Kangen

1426 Kata
"Meung, diimaak maak (kamu, hebat banget), keluarga Jamy aja bisa kamu taklukin, pake dukun dari mana?" Vina mendorong Lika. "Dukun? maksudnya apaan, sih?" Lika agak menjauh dari Vina. Dia tak ingin ada keributan, apalagi sekarang acara pesta pernikahan sepupu Jamy sedang berlangsung. "Waw, berlagak bodoh. Kamu pacaran ama Phi Jay, trus nempel ama Jamy, dan ternyata juga nempel ama orang tua Jamy. Pasti kamu main dukun, kan? atau kamu dari kecil udah diajarin jadi benalu yang ahli?" "Wah, ni cewe mulutnya minta dicabe nih. Eh, Lu ngomong apaan sih? Gua selama ini sabar ama Lu karna Khun Jay ya. Kok bisa sih Khun Jay punya saudara uler kek Elu." "Kamu bilang Aku apa? u-ular?" "Iye uler, snake, nguu (ular)!" "Kurang ajar!" Vina mengangkat tangannya hendak menampar Lika. Namun, Lika menangkap tangan Vina, dan mencengkramnya erat, "Aaa! lepas!" Vina teriak, untungnya tak ada orang lain di toilet itu kecuali mereka berdua. "Lu udah keterlaluan ya. Makin dibiarin makin nglunjak. Akal licik Lu itu berguru dari iblis mana sih sebenarnya?" "Licik? hah, gak salah ngomong? kamu tuh yang kecentilan sok sok deketin Phi Jay, tapi juga gandeng si Jamy," "Iya! Gua kecentilan, mau apa Lu!" Lika menaruh tangannya di pinggang. Matanya menatap Vina tajam, "Setidaknya Gua bukan orang pengecut kayak Lu, yang bayar orang lain buat jelekin Gua di depan Khun Jay. Lu gak punya malu, ya?" "Jangan asal ngomong. Kapan Aku ngelakuin itu!" "Hah, Lu pikir Gua gak tau, waktu di pabrik Lu sengaja mecahin wadah berlian, biar Gua dimarahin Khun Jay. Trus waktu acara show, Lu bayar orang buat bius Gua, dan ngurung Gua di ruang janitor, biar Lu bisa tampil sendiri di panggung." "Jangan asal tuduh, kamu punya bukti?" "Bukti? hah, apa perlu Gua panggil Jamy kemari? dia tau semuanya!" Vina terdiam. Dia ingin sekali memukul Lika. Namun, dia menahannya sekuat tenaga, "Bisa-bisanya Phi Jay suka ama cewe kampung yang gak punya kelebihan kayak gini," ucap Vina geram. "Iya, Gua emank gak punya kelebihan. Tapi bukan berarti Lu bisa nindas Gua. Dasar cewe manja. Lu bilang Gua benalu, Lu juga sama. Nempel terus ama Khun Jay, kayak parasit!" "Aaa! cewek sialannn!" Vina mengamuk sambil mengacak-acak rambutnya. "Dasar gila Lu. Awas aja kalau Lu bikin rencana yang gak-gak lagi. Gua gampar Lu!" Lika berlalu meninggalkan Vina. "Aaa! brengsekkk, dasar cewe jelek gak tau diri!!!!" *** Lika berjalan dengan kesal menuju aula acara. Namun, tiba-tiba di pertengahan jalan dia hampir menabrak Jay. Lika terdiam menatap Jay yang berdiri di depannya. "K-Khun Jay ... kenapa diluar?" "Vina masih di toilet?" tanya Jay dengan wajah datar. "V-Vina? iya tadi dia ada di toilet," Lika memaksakan dirinya untuk tersenyum. Jay menghela nafas, dan hendak beranjak meninggalkan Lika, "Khun Jay!" Lika menahan tangan Jay, hingga Jay terhenti. Jay berbalik lalu menatap Lika, dia diam tanpa kata. "M-Malam ini ... bisa antar Aku pulang?" Jay melepaskan tangan Lika darinya, "Gak bisa ..." ucap Jay, lalu mulai melangkah lagi. "Jangan pergi! Khun Thivat bisa antar Vina. Khun Jay anterin Aku malam ini, please," Lika menatap Jay dengan sendu. Jay berbalik, lalu mengusap kepala Lika, "Maaf, Aku harus antar Vina malam ini," setelah mengucapkan itu, Jay akhirnya pergi menuju toilet. Sudah pasti dia sedang mencari Vina. Beberapa menit kemudian, Jay terlihat membawa Vina bersamanya. Vina menyandarkan kepalanya ke d**a Jay, sambil menggandeng tangan Jay. Melihat itu, Lika melemah. Dia ingin menangis, namun dia menahan air matanya sekuat tenaga. "Khun Jay. Katanya mau berubah. Katanya sadar kalau salah, tapi ... kenapa masih sama aja kayak dulu?" Lika mengambil tisu dan menempelkan tisu tersebut ke matanya, "Gak perlu sedih. Anggap aja terapi hati," gumam Lika, lalu mendongakkan wajahnya keatas, agar air matanya tidak tumpah. *** Jamy berkeliaran mencari Lika, dan dia menemukan Lika duduk di pojokan aula, sambil mengunyah kacang dengan tampang menyedihkan. "Lu ngapain disini? dari tadi Gua cariin juga," Jamy duduk di samping Lika, lalu mengambil sebagian kacang di tangan Lika, "Lah tumben diem aja Gua ambil makanan Lu. Biasanya ribut." "Gua capek, gak ada tenaga buat marah-marah," "Capek kenapa?" "Capek pokoknya, anterin Gua pulang donk," "Acaranya loh masih lama, udah gak mau makan lagi? kalau gitu nyanyi gih nyumbang lagu." "Ogah. Gak mood, anterin Gua pulang," Lika merengek. "Nyonya bilang, Lu disuruh tidur di runah Gua," "Gak bisa. Gua mau tidur di rumah. Pokoknya lagi gak mau kemana-mana." Jamy menatap Lika. Dari tampang Lika yang kusut masai, dan cara bicaranya yang merengek seperti ini, jelas sekali bahwa dia sedang bermasalah, dan Jamy menebak masalah tersebut pasti tentang Jay. "Si Jay mau Gua hajar? mau Gua patahin tangannya atau kakinya?" tanya Jamy sambil menatap Lika. Dia sangat geram, setiap kali Lika bertemu dengan Jay, wanita itu selalu saja sedih. "Jangan ngadi-ngadi, yang ada Elu yang Gua hajar!" "Lu kok bisa jadi tulul gini sih? berasa pen Gua kubur aja si Jay idup-idup," "Ih, jangan macam-macam Lu. Ya udah kalau gak mau antar Gua pulang, Gua naek ojek aja!" Lika berdiri, Jamy menangkap tangan Lika, dan ikut berdiri. "Ya udah yok pulang. Gua anterin," Jamy menarik Lika. Setelah berpamitan dengan Bang Doni dan kedua orang tua Jamy, mereka akhirnya keluar dari gedung acara. **** Jamy menyetir mobilnya sambilnya dengan santai. Sesekali dia menatap Lika yang menyandarkan kepalanya ke samping pintu, dan menatap keluar jendela. Suara cerewet wanita itu tak terdengar selama perjalanan. "Kamera Lu gua pinjem beberapa hari lagi ya, mau mindahin poto soalnya," ucap Jamy berasa mencairkan suasana yang membeku seperti kutub selatan itu. "Hmmm," jawab Lika lemah. "Poto Lu mau Gua cetak yang gede gak? nanti Gua pilihin yang paling jelek, biar Lu bisa taruh di dapur buat ngusir kecoa," "Di dapur Gua gak ada kecoa," "Oh, ya udah. Gua cetak untuk Gua aja, di kamar Gua banyak kecoa soalnya." Jamy menatap Lika. Wanita itu menghela nafas, suasana kembali menjadi beku. Beberapa menit kemudian, mereka tiba di rumah Lika. Lika membuka sabuk pengamannya, lalu hendak beranjak turun dari mobil. "Ncel," panggilan Jamy membuat tangan Lika yang sudah memegang pintu mobil terhenti. "Apaan lagi?" tanya Lika dengan wajahnya yang terlihat lelah. Jamy tiba-tiba mendekat. Lika terbelalak, jarak wajah Jamy dengannya hanya berjarak lima senti meter. Lika tak pernah sedekat ini dengan Jamy sebelumnya. Seperti pasangan di drama yang ingin melakukan adegan ciuman, begitulah posisi mereka saat ini. "J-Jam ... Lu mau apa?" Lika gugup. Jamy menatap Lika lekat. Perlahan Jamy mengusap kepala Lika, "Jam, Lu kesambet apaan? jangan gila!" Lika mulai panik. Jamy tersenyum lembut, "Ternyata kalau sedekat ini ..." Jamy menyelipkan rambut Lika ke belakang telinga. Lika menjauhkan dirinya dari Jamy, namun dia sudah terpojok dan tak bisa bergerak kemanapun lagi, "Keliatan banget," "K-Kliatan apa?" tanya Lika terbata. Plak! Jamy memukul kepala Lika, "Keliatan bet rambut Lu lepek, trus bau lagi. Udah berapa hari Lu gak keramas!?" "Jamy!!!" *** "Jamy sialann, beh Gua pites-pites juga tuh anak, ngeselin bet," Lika mengomel begitu memasuki rumah. Dia membayangkan wajah menyebalkan Jamy yang tertawa cekikikan karena berhasil menakutinya. "Rambut Gua bau? huh dasar penciumannya aja yang bermasalah. Argh! sumpah tu anak kek orang brengsekk lama-lama. Kalau dia kutu, ude Gua pites dari lama, anjirr bet dah," Lika menggosok-gosok rambutnya, lalu membaui tangannya, "Bau? mana ada bau? cuman kurang wangi dikit aja!" Lika berteriak kesal. Dia memasuki kamar mandi, tentu saja dia tidak akan mandi, dia hanya mencuci rambutnya di wastafel, agar bau naga dari rambutnya segera menghilang. Pukul satu dini hari. Lika tak bisa tidur, dia berguling-guling di atas tempat tidurnya, membuka gawainya lalu termenung menatap foto Jay. Lika tak berkedip, tatapannya seperti kosong. Lika memikirkan kemungkinan apa yang sedang Jay lakukan saat ini. Apa laki-laki itu sedang tidur nyenyak? apa dia tidur di rumahnya, atau di apartment Vina? pikiran buruk melintas ke kepala Lika. Cepat-cepat dia memukul kepalanya, lalu berguling kesal tak karuan. "Argh! Khun Jay nyebelin. Kesel banget Gua," Lika melempar gawainya, lalu menaruh bantal ke wajahnya, "Jadi ini sebabnya, ada orang putus cinta, trus bunuh diri. Untung mental Gua kuat. Ah! tapi nyesek bet ini, huwaaa!" Lika menghentakkan kakinya, dengan kesal. Tok-tok-tok, sebuah ketukan di pagar rumahnya membuat Lika terdiam, "Siapa yang bertamu malam-malam gini? jangan-jangan ...." Lika berpikir sejenak, "Huwaa, jangan-jangan syaiton lagi, gimana nih." Bel dan ketukan terus saja berbunyi. Lika perlahan bangkit, lalu mengendap seperti maling di rumahnya sendiri. Dia mengintip dari balik jendela. Melihat siapakah orang gila yang malam-malam datang ke rumahnya. Begitu melihat keluar jendela, Lika terbelalak. Dia menutup matanya sejenak, lalu mengintip lagi. "Loh, Khun Jay ... ngapain dia malam-malam kemari?" Lika segera membuka pintu, dan berlari kecil ke depan pagar. Sesampainya disana, Lika langsung membuka pagar dan keluar. "Khun Jay, ngapain ..." Lika tak sempat bicara. Dia langsung membatu ketika tiba-tiba Jay memeluknya. "Aku kangen," TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN