Takdir memang tak bisa ditebak, tingkat kesulitannya hampir sama dengan mencoba menterjemahkan kode dari wanita.

1302 Kata
"0 Pict = Hoax" Jay tertegun menatap balasan di kotak masuknya, "Rumus apaan nih?" Jay menggaruk-garuk kepala. Mencoba mengingat rumus mate-matika yang pernah dia pelajari di sekolah. Setelah tak bisa menemukan satupun rumus yang cocok, dia tak punya pilihan selain memanggil bantuan dari salah satu tim Avengers. "Mawes, sini bentar." "Iya, Tuan," "Ini, maksudnya apaan?" "Oh, ini "X pict = Hoax", sama aja ama "No Pict = Hoax," "Jangan nambah-nambahin rumus deh Lu, Gua nanya ini bahasa manusianya apaan?" "Oh, kirain Tuan ngerti." "Kalo Gua ngerti, Gua gak bakal nanya Elu, k*****t!" Mawes terdiam, dia berdehem sejenak lalu menarik nafas, dengan tekad yang penuh semangat dia mencoba menjelaskan. "0 Pict = Hoax, adalah kata yang digunakan anak milenial jaman sekarang, "0" berarti "No" yang juga berarti "Tidak". "Pict" jika Tuan sedikit peduli saja dengan hal kecil, Tuan pasti menyadari bahwa "Pict" itu adalah singkatan dari "Picture" alias "Gambar atau foto". "=" tentu saja artinya "Sama dengan". "Hoax" berarti sesuatu yang tidak nyata, atau bohong." Mawes diam sejenak, Jay menarik nafas lalu melempar bulpen ke mejanya. "Eh, Lu ngapain jelasinnya kayak gitu, Lu menguji kesabaran Gua?" "Inti keseluruhannya adalah, dia membuat pernyataan bahwa. Jika dia tidak melihat foto sebagai bukti, berarti itu sama saja bohong!" Mawes bicara dengan kecepatan penuh, suaranya yang melengking hampir membuat telinga Jay tuli. Jay mengangguk, agak sedikit kesal. Dia mengacungkan telunjuknya ke arah Mawes. Ingin sekali dia memaki. Namun, demi harkat dan martabat, serta kepeduliannya terhadap setiap sel kemudaan yang mati akibat marah, dia terpaksa menahannya. Jay menatap gawainya, lalu mulai mengetik balasan. "Lu butuh foto Gua?" "Buat apa bangsad, aku butuh foto Khun Suppasit." "Nah bener, kan Gua bilang foto Gua! Oh iya ..." Jay terdiam sejenak, "Gua sekarang jadi supir pribadi, tapi ini cowo apa cewe sih adminnya? kasar banget, manggil-manggil gua Bangsad segala!" Jay meracau panjang lebar, Mawes menarik nafas dalam, dengan lemah di beranjak. Berniat hendak keluar dari ruangan Jay. "Mawes!" "Apaan lagi ya ampun ... bisa cepet tua kalau Gua lama-lama disini," Mawes memejamkan matanya, dengan niat kuat, dia mempersiapkan diri, lalu berbalik ke arah Jay. "Wuaa!", Mawes terlonjak sekali lagi, kali inipun Jay sudah berada di depannya. Sambil merapikan dasi yang sebenarnya tak perlu dirapikan. "Ayo, ke mobil," perintah Jay, Mawes mau tak mau mengikuti Jay dari belakang. Sesampainya di mobil, Jay sudah duduk di tempatnya biasa, Mawes segera masuk ke pintu depan, dan memakai sabuk pengamannya. "Mau kemana Tuan?" "Yang nyuruh Lu masuk siapa? keluar!" Mawes membuka sabuk pengamannya kembali, lalu keluar sesuai perintah Jay. "Pak Pras juga keluar, hari ini gak kemana-mana." Supir dengan pengalaman dua belas tahun itu, ikut keluar sambil kebingungan. "Pak Pras balik aja ke pos supir, Mawes tetap di sini." Pak Pras dan Mawes saling pandang. Mereka bertatapan tajam. Seperti memiliki bakat khusus, mereka bicara dengan cara menggerakkan bola mata. "Pak Bos kenapa? salah makan?" "Jangan tanya de, Pak Pras gak tau kan, abis pulang dari Thailand dia kayak orang gila." "Kesambet hantu Thailand kali, Rukyah gih," "Emank mempan? "Ya, mana saya tahu, saya kan gak tahu." "Kalian ngapain?" Mawes dan Pak Pras terlonjak, jantung mereka hampir lepas dari tempatnya "Gak ngapa-ngapain Tuan, Saya ke belakang dulu ya," Pak Pras berlalu, sambil menepuk Mawes. Tepukannya seperti berkata, "Jika kau tak sanggup, di sana ada kamera, di sana ada kamera, lambaikan tangan." Setelah Pak Pras pergi, Jay memberikan gawainya kepada Mawes. Mawes makin kebingungan, "Saya disuruh ngapain Tuan?" "Ehem, f-fotoin Gua." "Foto? maksudnya foto ceklek ceklek, foto dari kamera?" "Iya, Lu pikir foto yang mana lagi?" "Wah, bener kata Pak Pras, Tuan Jay kayaknya kesambet setan Thailand. Selama ini pan dia benci difoto. Kira-kira setan apa ya yang masuk?" "Ngapain Lu bengong gitu? fotoin Gua cepetan! buat seolah-olah Gua gak tau kalau Gua di foto." Jay mulai bergaya dengan kaku, Mawes menekan ikon kamera di gawai Jay, dan bersiap mengambil foto, "Tuan, katanya buat seolah-olah Tuan gak sadar kalau lagi di foto." "Iya, buat sealami mungkin." "Kalau gitu jangan ngeliat ke kamera." "Lu ngatur Gua sekarang?" "B-bukan gitu, kalau ngliat kamera otomatis Tuan sadar donk kalau di foto, sadar kamera." "Oh, Ok jadi Gua begini?" Jay memalingkan wajahnya dari kamera. "Masih kaku Tuan, geser ke ujung dikit, agak miring dikit duduknya, tangannya santai aja, nah bentar," Ceklek! setelah melalui proses pelatihan, akhirnya sebuah foto didapatkan. Jay segera keluar dari mobil, dan mengambil gawainya dari Mawes, "Kembali ke kantor, dan ... batalin semua janji Gua hari ini." Jay segera berlalu, Mawes masih membatu, ada buffering di otaknya, sehingga memorinya agak tersendat beberapa detik, "Jadi kesini cuman mau foto doank? dahlah." Mawes mengacak-acak rambutnya, lalu berjalan lemah kembali ke ruangannya. *** "Buset, die beneran supir pribadi Khun Jay?" Lika terpana setelah melihat foto yang Jay kirim. Tanggal yang tertera di foto, menambah keyakinan Lika, karena tanggal dan waktunya menunjukkan bahwa foto itu diambil hari ini. "Tuan Jay lagi nyari orang, namanya Lika. Waktu nguntit di Chiang Rai, Lu ada ngeliat dia?" "Wah sembarangan, masa Gua dibilang nguntit sih? eh tapi Khun Jay ... Khun Jay nyariin Gua! wah ... yang bener?" Lika berdehem, lalu mulai mengetik balasan. "Untuk apa Khun Jay, nyariin Lika?" "Mau bicarain hal penting, Gua yakin tu cewe salah satu follower Elu." "Bukan salah satu lagi anjir, itu emank Gua, nih Istri Sahnya. Hmm ... balas apa yak? kalau ini penipuan gimana? eh tapi kenape die mau nipu Gua?" "Gua kenal ama tuh cewe, Lika Miana." Di tempatnya, Jay mengepalkan tangan lalu berlonjak gembira, setelah mendapat balasan bahwa admin akun tersebut mengenal Lika. "Kalau gitu, bisa kasih Gua kontaknya yang bisa dihubungi?" "Gak bisa. Itu privasi." "Eh, Bangsul, kok gak bisa sih? Ok, gini aja." "Tolong, infoin ke Lika. Lighter Cafe, jam 8 malam. Gua tunggu dia disana." Lika terbelalak, "A-apa! anjirun ini beneran? Khun Jay mau ketemu Gua? Lika seperti orang hilang akal. Dia mengecek jam tangannya, hampir pukul enam sore. Lika menenteng kamera yang merupakan barang wajibnya, lalu bergegas kembali ke rumah, untuk persiapan lahir batin. *** Jam 8. 45, hampir satu jam Lika duduk sendiri di cafe yang dijanjikan Jay. Jay masih tak terlihat batang hidungnya. Lika sudah menghabiskan 3 buah milkshake, dan 2 buah makanan berat, dia bahkan terpaksa meminjam uang pada Jamy untuk malam ini. Lika menarik nafas kecewa, lalu merengek seperti anak kecil yang ditinggal ibunya. "Pasti Gua ditipu nih. Heks, bangsad sekali yang nipu Gua, Gua doahin masuk neraka." Beberapa menit kemudian, gawai Lika berbunyi. Lika segera mengangkatnya dan bicara dengan lemah, seolah dia belum makan selama tiga hari. "Besok Gua keluar kota ya, Lu jangan lupa urusin kerjaan Gua yang tadi Gua kasih." "Iye ..." "Lu kenapa? kok suaranya gitu?" "Gak kenapa-napa." "Ya udah, Gua tutup." "Kenapa Gua selalu sial sih, Gak ada yang peduliin Gua." "Ya ampun, kan Gua nanya Elu kenapa? ada masalah?" "Gak kenapa-napa," "Beneran?" "Iya, Gua cuman mau terjun dari jembatan layang aja." "Lah, katanya gak ada masalah, kenape mau terjun segala?" "Ya, gak kenapa-napa, pengen terjun ajaj." "Lu kenapa Ya Allah! bisa gak sih ngomong gak pake kode?" "Bodo, cowo emank gak peka!" Lika menutup teleponnya, "Gak tau apa kalau temennya ditipu, pake nanya lagi Gua kenapa, Jamy nyebelin." Lika berjalan lunglai, dia memutuskan untuk pulang setelah satu setengah jam menunggu Jay yang tak kunjung datang. "Jamy, gak stres kan yak? salah Gua sih, gak cerita kalau Gua kena tipu." Lika berhenti sejenak, lalu berpikir, "Salah dialah, ngapain gak ngerti kalau Gua lagi kesel! Gua juga salah sih ... ah bodo amat pokoknya salah dia, kenapa nanyain keadaan Gua kalau dianya gak peka! lagian siapasih yang nipu Gua? awas aja kalau ketemu Gua pites-pites ..." "Stalker!" Lika terhenti, melihat makhluk di depannya, jiwa bucinnya tumpah ruah. Jantungnya bahkan lebih tak tau diri lagi. Berdebar kencang, serasa ada speaker aktif yang ditanam di sana. Takdir memang aneh, tak bisa ditebak sama sekali. Tingkat kesulitannya hampir sama dengan menterjemahkan kode dari wanita. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN