa terhibur dan sedikit tenang. Setidaknya dia tidak akan sendirian di sana kan.
"Aku mau datang."
"Bagus, anak pintar."
"Adik, kakak," protes Diandra
"Iya adikku."
Diandra kembali tersenyum manis.
Diego terpana setiap kali dia melihat senyum Diandra. Rasanya ingin sekali ia peluk dan kecup.
Tapi Diego harus memiliki batasannya. Bagaimana pun juga, semua orang tahu bahwa Diandra adalah istri dari Fernando Horrison adiknya.
"Baiklah kalau begitu, aku pergi sementara kau..."
"Istirahat," potong Diandra cepat.
"Gadis pintar."
"Terima kasih banyak ya, kak."
Diego tersenyum dan mengangguk. Lalu pamit keluar kamar.
**********
Fernando merasa kesal dari kemarin dia seperti dipojokan. Padahal Diandra hanya pingsan tidak mati. Mungkin lebih bagus kalau dia mati, jadi bisa menjadi duda dan bisa menikahi Viola tanpa takut disalahkan atas isu perselingkuhan.
Fernando benci sekali dengan Diandra. Gadis kampung sepertinya kenapa bisa menjadi bumerang dalam pecintaannya. Padahal tak sebanding sama sekali dengan Viola.
Viola adalah gadis metropolitan yang sangat bergaya dan elegan. Sementara Diandra. Oh sulit untuk dijelaskan karena tak ada baik dan bagusnya.
Cantik?
Masih cantik Viola
Seksi?
Masih seksi Viola
Modis?
Masih modis Viola
Pintar?
Masih pintar Viola (mungkin) agak ragu Fernando dibagian ini. Karena dia tak pernah melihat secara langsung kepintaran Diandra.
Elegan?
Jauh elegan Viola. Diandra benar-benar kampung dan norak.
Intinya Viola tidak ada duanya. Itulah kenapa Fernando tergila-gila dengan Viola. Tak ada gadis mana pun yang mampu membuat hatinya berpaling dari Viola.
Dan bodohnya orang tuanya adalah, bukan mencarikan jodoh gadis yang jauh lebih cantik, seksi pintar kaya atau apalah. Malah dijodohkan dengan Diandra yang asal usulnya saja tak jelas.
Terkadang Fernando heran dengan orang tuanya. Istimewanya Diandra itu di mana? Sampai sekarang Fernando tak juga menemukan keistimewaan itu.
Apa lagi kakaknya Diego. Si anti gadis. Yang bahkan sempat Fernando kira Gay. Karena tak pernah berkencan dengan gadis mana pun. Tiba-tiba menjadi begitu baik dengan Diandra.
Seakan-akan Diandra adalah belahan hatinya. Kekasih pertamanya. Cinta sucinya. Cinta pertamanya. Berlian yang mahal harganya. Hingga ia begitu berhati-hati memperlakukan Diandra.
Mom apa lagi, dia sudah tak menganggap Diandra sebagai mantu, tapi sebagai anak. Bahkan Fernando anak satu-satunya bisa kalah saing dengan Diandra.
Fernando menatap langit-langit kamarnya. Membayangkan dan memikirkan semuanya baik-baik.
"Fernan, boleh kakak masuk."
"Masuklah."
Diego masuk dan langsung duduk di sofa. Menatap adiknya yang semakin hari semakin menyebalkan.
"Ada apa, mau memarahiku lagi?"
"Jangan berburuk sangka. Aku kemari hanya mengingatkan dirimu untuk pesta tahunan kita."
"Astaga, pesta tahunan. Bagaimana aku bisa lupa."
"Karena itu aku kemari dan memberitahumu. Dua hari lagi, kau harus menyerasikan pakaianmu dengan istrimu nanti."
"Apa, kenapa?" Terkejut Fernan
"Fer, acara itu untuk sekalian perkenalan istrimu di hadapan publik."
Fernan menggeleng cepat.
"Gak... gak, kau gila ya. Yang aku malu memperkenalkan dia yang kampung seperti itu. Mau ditaro di mana muka ku nanti, seorang putra dari Johanes Horrison memiliki istri kampungan seperti nya.
"Astaga aku tak bisa membayangkannya. Aku terlalu takut."
"Sudah bicaramu yang ngawur itu, apa pun alasan mu. Aku tak peduli acara tetap berjalan. Dan kau... tetap akan berjalan bedua dengan istrimu. Perkenalkan dia seperti layaknya seorang ratu.
"Kau tau tradisi keluarga kita."
"Aku biasanya paling suka dengan bagian memperkenalkan istri. Tapi aku yang akan melakukannya rasanya enggan. Karena pertama. Istriku jelek. Yang kedua dia norak yang ketiga dia kampungan !"
"Fernando, cukup !" Bentak Diego.
"Apa pun yang kau ucapkan saat ini aku harap hanya lelucon mu. Dan dua hari kemudian kau tetap harus memperkenalkannya. Titik. Aku permisi."
Diego langsung pergi meninggalkan Fernando yang mulai kesal bahkan membanting apa pun yang ada.
Sialaaannn !
Harusnya saat ini yang dia perkenalkan adalah Viola Hunter bukan Gadis kampung yang tak jelas bernama Diandra Anjani.