Dukun dari mana?

1240 Kata
Hari pernikahan sepupu Jamy tiba. Tuan Baskara, Bu Dewi dan Jamy berdiri sambil menyapa para tamu. Sementara Lika dan Musu Serai berkeliaran di bagian prasmanan. Mencicipi segala makanan yang ada disana. Beberapa menit kemudian, tamu yang tak diduga tiba. Ternyata Tuan Baskara mengundang temannya, siapa lagi kalau bukan Khun Thivat. Khun Thivat datang bersama Jay dan Vina. Khun Thivat memaksa Jay ikut untuk mengenalkan Jay kepada Tuan Baskara, dan Vina mengajukan diri untuk bergabung dengan mereka. "Bas!" Khun Thivat melambaikan tangan begitu memasuki gedung acara. "Methanan!" Tuan Baskara balas melambaikan tangannya. Mereka bersalaman dan saling berpelukan. "Udah lama banget kita gak ketemu," ucap Khun Thivat sambil menepuk bahu Tuan Baskara. "Iya. Kamu sibuk banget sekarang. Usaha Kamu udah mendunia, hahaha." Tuan Baskara balas menepuk pundak Khun Thivat. "Oh kenalin ini anakku, Jay Suppasit," Jay meyunggingkan senyum dengan keterpaksaan dan membungkuk kepada Tuan Baskara, "Ini keponakanku," Khun Thivat menunjuk Vina. "Selamat malam Tuan," ucap Vina dengan ramah. "Wah, anak sama ponakan kamu ganteng dan cantik ya. Oh, Aku gak perlu ngenalin Jamy lagi, kan?" ucap Tuan Baskara sambil menunjuk Jamy yang berdiri tak jauh dari mereka. "Gak perlulah. Jamy salah satu partner terbaik Aku. Udah sering ketemu. Trus Dewi, apa kabarnya," "Baik, kamu udah umur segini masih urus perusahaan yah, masih semangat, hebat banget." Ucap Bu Dewi dengan senyum cantiknya. "Kalau Aku punya anak kayak Jamy sih, Aku udah ngikutin jejak Baskara. Duduk di rumah sambil mantau. Jay belum bisa dilepas kayak Jamy. Dia masih harus banyak belajar." "Gaklah, kamu aja yang sayang buat pensiun. Jay hebat kok. Dia terkenal dimana-mana. Iya kan Jay?" Tuan Baskara menatap Jay. Jay membalas perkataan Tuan Baskara dengan tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. "Ngapainlah si Papa ngundang si k*****t Jay. Bikin rusak pesta aja," omel Jamy yang memilih duduk di pojokan sambil memperhatikan ayah dan ibunya berbicara dengan Khun Thivat. "Mah, ini loh aku nemu ..." Lika yang tadinya sibuk di prasmanan berlari kearah Bu Dewi, karena menemukan bros Bu Dewi yang terjatuh. Namun, begitu tiba di samping Bu Dewi, Lika terdiam. Dia tak menyangka bahwa Jay ada disana, dan Jay bersama Khun Thivat serta Vina. "Loh, dia kan ... karyawannya Jamy, dia juga diundang?" tanya Khun Thivat keheranan melihat Lika berada di tempat elit tersebut. "Oh Lika, dia sahabatnya Jamy. Udah Aku anggap kayak anak sendiri," Jawab Bu Dewi, "Kamu nemuin apa?" Bu Dewi menatap Lika yang tampak membatu menatap kearah Jay. "Ah, ini Mah, bros Mamah kayaknya jatoh de, nih punya Mamah, kan?" "Oh iya. Gak sadar kok bisa jatoh," "Sini, Lika pakein," Lika menyematkan bros tersebut ke pakaian Bu Dewi. Setelah melakukan itu, Lika menatap Jay dengan canggung. Jay balas menatap Lika lekat, lalu tersenyum. Senyum yang membuat hati Lika meleleh seperti es krim di suhu panas. "Ncel, poto-poto aja yok. Gua bosen," Jamy menarik tangan Lika dan membawa Lika pergi ke pelaminan tempat Bang Doni dan Istrinya sedang bersanding. Lika dan Jay saling tatap. Namun, mereka tak mengatakan apapun. "Methanan, ayo cicipi makanan, kalian berdua juga. Jangan sungkan," ucap Tuan Baskara Kemudian. "Jay bawa Vina gih. Ayah mau ngobrol sama Pak Baskara," "Vin, mau makan apa?" tanya Jay kepada Vina yang dari tadi hanya diam menatap Lika dari kejauhan. "Phi, cari minum aja yuk," Vina menggandeng tangan Jay, mereka berjalan kearah prasmanan, begitu melewati tempat Lika dan Jamy berada, Vina mengeratkan gandengan tangannya ke lengan Jay. Lika menatap mereka. Namun, karena ada Jamy, dia hanya diam dan tak melakukan apa-apa. "Ncel, gaya yang bener dunk, gak estetik nih fotonya," Jamy protes. Dia bertugas mengambil foto, Jamy menklik tombol kamera secara membabi buta. Dalam satu pose mungkin ada sepuluh foto yang diambilnya. "Jam, kok kamu jadi Kang foto. Sini donk ikut foto ama kita," ajak Bang Doni. "Gak perlu Bang, Gua terlalu ganteng hari ini, Abang gak minder sama kegantengan Gua?" Jamy menaruh tangannya di dagu dan berpose menyamping. "Ka, temenmu emank malu-maluin ya," ucap Bang Doni menyenggol Lika. "Sepupu Abang tuh. Aslinya emank malu-maluin," balas Lika. "Elu yang malu-maluin. Liat nih fotonya jadi jelek, gara-gara ada Elu, gaya yang bener donk," Jamy ngomel sekali lagi. "Elunya aja yang dudul. Amatir bet make kamera. Sini! rusak dah kamera Gua di tangan Elu," Lika merebut kamera dari tangan Jamy, "Sono, biar Gua yang foto." "Ayo Jam. Kamu belum ada foto disini loh," Bang Doni melambaikan tangan kepada Jamy. "Jangan Kau duduk di pelaminan orang ya Jam. Nanti payah Kau nak dapat jodoh," ucap musu Serai sambil lalu. Dia mengucapkan mitos lama dari kampungnya, bahwa tak ada yang boleh menduduki pelaminan kecuali pengantin. Jika orang yang belum menikah duduk disana, makan jodoh mereka akan lama. Jamy yang tadinya hendak berpose duduk, segera berdiri lalu mengambil posisi di tengah, diantara Bang Doni dan Istrinya. "Jangan foto bertiga kalian oy, tak bagus, nanti yang di tengah cepat pass away," ucap Musu Serai lagi, masih membicarakan mitos. Kali ini dia lewat sambil menenteng minuman di tangannya. "Musu ih, banyak bener pantangannya, trus gimana donk," Jamy memonyongkan bibirnya terlihat ngambek. "Ya udah, Musu gabung sama Jamy, biar Aku yang foto," ucap Lika sambil menarik Musu. "Idih, ngapain Musu poto sama b***k kecik tu, sinilah," Musu Serai menaruh gelasnya di meja. Lalu mengambil kamera dari tangan Lika, "Ngapa Kau menung disini? pegi sana poselah kalian berempat. Biar Musu potokan," Lika segera berlari, lalu berdiri di samping Bang Doni, "Jamy berdiri di ujung dekat Akak Kau tu," ucap Musu Serai lagi, menyuruh Jamy pindah ke ujung kiri di samping istri Bang Doni. Ceklek! poto diambil, Musu Serai tersenyum, "Nah ni baru cantek," pujinya kepada hasil jepretannya sendiri. "Musu, potoin Jamy ama Lika sekalian," ucap Bang Doni lalu agak bergeser ke pinggir bersama istrinya. "Ha betol tu, baru Musu nak cakap. Jam, Lika, rapat siket. Musu nak ceklekkan kalian," Jamy agak canggung, dia hanya bergerak sedikit lalu berdehem dan berpose kaku, "Rapat lagi. Posisi kalian macam musuh lagi perang dingin saja," komentar Musu Serai. "Jamy ih, kaku banget sih Lu kek kanebo," Lika merangkul bahu Jamy, lalu tersenyum kearah kamera, ceklek! Musu Serai langsung mengambil foto tersebut. "Gua belom siap tau," Jamy menjitak kepala Lika, ceklek! Musu Serai pun mengabadikan momen itu. Setiap gerakan mereka berdua diabadikan Musu Serai sambil tersenyum, "Heh, b***k jaman sekarang ni, entah ngapa suka mendam perasaan," gumam Musu Serai. Dikejauhan, Jay menatap Jamy dan Lika. Dia menghela nafas beberapa kali, dan masih menatap mereka dengan wajah tak bisa dikatakan kesal, namun tak bisa juga dibilang baik-baik saja. Vina yang melihat Jay dari tadi terfokus ke Lika merasa jengkel. "Phi Jay, ngeliat apaan sih dari tadi? Katanya mau makan," ucap Vina cemberut. "Oh, khotot (maaf). Kamu udah selesai ambil makanannya?" Vina mengangguk, Jay akhirnya mengalihkan pandangan dari Lika dan mulai memilih makanannya. "Aduh, aduh, Gua saket perot nih, lepas dulu," Lika mendorong Jamy yang tengah menjewer kupingnya. "Sakit perut kenapa?" Jamy agak panik. "Mau nyetor," ucap Lika sambil memegangi perutnya. "Anjirr, makanya jan kebanyakan makan!" Jamy meninggikan suara. Namun, Lika sudah berlari ke toilet yang ada di luar aula pernikahan tersebut. "Phi, Aku ke toilet dulu ya," ucap Vina setelah melihat Lika keluar. Di dalam toilet. Sekitar lima belas menit lamanya, akhirnya Lika merasa lega karena telah selesai dengan urusannya. Begitu dia keluar pintu untuk mencuci tangan, tampak Vina sudah berada di depan wastafel sambil bercermin. "V-Vina ... s-sabai dimai kha? (apa kabar)," ucap Lika terbata, karena merasa aneh melihat Vina di depannya. "Meung, diimaak maak (kamu, hebat banget), keluarga Jamy aja bisa kamu taklukin, pake dukun dari mana?" TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN