Di kamar yang gelap Diandra menekukuh dan memeluk kedua kakinya. Mata air yang tak berhenti menetes membuat kedua mata menjadi bengkak.
Mengapa bisa memutuskan untuk memulai, apa salahnya sampai ia harus menerima percobaan yang sudah selesai. Menikah hanya untuk di sakiti dan di hina. Mungkin lebih baik jika Diandra pergi saja.
Ya mungkin lebih baik seperti itu. Diambilkan air terjun, dia siap untuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas.
Diadra akan pulang kampung saja, di sana mungkin akan jauh lebih tenang. Tak apa susah juga yang terpenting bahagia tak seperti di sini.
Mewah tapi sengsara.
Diandra mengendap-endap keluar kamar. Dia tak mau ada yang melihat keluar rumah. Karena pasti dia akan di cegah.
Apa lagi kalau Gina tahu bisa-bisa jadi pergi karena tak tega melihat air mata Gina. Diandra terus mengendap dan dibuka.
"Mau ke mana?" Diandra tersentak. Dia berusaha mengambil air liurnya.
"Mau kabur?" Diandra menggeleng lemah. Direbutnya tas Diandra dan dibuangnya jauh. Membuat tubuh Diandra gemetaran.
"Lihat aku." Diandra menatap pria itu dengan rasa takut dan cemas.
"Aku tanya kamu mau kabur?"
"Aku .... iya."
"Kenapa?"
"Karena kau tak menyukaiku." Fernando menghela nafas. Kemudian menarik lengan Diandra dan menyeretnya ke ruang makan.
Di sana sudah ada Gina dan Diego. Mereka terkejut melihat Fernando menyeret Diandra dengan paksa.
"Fer, apa-apaan ini?" Tanya Diego
"Tanyalah, sendiri." Fernando acuh dan memilih duduk lalu mengambil sepotong roti dan memakannya dengan santai.
"Diandra, ada apa nak?" Gina bertanya. Diandra menunduk takut. Diego mendekat dan memeluk pundak Diandra. Membuat Fernando melirik tak suka.
"Aku hanya, hanya tak mau menjadi beban di rumah ini, mom, kak." Diandra menatap Gina dan Diego bergantian. Mata nya sudah berkaca-kaca. Fernando melirik Diandra namun tetap memakan rotinya.
Dengan cepat ia habiskan dan kemudian bangun dari duduknya mendekat ke arah Diandra.
"Ayo kalau mau kabur aku antar," ujar Fernando yang membuat Semuanya tersentak.
"Fer, apa-apaan sih kamu!" sentak Gina. Fernando tak menggubris ucapan Gina.
"Ayo, katanya mau kabur, aku anter sampe tujuan. Mau kabur ke mana?" Fernando masih menunggu jawaban.
Tapi karena Diandra tak kunjung menjawab. Dia menarik lengan Diandra paksa.
Diego langsung mencegahnya mencoba melepas cengkraman Fernan.
"Dia istriku, kak, jangan ikut campur !" Diego kalah. Dia melepas mereka berdua. Gina menepuk pundak Diego memberi kekuatan
"Adikmu memang sulit untuk diatur sekarang ini, kau sabar lah, Diego." Gina pergi setelah mengatakan hal itu. Sementara Diego terdiam ditempatnya. Kenapa rasanya sesakit ini. Melihat Fernando menarik lengan istrinya.
Kenapa Diego merasa tak suka. Merasa cemburu. Pantaskah ia merasakan hal ini. Padahal sudah jelas Diandra adalah istri adiknya.
Diego terduduk dan menundukan kepalanya yang terasa nyeri.
*********
"Keluarlah." Fernando meminta Diandra untuk keluar begitu mereka sampai di sebuah desa yang tak asing bagi Diandra. Diandra menangis bukan karena tak mau turun.
Tapi karena rindu dan ingat masa lalu.
"Aku bilang turun bukan menangis." Diandra tak memperdulikan Fernando. Dia akhirnya turun dan membawa tasnya serta.
Meninggalkan Fernando yang masih di dalam mobil. Diandra berjalan agak jauh karena rumah nya memang agak ketengah.
"Diandra!!" seru seseorang. Diandra menoleh mencari sumber suara.
"Hey aku di sini, Ra, di atas pohon!!" serunya lagi. Diandra langsung mendongak ke atas di mana ada pohon mangga di atasnya.
Laki-laki itu turun dengan cepat tanpa ada kesulitan sama sekali.
"Dika !" Diandra nampak terkejut
"Iya ini aku Dika." tersenyum mereka berdua. Karena lama tak bertemu.
"Kamu ke mana aja, Ra, orang kampung bilang kamu tinggal di Kota sekarang?"
"Iya, Dik, aku tinggal di kota. Tapi sekarang udah gak kok, aku tinggal di sini lagi."
"Beneran?" Dika nampak senang dibuatnya. Diandra tersenyum.
"Yaudah kalau gitu aku antar kamu sampai rumah ya." Dika menawarkan diri. Diandra hendak menerima tawaran itu. Tapi perusuh datang.
"Tidak perlu, dia bukan anak kecil yang harus diantar pulang." Dika melihat pria jangkung super tampan di samping Diandra. Dika sampai melongo melihat pria tampan di kampungnya.

"Anda siapa?"
"Suaminya."
Uhuk... uhuk Dika tersedak Ludahnya sendiri. Lalu menatap Diandra.
"Ra...." Dika meminta penjelasan. Diandra hanya menunduk
"Maaf, Dik, aku pulang dulu ya." Diandra langsung pergi lebih dulu. Semenara Dika masih mendapat tatapan tajam dari Fernando.
"Jaga jarak. Paham !"
Dika mengangguk-angguk takut.
*******
Diandra menatap rumah nya. Rumah kesayangannya. Walau kecil tapi penuh dengan kenangan.

Diandra menaruh tasnya di kursi ruang tamu. Rumah Diandra memang terbilang sederhana bila dibandingkan dengan rumah Fernando. Mungkin rumah Diandra hanya seluas kamar Fernando.
Fernando datang dan langsung masuk ke dalam rumah. Fernan nampak memperhatikan setiap sudut rumah.

"Ruang tamunya kecil sekali?" Fernando mencoba mendudukinya.
"Agak keras, gak enak." Diandra merengut di sana. Dia itu kenapa sih, udah tahu bukan sofa empuk seperti di rumah ngapain dicoba, bikin kesel. Gumam Diandra.
Diandra memilih naik ke atas tangga. Menuju loteng di mana kamarnya berada. Fernando tetap di bawah dia hanya melirik sekilas Diandra.
Fernan masuk lebih ke dalam. Ya ampun hanya selebar ini rumahnya.

Fernan menarik kursi di ruang makan. Lalu merapihkannya lagi. Di samping tangga ada dapur. Dan sebelahnya kamar mandi.
Fernan penasaran dengan kamar mandinya. Hanya ada satu kamar mandi di rumah itu. Fernan membuka pintu dan semakin terkejut. Karena kamar mandinya kecil dan sempit sekali. Fernan tepok jidat.

Tidak ada shower untuk mandi. Hanya bak air kecil. Closet duduk dan tempat sabun. Astaga bagaimana nanti dia mandi. Masa mengguyur tubuhnya pakai gayung. Dasar kampung !
Fernando naik ke atas tangga. Mencari Diandra.

Kamar Diandra nampak sempit tapi nyaman. Dan sangat terang walau lampu di matikan. Karena memang berada di atas loteng dan ada jendela besar di sana. Membuat sinar matahari masuk dengan sempurna
Mungkin dari semua tempat hanya kamar Diandra yang paling nyaman untuk Fernando.
Diandra nampak sibuk menata baju-bajunya ke dalam lemari. Fernando sudah merebahkan diri di ranjang. Mencoba kenyamanan ranjang milik Diandra.
Diandra selesai membereskan pakaiannya. Dia lelah sekali hari ini. Dia ingin cepat tidur. Tapi saat melihat ranjang nya. Diandra menghela nafas panjang. Fernando sudah terlelap lebih dulu di sana.
Artinya dia akan tidur di lantai malam ini.
Diandra melihat wajah Fernando saat tertidur, baru ini dia melihat wajah tidur suaminya. Terlihat sangat tampan dan menawan.
Andai Diandra bisa menyentuhnya pasti menyenangkan. Sayangnya ia tak diijinkan menyentuh suaminya sendiri. Menyedihkan.
Dia mengambil selimut dari dalam lemari, dan meletakkannya di lantai. Lalu Diandra merebahkan dirinya dan memejamkan mata.
Fernando terbangun karena rasa lapar dan haus. Dia bingung melihat kamar kosong. Di mana Diandra. Fernando beranjak dari Ranjang dan tersandung sesuatu. Hingga ia terjatuh tepat di atas tubuh Diandra.
Nafas Fernando tersengal-sengal karena kaget. Wajah Diandra nampak terlihat sangat dekat. Bahkan hampir tak ada jarak.
"Cantik," gumam Fernando. Namun saat mata Diandra terbuka. Fernan buru-buru berdiri. Diandra yang tersadar sepenuhnya langsung bangun.
"Kamu mau apa?" Tanya Diandra panik. Fernando langsung garuk-garuk kepala yang tak gatal.
"Maaf, tadi aku tersandung, dan jatuh menimpaku. Tapi sumpah aku gak sengaja." Diandra melirik ke bawah ranjang, ternyata tasnya belum ia simpan dengan rapih.
Diandra bangun dan merapihkan tas yang agak keluar dari kolong tempat tidur.
"Ak..aku ... aku lapar, Di." Diandra menatap Fernan. Lalu mengangguk paham.
"Aku buatkan makanan." Diandra langsung pergi ke bawah.
Dia membuka lemari es tapi tak ada makanan di sana. Diandra pun harus ke warung dulu untuk membeli bahan makanan.
Setelah membeli makanan Diandra mulai memasak. Untunglah gas dan kompor masih bekerja dengan baik.
Memang belum lama Diandra meninggalkan rumah ini. Jadi masih terawat dengan baik. Rasanya sayang kalau harus ditinggal lagi.
Makanan sudah siap. Dia menatanya di meja makan dan memanggil Fernando.
"Turunlah, makanan sudah siap," seru Diandra. Tak lama Fernan turun dan langsung duduk di meja makan.
"Telor dadar?"
"Hanya itu yang bisa aku masak hari ini. Makan saja yang ada." Diandra mengambil piring. Mengisinya dengan nasi dan telur dadar. Lalu diberikannya pada Fernando.
"Aku tidak mau makan ini."
"Jangan manja ini bukan di rumah mu, kalau kau tak suka tak apa. Pergi saja dari sini. Pulang ke rumah sana."
Fernando menatap Diandra heran. Kenapa di sini dia berani dengan Fernando. Cih... jagoan kandang.
Karena lapar yang mendera akhirnya Fernando memakan telur dadar itu juga. Ehmm... rasanya enak, tanpa sadar Fernando memakannya dengan lahap.
"Kapan kau pulang?" Diandra menatap Fernan. Fernan dengan cueknya mengatakan.
"Aku akan tinggal lebih lama di sini."
Diandra syock seketika!