Bab 6

1193 Kata
Tidak ada lagi kesedihan di dalam mata Diandra, sebaliknya senyum lebar Gina mau pun Diego merasa senang, karena Diandra tak terpuruk dengan apa yang sudah terjadi. Terlebih di malam hari mereka Fernando keluar dari rumah. Tapi melihat keceriaan di wajah Diandra membuat Gina dan Diego lega. Gina tersenyum dan menghampiri Diandra yang sedang bersenandung di taman. Sembari menyirami tanaman bunga. "Tak ada yang bisa memperbaiki senyumku. Tak ada yang bisa menghina diriku. Aku kuat, aku hebat, aku wanita perkasa. Aku Diandra Anjaaannniiii ....... hoo hooo ....." (nada karang sendiri, versi bahagia ya tidak sedih) "Diandra." "Eh, bu ." tersentak Diandra. Buru-buru dia mematikan selang air dan menghampiri ibu mertuanya. "Kau sedang menyanyi?" "Hanya bersenandung, bu ." Gina tersenyum dan menarik lengan Diandra agar duduk bersamanya. Diandra menurut dan duduk di samping Gina. "Maaf kan, bu , yang harus menjodohkan mu dengan anak yang tahu diri seperti Fernando. Mama tak menyangka dia bisa melakukan hal ini padamu." "Melakukan apa, mom, aku tidak apa-apa. Fernando juga tidak melakukan apa pun padaku, mom." "Jangan membela orang yang salah nak." "Orang yang salah itu adalah suamiku, mom." Gina diam. Diandra benar, tak seharusnya Gina mengatakan hal buruk tentang anaknya. Diandra yang baru mengenal Fernando saja bisa mengerti dan ikhlas kenapa dirinya susah. Anaknya tetap menepati janjinya dengan menikahi pilihannya. Jadi untuk apa lagi dia menuntut anaknya. Biar lah itu sudah menjadi urusan keluarga mereka. Karena mereka telah membangun sebuah keluarga kecil sendiri, walau entah masih bisa atau tidak pernikahan Fernando dan Diandra disebut keluarga. "Mom," panggil Diego "Ya, mom di taman!" seru Gina. Tak lama Diego muncul dengan pakaian formal nya. "Kau akan berangkat nak?" "Ya mom, ada urusan di kantor jadi aku harus datang lebih awal," jelas Diego. Lalu dia melirik Diandra "Kau tak sarapan dulu?" Tanya Diandra. Diego menggeleng "Di kantor saja." "Jangan seperti itu, bagaiamana pun sibuknya dirimu, kau harus sempatkan diri untuk sarapan. Tunggu aku ambikan," kata Diandra yang langsung lari masuk ke dalam rumah. Membuat Gina tertawa. Diego hanya tersenyum masam. Bagaimana tidak, dia adalah adik iparnya tapi Diego sempat berfikir Diandra seperti istri baginya. Fernando, kau melewatkan ini semua ******* Diego menyelesaikan semua urusannya di kantor, dan bertemu dengan Fernando di sana. "Kau tak pulang ke rumah semalam?" Tanya Diego langsung. "Untuk apa?" Tanya Fernando santai "Kau sudah punya istri, ingat itu, Fer." "Aku kan sudah menepati janjiku, lalu aku harus apa lagi? Memperlakukannya selayaknya istri. Jangan bercanda," ujar nya sembari meninggalkan Diego. Namun Diego langsung menarik lengan Fernando. Membuat dirinya muak. "Cukup dengan kau mengatur hidupku ! Cukup sampai pernikahan ini. Aku sudah tak mau lagi mendengar mu!" tegas Fernando dan langsung pergi begitu saja. Kenapa sih dengan adiknya. Apa salahnya menikahi Diandra. Dia adalah gadis yang baik, ceria dan sabar. Apa kurangnya gadis itu. Diego tak habis fikir dengan adiknya yang semakin lama semakin sulit diatur. Untunglah dia tak pernah membawa masalah pribadi ke dalam perusahaan, sehingga perusahaan tetap berjalan stabil. Diego kembali ke ruang kerjanya. Dan memeriksa semua laporan yang ada. ******* Fernando pulang ke rumah, dia pulang lebih awal, karena dia tak ingin bertemu Diego untuk sementara waktu. Dia masuk ke dalam kamarnya, berharap Diandra tak ada di sana. Dan benar Diandra tak ada. Fernando membuka lemari pakaian, dan terkejut. Karena di dalam lemari hanya ada pakaian nya saja. Tak ada pakaian Diandra sama sekali. Apa dia tak tidur di kamar ini lagi? Ah, peduli amat. Justru itu lebih bagus. Jadi Fernando tak perlu pusing lagi Dia mengambil asal pakaiannya.  Dan menuju kamar mandi. Diandra yang tak tahu kalau Fernando pulang, masuk ke dalam kamar. Berniat untuk merapihkan kamar suaminya. Diandra mulai menyapu dan membersihkan debu-debu pada meja, vas bunga dan lainnya. Diandra juga mengganti seprei milik Fernando, jadi kalau Fernando pulang, kamarnya jadi lebih nyaman. Asik mengganti Seprei sembari bersenandung membuat Diandra tak sadar kalau sudah ada yang memperhatikannya dari depan pintu kamar mandi. "Jadi setelah kau menjadi menantu, kau juga merangkap menjadi pembantu?" Ejek Fernando. Membuat Diandra tersentak kaget. Diandra ingin menoleh tapi takut. Akhirnya dia tetap diam di sana. "Maaf, aku fikir kau tak ada." "Oh ya? Apa kau senang kalau aku tak ada?" Tanya Fernando membuat Diandra bingung. Walau pasti kalian tahu jawaban Diandra. Dia lebih senang kalau suaminya tak ada tentu saja. "Jawab pertanyaanku!" hardik Fernando. "Ti...tidak... aku senang kau di rumah." "Jangan bohong nona kecil, oh bukan tapi nyonya besar hahaha." Fernando tertawa sendiri di sana. "Kau ingin sekalikan menjadi nyonya besar di rumah ini. Keluarga Horrison memang terkenal dengan kekayaannya. Jadi ya... tak heran sih wanita kampung seperti mu juga mengincarnya." Diandra kesal setengah mati. Sapu yang berada di sampingnya langsung ia lempar ke tubuh Fernando. Untung lah Fernando bisa mengelak. "SIALAN ! APA YANG KAU LAKUKAN HAH !" Bentak Fernando. Tapi tak membuat Diandra gentar. Dia terlalu sakit hati dihina seperti itu. "PENGECUT !" ejek Diandra. Membuat Fernando semakin kesal. Dia mendekat ke arah Diandra. Membuatnya harus mundur teratur. Dicengkramnya kerah baju Diandra. Tapi tak ada ketakutan di matanya. Membuat Fernando kagum sejenak. "Sekarang kau sudah berani dengan ku hah ! Mentang-mentang semua keluargaku akan membela mu, kau jadi pongah seperti ini. IYA !" "TIDAK! aku berani karena sikap mu sendiri padaku. Kau bilang kau takkan menyentuhku, lalu ini apa? Jarak kita terlalu dekat, bung." Fernando tersadar dan langsung menghempas tubuh Diandra ke ranjang. Diandra tersenyum miring "Bagus kalau kau masih ingat janjimu," ucap Diandra yang langsung pergi dari kamar Fernando teriak dan menendang apapun di sana. Dan Diandra mendengarnya dari balik pintu. Air matanya menetes. Tubuhnya gemetar menahan rasa sakit dan takut. Tapi demi Gina dan Diego yang sudah baik dengannya. Dia harus bertahan selama mungkin. Diandra tak peduli pada suaminya yang tak mencintainya atau apa pun itu. Diandra sudah tak peduli. Diandra masuk ke dalam kamarnya. Tepat saat Diego masuk ke dalam rumah. Diego mencari Diandra untuk diajaknya makan malam di luar. Pastilah Diandra senang. "Diandra, kau di dalam?" Tanya Diego. Diandra terkejut dan buru-buru menghapus air matanya. "Masuklah kak." Diego masuk ke dalam dan melihat Diandra sedang duduk di meja rias. "Ada apa kak?" "Aku ingin mengajakmu makan malam. Apa kau mau?" "Makan malam?" "Ya, di luar. Kau pasti bosan kan berada di rumah terus?" "Apa tak jadi masalah kak?" "Loh memang kenapa?" Diandra menunduk. Air matanya kembali menentes. Tapi buru-buru ia seka. "Aku kan gadis kampung." Diego tersentak mendengar jawaban Diandra. Kenapa seperti putus asa lagi. "Diandra, kau sekarang anggota keluarga Horrison. Tidak akan ada yang berani menatapmu di luar sana." "Justru itu, apa aku pantas menyandang status itu." Diego gemas dia langsung mendekat ke arah Diandra dan memutar tubuhnya agar Diego dapat melihat wajah diandra. "Kau, kenapa dengan wajahmu? Kau habis menangis lagi?" Tanya Diego khawatir. Diandra menggeleng cepat "Tidak, aku hanya meratapi nasib yang begitu baik padaku," ujarnya bohong. Diego memeluk Diandra. "Tenanglah, kau pantas menyandang nama Horrison di belakang namamu. Percaya padaku ya." Diandra mengangguk. "Ayo, siapkan aku, tunggu di bawah ya." "Ya, terima kasih ya." "Sama-sama adik kecil." Diandra tersenyum hingga Diego meninggalkan kamarnya. ******** "Aku sudah siap," kata Diandra. Diego melihat penampilan Diandra yang sederhana.  Diego tersenyum. Dan meraih tangan Diandra dan berhasil keluar rumah. "Hy ... kamu lupakan aku." Deg! Diego dan Diandra menoleh ke sumber suara. "Fernando?"                
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN