Fernando kembali ke rumah Diandra, dia tak mau egois lagi. Diandra sudah cukup parah bukan selama ini.
Fernando masuk ke dalam rumah, tapi Diandra tak ada di mana pun. Dia pun ke atas di mana kamar Diandra berada. Perlahan Fernando masuk.
Fernando tersentak saat melihat Diandra menangis sesegukkan di ranjang. Dengan kaki di tekuk dan ia peluk erat.
Fernando melangkah perlahan mamasuki kamar. Terus duduk di sebelah Diandra terus-menerus.
"Untuk apa kau kembali?" Fernando diam, menggigit bibirnya pelan. Ingin menerima Diandra, namun ragu.
"Pergilah, dan ceraikan aku." Fernando melotot. Dia langsung mencengkram bahu.
"Apa kau bilang !"
"Lepaskan aku, sakit." Diandra berusaha meronta.
"Aku tanya kau bilang apa tadi hah !"
"Cerai, aku bilang ceraikan aku!" Diandra melotot kesal.
Fernando melepaskan cengkramannya dan justru memeluk Diandra dalam dekapannya. Mengecup puncak kepalanya. Membuat Diandra terdiam, jantungnya berdegup kencang.
"Aku tidak mencintaimu, atau pun menyukaimu. Tapi entah kenapa aku tak bisa melepaskanmu begitu saja."
Diandra melepas pelukannya namun di tahan oleh Fernan. Membuat Diandra tak berkutik.
"Kalau bukan aku yang minta cerai, jangan harap kau boleh mengatakannya." Fernan terus memeluk Diandra. Entah rasanya sangat nyaman.
"Kenapa kau egois?"
"Aku tidak egois. Aku hanya mencoba lebih dekat dengan mu, kalau kau minta cerai bagaimana nasibku?" Kali ini dibiarkannya Diandra menatap Fernan.
"Kau mencoba dekat dengan ku?" Fernan mengangguk cuek. Seakan itu bukan hal yang aneh.
"Kenapa?"
"Karena kau istriku."
"Bukan karena kau mencoba menyukaiku?" Fernan menggeleng. Diandra menunduk kecewa.
Fernan tersenyum kecil. Sangat kecil. Hingga tak terlihat..
"Apa kau menyukaiku, Diandra?"
Diandra menggeleng cepat. Kini giliran Fernan yang kecewa.
"Aku tidak menyukaimu, tapi aku justru mencintaimu."
Deg !
Jantung Fernan serasa mau copot. Tertohok tepat di jantungnya. Nyeri tapi membuat nya bahagia. Fernan tak bisa lagi menyembunyikan senyumnya.
"Tapi aku tidak mencintaimu, Di."
"Aku tidak memintamu mencintaiku."
"Lalu?" Diandra tersenyum dan menyentuh kedua pipi Fernan. Membuat jantung Fernan semakin tak karuan. Kenapa seperti ini sih rasanya.
Dengan Viola dia tak sampai seperti ini. Ada apa dengan jantungnya.
"Fer, bersikap baiklah dengan ku ya, hanya itu yang aku butuh dari mu."
"Walau aku tak memberimu uang, perhiasan dan black card?"
Diandra tersenyum dan mencubit hidung Fernan.
"Siapa yang butuh itu semua. Di rumah mu saja semua sudah tersedia, buat apa lagi aku memegang uang?"
Fernan tersentak, mana ada gadis yang berfikir seperti Diandra. Dia sehat kan? Fernan menyentuh kening Diandra. Membuat Diandra bingung.
"Kau demam ya?"
"Enggak!"
"Sakit jiwa?"
Bletak !
"Aduh!"
"Kamu yang sakit jiwa !"
"Maaf-maaf, habis kamu aneh, mana ada perempuan yang tak membutuhkan itu semua?"
"Aku." Diandra menunjuk dirinya sendiri.
"Berarti benar kamu sakit jiwa!"
Bletak !
"Di, sakit !"
"Bilang aku sakit jiwa lagi, kepala pecah!" ancam Diandra. Membuat Fernan takut. Astaga Diandra ternyata galak sekali.
"Oke, kau waras tenang saja." Diandra mendengus kesal.
"Di, apa di sini ada pantai?"
"Ada."
"Ke sana, yuk."
"Uang ku tak cukup untuk jalan-jalan."
"Astaga, Di, suamimu orang terkaya di kampung ini."
"Memang kau sudah tinggal di sini, mengaku-aku kampung."
"Sudah kan semalam."
Diandra memutar bola matanya malas. Membuat Fernan tertawa.
"Ayo kita ke pantai, aku mau teriak."
"Kau gila !"
"Aku waras."
"Oh."
*************
Akhirnya mereka benar-benar ke pantai. Tapi pantai di kampung Diandra nampak sepi, tak ada pengunjung.
"Sepi."
"Yalah emang kota, mereka sudah bosan ke pantai untuk memancing."
Fernan mengaangguk-angguk.
Fernan bersandar di salah satu tiang. Celana panjangnya ia gulung dan kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Diandra menikmati pemandangan itu.

"Apa aku tampan?" Fernando tersenyum sembari menatap Diandra yang ketahuan sedang menatapnya.
"Asal."
"Asal apa? "
"Asal bicara, siapa yang bilang kau tampan tuan."
Fernando terkekeh dan mengajak Diandra berjalan-jalan disekitar pantai. Mereka beriringan ditemani ombak pantai yang terkadang menyapu kaki mereka.
Angin kencang membuat ikat rambut Diandra terlepas, Fernan tersentak dengan pemandangan yang dilihatnya.

"Astaga !" Pekik Fernan. Membuat Diandra kaget. Dan menatap Fernando di sana.
"Ada apa?" Diandra nampak khawatir.
"Kenapa kau can...." Fernan berhenti dan langsung menjauh dari Diandra. Membuat Diandra semakin bingung.
Diandra mengejar Fernando.
"Hey ada apa sih, cerita padaku, Fer." bukannya menjawab Fernan malah semakin menjauh. Mau tak mau Diandra mengejar Fernando. Dan sialnya Fernan tersungkur hingga Diandra yang memang sudah dekat dengannya ikut jatuh akibat tersandung kaki Fernan.
Mereka saling tatap di sana. Detak jantung keduanya begitu terdengar jelas.
"Fer... a... aku..."
Cup
Entah setan apa yang merasuki Fernan. Dia mengecup bibir Diandra mesra. Hanya sebuah kecupan ringan. Tanpa penekanan sama sekali.
Diandra melotot tak percaya dengan apa yang baru saja ia rasakan. Diandra bangun dan lari menjauh sejauh-jauh nya. Fernan duduk, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri. Seakan tak percaya dengan apa yang dia lakukan tadi.
♡♡♡♡♡♡♡♡
Diandra membenamkan wajahnya di kasur. Rasanya panas dingin antara malu dan senang. Dia tak bisa mengungkapkanya.
Terdengar suara langkah yang mendekat ke arahnya, jantungnya semakin tak karuan. Ranjang bergerak sekejab menandakan ada yang duduk di sana.
Diandra hampir tak bisa bernafas sekarang.
"Di."
Deg !
Jantung Diandra hampir copot. Berdetak tak karuan. Dia tak sanggup melihat Fernando lagi, jantung nya takkan sanggup.
"Diandra." Diandra mencoba menelan saliva dengan susah payah sebelum dia melihat ke arah Fernando.
"Y...yaa..." Fernan menatap intens wajah Diandra, mengusapnya dengan sangat lembut dan perlahan.
Membuat tubuhnya meremang.
Wajah Fernando nampak sangat serius tatapannya tajam tapi tidak menangkutkan. Lebih ke... menggairahkan... panas... dingin... ah entahlah...
Wajah Fernando mendekat dan terus mendekat. Diandra panik, tapi juga penasaran. Hingga terasa hangat deru nafas Fernan, wanginya memabukkan. Bahkan wangi tubuhnya pun tercium jelas.
Sebegitu dekat tubuh mereka. Hingga tak lagi ada jarak. Bibir mereka akhirnya saling menempel satu sama lain.

Fernando mencium dirinya. Mencium tepat di bibirnya, dan ini murni tanpa disengaja, tanpa paksaan. Apakah ini cinta... oh tidak mungkin. Tidak mungkin secepat itu Fernan mencintainya.
Lalu ciuman apa ini.
Fernan mulai melumat bibirnya, menghisapnya perlahan-lahan. Membuat Diandra terlena, dan memeluk leher Fernan.
Menekannya dalam. Hingga ciuman Fernan semakin panas dan lidahnya mulai mencoba masuk ke dalam mulut Diandra.
"Buka," perintah Fernan, Diandra menurut dan membukanya membiarkan lidah Fernan bermain-main dengan lidahnya.
Rasanya nikmat sekali. Manis dan membuat ketagihan. Jemari Fernan mulai mengusap punggung Diandra. Ke atas dan ke bawah terus seperti itu.
Menimbulkan rasa hangat dan nyaman pada tubuh Diandra. Jemari itu berhenti pada pinggiran daging payudaranya. Tak berani melanjutkan dan saat itu, Fernan melepas ciumannya.
Mereka kembali bertatapan. Wajah Diandra sudah sangat merah dan nafasnya memburu karena rasa nikmat tadi.
"Mandilah, aku aka mengajakmu makam malam di luar." Fernan pergi setelah mengatakan hal itu. Membuat jantung Diandra semakin tak karuan.
"Oh my god ! Apa yang barusan aku lakukan dengan suamiku... benarkah dia suamiku... benarkah dia Fernando Horrison !"