Pemilik senyum nomer satu

823 Kata
Pukul lima sore. Lika mengendap-endap begitu mendekati rumahnya. Dia sengaja menyuruh abang ojek untuk menurunkannya di ujung jalan, agar dia bisa memeriksa keadaan. Lika waspada akan kemungkinan Jay masih berada di depan rumahnya. Namun, setelah diobsevasi dan ditelaah beberapa kali dari balik pohon, Lika akhirnya merasa lega. Karena Jay tak terlihat di depan pagar rumahnya. "Hah, akhirnya aman. Mungkin kayak gini yak, perasaan Khun Jay, pas Gua ngikutin dia selama bertahun-tahun, sekarang malah kebalik." Lika menarik nafas panjang, lalu keluar dari tempat persembunyiannya, "Tapi, Gua sebenernya kangen, pen nguntit lagi. kamera Gua ude treak-treak minta dibelai," gumannya. Begitu tiba di depan pagar, Lika membuka pagar tersebut dan segera masuk. Ketika dia hendak menutup pagar, tiba-tiba seseorang menyentuh tangannya. "Wua!" Lika kaget dan langsung melompat. "Lu kenape? elah ... kayak ngeliat setan aja," "Jamy! sialann, Lu ngagetin Gua, tau gak!" "Hahaha, sorry sengaja." "Kenapa Lu dimari, bukannya tadi masih ada kerjaan yak," "Ude selesai. Kuy lah masuk," "Kay, kuy, kay, kuy. Ude kayak rumah Lu sendiri aja. Rumah Gua nih!" "Iye tau, yok ah masuk." "Mau ngapain sih? pulang sana," "Gak mau ini?" Jamy memperlihatkan tentengan di tangannya. "Sate madura!?" "Nah tuh tau. Gak mau? ya udah kalau gitu Gua pulang." "Eee ... tunggu, tunggu, yok masuk yok." Lika menarik tangan Jamy. Jamy tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lika memang tak bisa menahan godaan sate madura. Liat sedikit saja matanya langsung berbinar-binar. Sesampainya di dalam Lika langsung berlari menuju dapur. Mengambil piring dan sendok, lalu dengan kecepatan super menghampiri Jamy yang tengah mengeluarkan tiga bungkus sate. "Yes, punya Gua dua, kan?" "Iya, makanya Gua beli tiga." "Jamy memang terbaik," Lika mengacungkan jempolnya. Lika segera membuka bungkus satenya, dan memasukkan dua tusuk sate sekaligus ke mulutnya, "Jam, kalau gak abis, biar gua yang selamatkan ye," "Nih," Jamy memindahkan setengah satenya ke piring Lika, "Selamatin tuh, kebanyakan." "Hilih, gak estetik banget perut Lu, sate gini doank, kebanyakan." "Kan perut Gua gak kayak Elu. Elu iye, perutnya lambung semua." "Budu," Lika makan dengan cepat. Jamy baru saja memakan sate ke empatnya, Namun Lika sudah membuka sebungkus sate lagi. "Buldozer emank Lu ye, semua diraup," ucap Jamy, lalu minum beberapa teguk. Lika masih tak bicara, jika sudah makan, dia harus kusyuk agar makanannya bisa tercerna dengan baik. "Eh, Ncel. Ngomong-ngomong, tadi pagi Lu bilang dikejer buaya. dikejer buaya gimana?" "Oh, gak ada. Gua ngarang," Lika menyumpal mulutnya dengan sate hingga pipinya menggembung, "Mending diem de, kalau Jamy tau Khun Jay beberapa kali kesini, bisa ngomel panjang die," "Ngarang gimana? jelas-jelas tadi Lu bioang dikejar buaya." "Kan Lu tau Gua suka ngomong ngawur, hehehe," "Sialann, ngeselin bet sih Lu," "Tapi kiyot kan," Lika bertingkah imut, membuat Jamy bergidik ngeri. "Ya, uda de, Gua pulang! males banget Gua ngomong ama Lu," "Lah, kok pulang sih," "Mau magrib!" seru Jamy. Suaranya perlahan menghilang bersama deruan mobilnya. "Hah, untung Khun Jay, gak disini pas Jamy ada. Bisa gawat dah, kalau Jamy tau, bisa ancor dunia persilatan." *** Jay kini ada di apartment Vina. Vina menuangkan wine untuk Jay, lalu tersenyum lembut sambil duduk di sebelah Jay. "Phi Jay, ayo minum," "Aku lagi gak mau minum," "Kok gitu ..." "Aku minum air putih aja ya," Jay beranjak, lalu mengambil air putih untuk dirinya, dan kembali duduk di sofa depan Vina. Vina menghela nafas, dia kemudian beranjak dan duduk di samping Jay lagi. "Phi Jay gak kenapa-napa, kan? belakangan kayaknya Phi Jay kacau banget." "Vin ..." Jay menatap Vina. Vina balas menatap Jay, lalu memberikan senyum terbaiknya. Jay merasakan kehampaan di hatinya. Senyuman selalu menjadi nomer satu di tahta itu, kini terlihat berbeda. Tanpa sadar Jay memikirkan Lika. Lika yang selalu ceria dan tertawa setiap ada kesempatan. Lika yang penuh energi dan bersemangat. Lika yang lebih handal dalam bidang apapun darin dirinya. Jay akhirnya menyadari bahwa pemilik senyum nomer satu itu sudah berubah. "Phi Jay, kenapa bengong?" Vina menyentuh wajah Jay dengan tangannya yang lembut. Satu menit mereka berdua saling pandang, Vina mendekat perlahan. Bibirnya yang penuh hampir menyentuh bibir Jay yang dingin. Beberapa detik sebelum itu terjadi, Jay menurunkan tangan Vina dari wajahnya, dan menarik nafas dalam. "Phi Jay ..." "Khotot na Khap Vin, Phi Khotot na khap, cing cing (Maaf Vin, Phi bener-bener minta maaf)," "Vin gak papa kok, mai bpen rai, gak perlu minta maaf, kita minum lagi, okhe kha," "Vin ..." Jay menggenggam tangan Vina, membuat Vina terhenti, "Dari dulu Vin selalu jadi yang spesial di hati Phi, Phi pikir perasaan itu karena Phi cinta sama kamu. Tapi ternyata ..." "Phi Jay, Vin mau ke atas bentar ..." Vina hendak beranjak, tapi Jay menahan tangannya. "Phi sadar, kalau Phi cinta sama kamu, hanya sebatas Phi Nong (Kakak Adek). Kamu tetap jadi yang spesial di hati Phi, tapi ... gak spesial seperti orang itu. Phi punya orang lain yang benar-benar berada di hati Phi, Phi baru sadar, dia cukup kuat. Khotot na khap maak maak, Vin (maaf dengan amat sangat). Phi cuman mau bilang, kalau Phi ternyata cinta sama orang lain." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN