Bab 7

1122 Kata
Diandra dan Diego akhirnya Dinner bersama dengan Fernando. Entah kenapa dia ikut bersama mereka. Diandra merasa sangat canggung, lagi semua orang memperhatikan mereka, sementara Diego dan Fernando merasa biasa saja. Bagaimana tidak jadi pusat perhatian jika Diandra di apit oleh 2 orang sumper tampan dengan tampilan yang keceh. Sementara Diandra seperti gadis kampung. Diego dengan pakaian casualnya. Jas hitam, kaos dan celana pendek tak lupa sepatu putih.  Sementara Fernando memakai kemeja putih, jeans dan sepatu kets putih .  Sumpah Diandra malu sekali. Dia layak tak pantas berjalan bersama mereka berdua. Terlihat sekali kasta Diandra yang rendah. Diego memperhatikan Diandra dan menarik pinggangnya agar lebih mendekat ke arah nya. Membuat Fernando menatap heran. "Apa kau tak nyaman dengan pakaianmu?" Tanya Diego Diandra nampak malu, tapi akhirnya mengangguk. "Ikut aku," ajak Diego yang langsung menarik lengan Diandra untuk memasuki sebuah toko pakaian khsus wanita. Fernando lagi-lagi bingung. Ada apa dengan mereka berdua, kenapa terlihat akrab sekali. Sampai-sampai Fernando tak dianggap. Fernando tak ikut masuk, dia menunggu di luar. Tak lama Diego keluar sendiri dari toko. Fernando nampak mencari Diandra. "Dia sedang mengganti pakaiannya." Diego memberitahu pada Fernando. "Siapa juga yang mau tahu," jawab Fernando. Membuat Diego tersenyum miring. "Jangan gengsi, Fer." "Gengsi, untuk gadis sepertinya. Buang-buang waktu." "Oh ya, kalau buang-buang waktu untuk apa kau ikut bersama kami?" Fernando diam sejenak. Sialan Diego membuat Fernando mati kutu "Hanya ingin mencari udara segar saja." "Dengan cara ikut kami?" "Diego, dengar. Bagaimana pun Diandra itu adalah istriku. Semua orang tahu itu. Kalau kalian hanya jalan berdua dan makan malam berdua apakah tak mengundang tanya? Aku hanya mencoba menutupi itu semua." Diego hanya tersenyum tak menanggapi penjelasan adiknya. Tak lama Diandra muncul. Diego diam tak berkedip, membuat Fernando ikut menoleh ke arah obyek yang sama dengan Diego.  What ! Kenapa Diandra jadi cantik dan berkelas seperti itu. Batin Fernando. "Kau sangat cantik, Di," puji Diego. Diandra melirik Fernando. Tapi Fernando memalingkan wajahnya. Dan berjalan mendului mereka "Ayo buruan. Laper nih !" Teriak Fernando. Diego langsung menggandeng lengan Diandra dan berjalan beriringan. ******** Mereka sudah masuk ke dalam restoran bintang lima. Membuat Diandra bingung karena tak biasa ketempat mewah seperti ini. "Duduklah, Di." Diandra duduk di samping Fernando, tapi Fernando menjauh. Diandra diam di sana. Diego menatap Fernando tajam "Kenapa?" Tanya Fernan kepada Diego. "Apa tak bisa kau bersikap baik sedikit dengan istrimu?" "Kan sudah ada kau, kenapa aku harus repot bersikap baik dengannya?" "Tapi...." "Kak, cukup aku tak apa. Lupakan saja," ucap Diandra menengahi. Fernando memakan pesanannya. Tanpa memperdulikan Diego dan Diandra. Diandra mencoba memakan makanannya. Rasanya aneh, dan Diandra tak suka. Makanan apa ini.  "Kenapa?" Tanya Diego yang melihat Diandra tak memakan makananya. "Rasanya aneh," jawab Diandra. Membuat Fernando tertawa terbahak-bahak. Diego sampai heran, tak biasanya adik nya tertawa sampai seperti itu. "Dasar gadis kampung. Makanan seperti itu saja tak suka, payah." "Cukup, Fer, kenapa sih dengan mu?" "Kak, tak apa. Fernan benar kok, aku hanya gadis kampung. Jadi tak bisa memakan makanan kota seperti itu." "Itu kau sadar." "Cukup, Fernando !" Bentak Diego. "Ayo kita pulang saja, aku sudah tak selera makan," ujar Diego yang langsung menarik lengan Diandra dari duduknya. Namun di tahan oleh Fernando. "Dia istriku, kenapa kau yang harus membawanya pulang. Pulanglah sendiri." Diego diam. Adiknya benar, tak seharusnya dia bersikap seperti itu pada istri adiknya sendiri. Kenapa dia bisa sampai lupa akan status Diandra. "Di, kau tak apa pulang bersama suamimu?" Diandra menatap Fernando yang membuang wajah nya. Tapi bagaimana pun suaminya tetaplah yang paling utama. "Ya," jawab Diandra. Fernando tersenyum menatap Diego. "Yasudah, aku pergi dulu." "Hati-hati kak." Diego tersenyum dan mengusap rambutnya. Setelah Diego pergi, Diandra dan Fernan hanya saling diam. Tak ada pembicaraan sama sekali. Diandra melirik Fernan yang bermain ponsel di sana. "Aku mau pulang," ujar Diandra. Fernando diam saja. "Aku mau pulang, Fer," ucapnya sekali lagi. Kali ini Fernando meliriknya. "Pulang saja sendiri." Deg ! Apa maksudnya dengan pulang sendiri. Fernando serius membiarkan Diandra pulang sendiri. Mana tahu jalan dia. Kalau tersesat bagaimana. Dia juga tidak punya uang untuk pulang. Ponsel juga tak dibawa. Aduh bagaimana ini. "Kenapa?" Tanya Fernando. Diandra diam. "Aku tanya kenapa kau tak jadi pulang?" Diandra kembali menggeleng, dia bingung harus bilang apa. "Yasudah kalau begitu, aku mau pulang dulu, kau mau ikut atau ..." "Ikut," jawab Diandra cepat. Lalu menunduk. "Cepat, aku tak suka orang lamban," ujar Fernando yang langsung keluar restorant. Diandra mengikutinya. Fernando masuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mobilnya. Diandra masuk dikursi depan. Begitu Diandra duduk Fernan langsung menjalankan mobilnya. Membuat tubuh Diandra yang belum siap langsung terhempas ke depan. Keningnya tertantuk desboard mobil. Hingga terasa pusing dan nyeri. "Aaww..." "Cengeng." Fernando langsung mempercepat laju mobilnya. Membuat Diandra harus berpegangan kencang dengan kursi mobil. Fernando tak memberi jeda sama sekali untuk Diandra memakai sabuk pengamannya. Sehingga Diandra harus berpegangan terus agar tubuhnya tak kembali jatuh. Hingga mereka sampai di rumah barulah Fernando mengurangi kecepatan mobilnya. Diandra bernafas lega di sana. Karena mereka masih bisa pulang dengan selamat tak kurang suatu apa pun Diandra langsung turun dan muntah di sana. Karena perutnya sangat mual sekali. Apa Fernando meliriknya? Tidak, dia biarkan Diandra yang masih muntah di luar sana. Sementara dirinya sudah masuk ke dalam rumah. Perut Diandra terasa melilit sekali. Rasanya seperti di peras di dalam sana. Sakit tak tertahankan. Dia lupa kalau dia belum makan, seharian ini dia hanya makan sepotong roti tadi pagi. Dan waktu Dinner tadi dia tak bisa memakan makanan nya karena rasanya aneh. Diandra tak bisa bergerak di sana, perutnya mengalami kram. Karena terus menerus muntah. Diandra terduduk di halaman rumah. Tak bisa minta tolong tak bisa juga bergerak. Tubuhnya terhalang mobil, jadi tak ada yang bisa melihatnya Diandra panik, rasanya dia sudah tak kuat lagi. Diandra pingsan di sana Sudah tak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya. ********* Diandra membuka mata, dia melihat sekeliling ruangan bernuansa putih. Dan ada selang infus di sebelah kirinya. Rumah sakit. Gumamnya. Tapi ruangan nampak kosong, tak ada orang yang menemaninya atau menjaganya. Ya siapa dia. Hanya menantu dari desa, istri kampungan. Adik ipar tak tahu diri. Dan sekarang kau minta di istimewakan. Jangan bermimpi Diandra, syukur-syukur kau dibawa ke rumah sakit. Tak dibiarkan tergeletak begitu saja hingga mati. Harusnya kau tetap bersyukur. Pintu terbuka perlahan, Diandra menatap siapa yang masuk ke dalam ruangannya. Mom. Diandra tersenyum senang. Gina yang melihat Diandra sudah siuman langsung tersenyum bahagia dan menghampiri menantunya. "Kau sudah sadar, Diandra, mom sangat mengkhawatirkanmu," ujar Mom sedih. "Maafkan aku, mom, apa aku menyusahkanmu lagi?" Gina menggeleng cepat. "tidak sayang, jangan berkata seperti itu, kau sangat aku sayangi. Anak perempuanku." Anak perempuan. Aku disebut anak, bukan menantu. Begitu disayanginya aku. Gumam Diandra senang. "Siapa yang membawa ku kemari mom?" Tanya Diandra "Diego, sayang." Diego. Bukan Fernando. Berharap apa aku. Lucu sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN