2 jam 30 menit sebelum pertemuan Jay dan Lika. Pukul 19.00, Jay masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Ayahnya kembali menjadi orang yang menjengkelkan. Karena akan membuka proyek baru sebentar lagi, Ayahnya sibuk membawa Jay untuk bertemu kolega. Walau begitu, sekali lihat saja orang-orang akan tahu. Selain mendekatkan diri dengan kolega, Ayah Jay berusaha menjodohkan anaknya, zaman Siti Nurbaya sudah lewat. Namun tradisi itu ternyata masih terjaga, dan Jay adalah Siti Nurbaya versi laki-laki dijaman modern ini.
Jay duduk sambil gelisah, dia menatap jam tangannya berkali-kali. Tak lupa dengan janjinya untuk menemui Lika pukul 8 malam. Jay melihat orang-orang yang duduk di depannya. Para pejabat berdasi pengeruk uang Sedang melakukan jilatan terbaik agar mendapatkan rasa asin lebih banyak.
"Semoga mereka semua kenak hipertensi," omel Jay dalam hati. Sambil tersenyum tanpa dosa ke arah mereka.
Jay kembali menatap jam tangannya, dia terbelalak kaget. Waktu begitu cepat berlalu, Pukul 8 malam saat ini. Dia hampir tak bisa melarikan diri dari lingkaran setan yang mengelilinginya.
"Ayah, aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus aku lakukan," bisik Jay kepada Khun Thivat.
"Kamu gila? Pak Walikota belum datang, jangan kemana-mana dulu."
"Tapi Walikota gak perlu ketemu Aku kan?"
"Ya haruslah. Kamu kan yang bakal jalanin perusahaan barunya. Harus ketemu Walikota biar semuanya lancar."
"Anjir sialan. Ini Walikota kemana sih? Ngaret banget," batin Jay mengomel tiada hentinya.
Pukul 21.30 akhirnya Jay terbebas dari jeratan kolega yang diatur Ayahnya itu. Dia berlari secepat kilat ke parkiran mobil. Untung saja Mawes tak ikut dalam pertemuan ini. Jika dia ada, maka dia akan sesak nafas karena berlari. Sekedar informasi, Mawes punya penyakit bengek alias asma.
Pak Pras yang saat itu sedang standbay di dalam mobil, hampir jantungan karena Jay tiba-tiba duduk di kursi menumpang di sampingnya. Jay tak pernah duduk disana sebelumnya. Bahkan saat Mawes tak ada pun, dia biasanya duduk di belakang. Pemandangan langka ini membuat Pak Pras agak sedikit grogi. Bukan karena dia naksir Jay. Tapi karena tak pernah menyetir di samping Pak Bos nya itu.
Jay memakai sabuk pengaman dengan tergesa-gesa, "Pak, berapa paling tinggi kecepatan yang bisa Bapak bawa?"
"Biasanya 140km/jam Tuan."
"Naikkan jadi 180km/jam, Ini darurat."
"Kalau dikejar polisi gimana Tuan?"
"Kabur. Kalo Pak Pras bisa ke Lighter Cafe dalam waktu 10 menit, Gua bakal kasih Bapak bonus."
"Bonus?"
Pak Pras tiba-tiba mendekat ke arah Jay. Jay menjauhkan dirinya, hingga kepalanya menabrak dinding mobil, "Aw, Pak Pras mau ngapain deket-deket gini?"
Pak Pras masih mendekat. Dengan cool, Pak Pras memeriksa sabuk pengaman Jay. Jika ini adalah drama korea, maka bisa dipastikan adegannya berupa slow motion. Tambahan Original Soundtrack "My Destiny" dari drama "My Love From The Star" akan melengkapi adegan absurd yang menggelikan ini.
"Sip, sabuk pengamannya udah kenceng" Pak Pras kembali keposisinya semula, Jay yang tadinya tercekat, kini menarik nafas dalam, sambil menggosok-gosok dadanya.
"Lighter Cafe, waktu normal 35 menit, akan dipersingkat menjadi 10 menit. Ok, Tuan, pegangan yang erat."
"P-pegangan? bentar-bentar ..."
Belum sempat Jay bernafas, Pak Pras sudah tancap gas. dimulai dengan 120 km/jam, naik ke 160 km/jam, batas akhir 200 km/jam.
"Wuaa!! Pak hati-hati!" Jay menggantungkan diri pada pegangan di atas kepalanya. Wajah tampannya mulai memucat. Berkali- kali dia menutup mata dan menjerit, sementara Pak Pras bak pembalab profesional menyalip kendaraan didepannya, belok kiri belok kanan, bahkan mobil dengan body bongsor tersebut hampir saja lepas landas.
Setelah beberapa menit, Jay merasakan sesuatu yang aneh. Dengan agak gemetar dia mencoba melihat ke belakang, "Polisi! Pak ada polisi!"
"Polisi ya? cakep, sesuai perintah Tuan, ayo kita kabur."
"Wuaaa!"
Jay menjerit lagi, Pak Pras menekan gas dengan santai, lalu masuk ke jalan kecil untuk menghindari polisi.
"I-ini dimana? kenapa ada jalan beginian di kota?"
"Ini namanya jalan potong Tuan, bentar lagi kita sampai."
Sirine polisi sudah tak terdengar lagi, beberapa km dari tempat parkir Lighter Cafe, Pak Pras menginjak rem. Ban yang beradu dengan aspal menimbulkan bunyi berdecit yang memekakkan telinga.
Setelah mendapat putaran 90°. Tepat di tengah-tengah garis, mobil terparkir dengan rapi. Sembilan menit 20 detik. Pak Pras menciptakan rekor barunya.
"Kita udah nyampe Tuan," Pak Pras menatap Jay, tersenyum bangga atas hasil pekerjaannya.
Jay yang linglung, langsung keluar dari mobil. Dia mual dan hampir muntah. Pak Pras ikut keluar dari mobil dan berdiri menghadap Jay.
"Tuan, kalo waktu mendesak kayak gini lagi ..."
"Mai! (tidak), gak bakal. Jangan lagi-lagi ngebut kayak gini!"
"Baik Tuan, bonusnya Tuan?" Pak Pras menengadahkan tangannya.
Jay menarik nafas panjang, lalu menaruh tangan di pinggangnya. Dia tak habis pikir, Pak Pras langsung meminta bonus, padahal bos nya hampir pingsan. Namun, Jay akhirnya mengeluarkan dompet. Ketika hendak membuka dompetnya, tiba-tiba dia melihat seseorang keluar dari cafe sambil meracau.
"Stalker?" Jay kembali memasukkan dompetnya ke saku, "Pak, bonusnya nanti Gua kasih. Tunggu disini dulu."
Jay mengikuti wanita bar-bar itu dengan pelan. Lika, dia terus saja mengomel, dan membuat gerak tubuh yang menurut Jay lucu. Jay terkekeh, mendengarkan ocehan Lika yang tak ada habisnya. Setelah beberapa menit akhirnya dia berdiri di trotoar. Memasukkan tangan ke saku celanya, bergaya keren, mengalahkan aktor di drama.
"Stalker!"
Mendengar suara Jay, Lika terhenti dan berbalik, "K-Khun Supp?" melihat makhluk di depannya, jiwa bucinnya tumpah ruah. Jantungnya bahkan lebih tak tau diri lagi. Berdebar kencang, serasa ada speaker aktif yang ditanam di sana.
Karena terlalu shock, Lika membatu. Tak bergerak sama sekali. Jay akhirnya melangkah mendekati Lika. Lika memukul dadanya beberapa kali, "Gua harus minum obat penguat jantung kayaknya. Ya ampun ... Khun Supp, jalan aja damagenya gak nahan, mampus nih Gua, mampus ... mampus."
Jay telah berdiri di depan Lika, menatap Lika yang membuka mulutnya dan tak berkedip sedikitpun, "Oy, Lu kenape kayak arca gini, kenak kutukan Malin Kundang?"
Lika berkedip sekali, kepalanya menatap dari ujung rambut hingga kekaki Jay dan kembali ke rambut lagi. "Gua gak mimpi kan?"
"Ho, jadi sekarang ngomongnya udah pake Gua?"
"Khun Suppasit?" Lika mengulurkan tangannya. Jay hanya menatap Lika, tanpa tahu apa yang akan Lika lakukan. Namun, tiba-tiba Lika mencupit pipi Jay, "Wuaaa!! Khun Suppasit! ini beneran? Gua gak mimpi? Aaaa!"
Lika menjerit lalu, memeluk Jay sambil berlonjak kegirangan.
"Woy, Lu apa-apaan, lepasin Gua!" Jay berusaha melepaskan Lika darinya. Namun, tak semudah itu. Dekapan Bucin lebih lengket daripada lintah.
"Mimpi apa Gua semalam? hahaha Khun Suppasit, beneran ini Khun Suppasit!"
Jay akhirnya menaruh telunjuk ke kening Lika. Lalu mendorong Lika menjauh, "Lu mau lepasin Gua, atau Gua bawa Lu ke rumah sakit jiwa!"
Lika akhirnya melepaskan pelukannya dari Jay. Jay merapikan bajunya yang kusut, menepis-nepis lengan serta merapikan rambutnya. Lika masih tersenyum seperti keledai. Dia masih melompat-lompat, dan memukul-mukul pipinya untuk menyadarkan diri.
***
Beberapa menit kemudian. Lika dan Jay duduk di taman cafe. Lika senyum-senyum tak jelas, sesekali dia melirik Jay, lalu tersenyum lagi. Membuat Jay yang sedang minum, hampir tersedak beberapa kali.
"Khun Supp, nyariin aku ya?" ucap Lika, sambil terus tersenyum. Dengan gaya yang diimut-imutkan, dia menyelipkan rambut ke balik telinganya, bersikap seolah dia gadis kalem nan lugu.
"Siapa yang nyariin Elu? PD banget," ucap Jay ketus.
"Tapi, Khun kan ngirim pesan ke admin, buat nanyain aku."
"Oh, itu cuman kebetulan aja."
"Oh kebetulan, gak papa sih. Kebetulan yang indah."
Lika menggerak-gerakkan kakinya, lalu menendang-nendang kecil sepatu Jay dengan sepatunya.
"Ya udah Gua pulang, udah malam gini."
"What! pulang gitu aja? Khun bukannya mau ketemu ama aku?"
"Ini kan udah ketemu, ya udah Gua cabut."
"Hueee, tapi kan aku masih kangen."
Jay berdiri lalu menatap Lika yang cemberut, "Bukan urusan Gua, Lu kangen apa gak."
Jay segera beranjak. Dia masuk ke mobil, kali ini dia duduk di tempatnya biasa. Jay menatap Lika yang masih duduk di bangku taman. Wanita itu tiba-tiba berdiri lalu menghampiri Jay.
"Khun Supp, makasih ya udah datang, aku kira tadi aku ditipu. Gak nyangka banget, akhirnya aku bisa tidur dengan tenang."
Lika tersenyum sambil menampakkan giginya. Beberapa detik kemudian, Jay menaikkan kaca mobilnya, membiarkan Lika yang masih cengengesan di luar.
"Pak Pras, keluar bentar. Minta nomer telepon tuh cewe."
"Oh, pdkt ya Tuan?"
"P-pdkt apaan? bukan gitu, maksud Gua ..."
"Beres."
"Apanya yang beres? oy, Pak Pras!"
Pak Pras keluar tanpa mendengar teriakan Jay. Dia membusungkan dadanya, berlagak keren menatap Lika, lalu mengulurkan tangannya.
"Sini."
"Sini apanya Pak?"
"Hengpon kamu."
"Buat apaan?"
Pak Pras langsung mengambil gawai yang dari tadi memang di pegang oleh Lika. Dia lalu memasukkan nomer telepon dan segera melakukan panggilan. Setelah beberapa saat dia menyerahkan gawai kembali ke Lika, lalu segera masuk ke mobil.
"Udah masuk kan Tuan?"
"M-maksudnya ini nomer teleponnya?"
"Iya, kalian udah tukeran nomer telepon. Semoga lancar ya Tuan."
"Lancar apaan! Pak Pras lama-lama kok ngeselin banget ya." Jay membatin, namun dia segera menyimpan nomer Lika, dengan kontak bernama "Stalker"
"Kemana lagi Tuan?"
"Langsung ke rumah! and gak pake ngebut."
"Siap Tuan."
TBC